Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat KPU di PTUN, PDI-P Dinilai Ingin Menegaskan Sikap Oposisi

Kompas.com - 04/04/2024, 03:20 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dianggap semakin menegaskan sikap oposisi mereka terhadap hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Secara institusional, langkah PDI-P ke PTUN ini semakin menegaskan langkah 'keoposisian' mereka yang kini menyoal kinerja KPU selama Pilpres," kata Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro saat dihubungi pada Rabu (3/4/2024).

Menurut Agung, di sisi lain langkah PDI-P mengajukan gugatan dianggap sebagai upaya alternatif buat mendelegitimasi pasangan calon presiden-calon wakil presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, jika sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang tengah berjalan tidak sesuai harapan.

"Karena maju ke MK dirasa sangat sulit untuk 'mengalahkan' kubu 02 dan KPU," ujar Agung.

Baca juga: PDI Perjuangan Resmi Gugat KPU ke PTUN

Selain itu, Agung menganggap langkah yang diambil PDI-P dengan menggugat KPU melalui PTUN seharusnya tidak harus menunggu sampai pelaksanaan Pilpres selesai.

"Arahan PTUN ini seperti memutar kembali kaset lama yang semestinya bisa dilakukan jauh hari ketika pasangan Ganjar-Mahfud memboikot Pilpres dan langsung mengajukan PTUN," ucap Agung.

Sebelumnya diberitakan, PDI-P menggugat KPU ke PTUN pada Selasa (2/4/2024) karena lembaga itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024.

Ketua Tim Hukum PDI-P Gayus Lumbuun mengatakan, dalam gugatan yang teregistrasi dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT itu menganggap tindakan KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden sebagai tindakan perbuatan melawan hukum.

Baca juga: Gugat KPU ke PTUN, PDI-P Sampaikan 4 Petitum Ini


"Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksudkan dalam gugatan ini adalah berkenaan dengan tindakan KPU sebagai penguasa di bidang penyelenggaraan Pemilu karena telah mengenyampingkan syarat usia minimum bagi cawapres, yaitu terhadap Saudara Gibran Rakabuming Raka," kata Gayus di Kantor PTUN, Cakung, Jakarta Timur.

Menurut Gayus, yang menjadi fokus gugatan PDI-P terhadap KPU di PTUN adalah soal landasan hukum dalam hal administrasi pendaftaran peserta Pilpres 2024.

Dia mengatakan, Gibran belum berusia 40 tahun sebagai syarat minimum usia pendaftaran capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019.

Bahkan, ketika KPU menerima Gibran sebagai kandidat cawapres, lembaga penyelenggara pemilu itu masih memberlakukan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang juga mengatur tentang syarat usia capres dan cawapres yang menyatakan bahwa usia minimal bagi capres dan cawapres adalah 40 tahun.

Baca juga: Hak Angket Pemilu Belum Bergulir, PDI-P Pilih Gugat KPU ke PTUN

"Fakta empiris dan fakta yuridis yang bertentangan ini menyatu dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. Hal itu terjadi karena tindakan melawan hukum oleh KPU, tindakan yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan demokrasi kita," ujar Gayus.

Di lain sisi, ia menegaskan bahwa gugatan ke PTUN ini bukan merupakan sengketa proses atau pun sengketa hasil Pemilu seperti yang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tetapi ditujukan pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU (onrechmatige overheidsdaad) sebagai pokok permasalahan atau objeknya," tegas dia.

Dia menyebut, apa yang dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran dalam Pilpres 2024 adalah kecelakaan hukum dalam demokrasi Indonesia.

Menurutnya, saat ini yang harus dilakukan oleh KPU adalah membatalkan cawapres Gibran.

Baca juga: KPU Anggap Aduan PDI-P ke PTUN Salah Alamat

"Dan menjadi pembelajaran bagi kita untuk mencegah permasalahan yang sama terjadi pada Pemilu selanjutnya," pungkas Gayus.

Sementara itu, KPU menganggap gugatan PDI-P ke PTUN keliru.

"Menurut UU Pemilu, penyelesaian perselisihan atas hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya di Mahkamah Konstitusi, bukan lembaga peradilan lainnya," kata anggota KPU RI Idham Holik kepada Kompas.com di sela sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, Rabu (3/4/2024).

"Dalam merespon informasi gugatan terhadap hasil pemilu, KPU berpedoman pada UU Pemilu," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com