Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan DKPP Tak Berhentikan Ketua KPU Meski Berulang Kali Langgar Etik

Kompas.com - 05/04/2024, 16:46 WIB
Singgih Wiryono,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito menjelaskan alasan tak memberikan sanksi pemberhentian Komisioner KPU RI meski berulang kali diputuskan melanggar etik.

Heddy menyebut, pemeriksaan perkara pada komisioner KPU berfokus pada pelanggaran etik yang diadukan.

DKPP akan menilai berapa besar pelanggaran etik perkara yang dilaporkan dan menjatuhkan sanksi sesuai dengan kasus yang dilaporkan.

Sehingga, tidak berlaku sanksi akumulatif yang bisa memberikan peningkatan hukuman.

"Putusan atau sanksi (diberikan) sesuai dengan derajat yang diadukan dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan," Heddy dalam ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024).

Baca juga: Sindir Ketua KPU, Hakim MK: Setelah Peringatan Keras Terakhir, Harus Dibuang

Selain itu, Heddy juga menyebut sudah banyak anggota KPU dan Bawaslu di tingkat daerah yang telah diberhentikan.

"Karena sudah banyak anggota KPU dan Bawaslu terutama di tingkat kabupaten/kota yang diberhentikan," tandasnya.

Jawaban Heddy merupakan respons dari pertanyaan Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang mengaku heran karena Komisioner KPU RI dinyatakan melanggar etik berulang kali.

Namun, para Komisioner KPU RI selalu lolos dari sanksi pemberhentian.

"Amarnya kemarin itu juga muncul di persidangan itu, amarnya pertama, memberi sanksi kepada seluruh anggota KPU dengan teguran keras ya?" kata Arief.

"Peringatan keras terakhir," jawab Heddy.

"Peringatan keras terakhir, ya besok kalau ada pelanggaran lagi ya harus dibuang, jangan terus keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai ga selesai-selesai itu, kan gitu. Itu agar bisa dijelaskan kepada kita," tandas Arief.

Baca juga: Sebut Mustahil Jokowi Bagi Bansos Pengaruhi Pemilu, Muhadjir Ditegur Hakim MK

Setahun terakhir, Ketua KPU Hasyim Asyari setidaknya sudah 3 kali dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir.

Kasus pendaftaran Gibran sebagai cawapres jadi sanksi peringatan keras terakhir kali ketiga untuknya.

Sebelumnya, pada April 2023, Hasyim disanksi peringatan keras terakhir berkaitan dengan kedekatannya secara pribadi dengan tersangka kasus korupsi sekaligus Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein.

Setelahnya, pada Oktober 2023, ia dinyatakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait aturan soal keterwakilan caleg perempuan yang bertentangan dengan UU Pemilu.

Baca juga: Hakim MK Tanya Kenapa Tak Turun Langsung Bagikan Bansos, Ini Jawaban Risma

 

Sebagai informasi, MK memanggil DKPP untuk bicara seputar ketidakabsahan pencalonan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dan masalah independensi KPU RI pada Pemilu 2024, sebagaimana didalilkan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK.

Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.

Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yakni 40 tahun.

Terkait masalah itu, terdapat 4 aduan yang masuk ke DKPP dan DKPP menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com