Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Saksi Ganjar-Mahfud Ungkap Kadernya Diancam Ditembak oleh Diduga Aparat Pengamanan Presiden

Kompas.com - 02/04/2024, 19:04 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPC PDI-P Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih mengaku, salah satu kader Pengurus Anak Cabang (PAC) PDI-P diancam ditembak oleh aparat yang mengaku bagian dari pengamanan presiden.

Peristiwa ini terjadi ketika Presiden Joko Widodo akan berkunjung ke Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Diketahui, Endah dihadirkan sebagai saksi pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Endah menceritakan, kejadian bermula pada 29 Januari 2024 pukul 19.00 WIB ketika kader PDI-P mendapatkan intimidasi dari dua orang aparat yang mengaku sebagai tim pengawal Presiden.

Baca juga: Prabowo-Gibran Minta MK Panggil Kepala BIN soal Sengketa Pilpres

Aparat tersebut tengah mempersiapkan kabupaten Gunungkidul untuk lokasi kunjungan presiden. Kader itu menolak menurunkan bendera PDI-P usai aparat melarang agar tidak mengibarkan bendera di area Jokowi akan melintas.

Karena menolak, dua aparat tersebut minta bertemu dengan penanggung jawab dari PDI-P. Keduanya pun bertemu dengan Endah.

"Akhirnya terjadi dialog diskusi dan negosiasi yang kami dipaksa untuk menurunkan bendera. Dengan tegas kami menolak karena yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan aturan bahwa Presiden akan datang dan melintas kami diminta menurunkan bendera," kata Endah memberikan kesaksian dalam sidang sengketa, Selasa sore.

Baca juga: Wapres Klaim 4 Menteri yang Dipanggil MK Sudah Jalankan Tugas Sesuai Aturan

Singkat cerita dalam perjalanannya ke Gunungkidul, ia mendapatkan telepon bahwa ada relawan yang ditangkap dan dipukuli, kemudian dianiaya karena membentangkan spanduk Ganjar-Mahfud. Saat itu, tidak ada yang berani menolong.

Selanjutnya, Endah menelepon salah satu kader PAC Kecamatan Ponjong, Emanuel Apriyanto Purnawijaya untuk mencoba menegosiasi dengan aparat tersebut.

"Tetapi negosiasi ini gagal dilakukan Imanuel, bahkan Imanuel telepon bahwa dia diancam akan ditembak," tutur Endah.

Mendengar kabar tersebut, Endah emosi. Simpatisan tidak boleh dipukuli dan dihakimi mengingat Indonesia adalah negara Pancasila, meski dianggap membahayakan objek oleh aparat tersebut.

Ia mempersilakan simpatisan tersebut ditangkap, namun tidak perlu dianiaya. Endah lantas datang ke lokasi untuk melakukan negosiasi kembali.

Baca juga: Hakim MK Cecar KPU Ungkap Masalah Sirekap: Jawabannya Minim, Hanya Jelaskan Alat Bantu

"Sekitar pukul 13.03 WIB dan anak itu masih ditahan. Akhirnya Yang Mulia, kami menegosiasi kepada dua aparat yang melakukan penangkapan tersebut. Saya bertanya 'Bapak siapa?' (Dia menjawab), 'saya adalah ring pertama yang diminta untuk mengamankan presiden'," cerita Endah.

"(Endah bertanya lagi), 'Kenapa anak ini dipukuli? beliau menjawab karena anak itu dianggap membahayakan objek. Saya sampaikan 'Seandainya anak ini dianggap membahayakan objek, apakah harus dipukuli? Apakah harus dianiaya dan dipermalukan? Silakan ditangkap, silakan ditahan," imbuh Endah.

Mendengar cerita Endah, Suhartoyo lantas bertanya kapan kejadian tersebut berlangsung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com