Bahkan Hakim Konstitusi dapat dinilai kaca mata kuda dan tidak mempertimbangkan keadilan substantif dalam memutus.
Begitu juga apabila Hakim Konstitusi lebih mencondongkan pada optik hukum responsif dengan mengabulkan permohonan mendiskualifikasi paslon.
Hakim Konstitusi akan dinilai oleh Pihak Termohon dan Pihak Terkait tidak mencerminkan aspek keadilan karena dianggap telah keluar dari aturan yang telah digariskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pemilu. Selain itu akan dinilai pemborosan anggaran negara serta rentan terjadinya konflik sosial.
Kedua pilihan di atas sama-sama sulit yang harus dipilih oleh Hakim Konstitusi. Namun tentunya pilihan-pilihan sulit itulah harus diambil oleh Hakim Konstitusi, karena pada akhirnya tidak mungkin Hakim dapat memuaskan kedua belah pihak.
Kemerdekaan Hakim dalam memutus merupakan jaminan kebebasan sesuai dengan nilai yang diyakininya melalui penafsiran hukum yang dipilihnya. Walaupun putusan yang didasarkan pada penafsiran dan keyakinan demikian mungkin berlawanan dengan mereka yang mempunyai kekuasaan politik dan kewenangan administrasi.
Namun yang lebih penting dari itu, semoga persatuan dan kesatuan bangsa tetap menjadi tujuan kita bersama, sehingga siapapun dapat menerima dengan lapang dada apapun putusan MK kelak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.