Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Yusril Usai Pernyataan "MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator" Dikutip Mahfud

Kompas.com - 28/03/2024, 05:25 WIB
Singgih Wiryono,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra, merespons pernyataannya terkait "Mahkamah Kalkulator" yang diucapkan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD dalam sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Yusril mengatakan, pendapatnya yang dikutip Mahfud MD adalah pendapat lama tahun 2014 dan bisa berubah seiring waktu.

"Pendapat lama dan pendapat baru, bukan berarti saya inkonsisten dengan pendapat saya 2014 itu," kata Yusril di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Tak Jadi Mahkamah Kalkulator Saat Tangani Sengketa Pilpres

Yusril mengatakan, pada tahun 2014 ia menjadi saksi dalam sengketa pilpres dan menyebut MK tak seharusnya menjadi mahkamah kalkulator karena memiliki kewenangan memeriksa substansi penyelenggara pemilu.

"Bahkan dapat membatalkan hasil pemilu, itu betul saya ucapkan pada tahun 2014 ketika belum ada aturan tentang pembagian kewenangan," katanya.

Saat ini telah berlaku Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang membagi kewenangan pelanggaran pemilu ke beberapa lembaga.

Jika terjadi pelanggaran administratif, kewenangan ada pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pelanggaran pidana berada pada Gakkumdu.

MK disebut hanya memiliki kewenangan mengadili perselisihan hasil pemilu, dan tidak memiliki wewenang untuk mengadili proses dan administrasi pemilu.

"Jadi apakah saya mencla-mencle atau orang orang memang sengaja memberi gambaran ke orang-orang seolah-olah saya tidak mengerti persoalan ini, saya sangat mengerti persoalan ini," tutur Yusril.

"Jadi pendapat 2014 itu pasti akan berubah setelah 2017 karena adanya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang membagi kewenangan untuk menyelesaikan persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan pemilu," tandasnya.

Baca juga: MK Bukan Mahkamah Kalkulator, Jangan Juga Jadikan Mahkamah Kliping

Sebelumnya, Mahfud mengutip pernyataan Yusril yang meminta agar MK tidak fokus pada masalah angka semata dalam penanganan sengketa pemilihan preisden.

Mahfud menyebutkan, pernyataan itu diucapkan Yusril ketika menjadi ahli pada sidang sengketa hasil Pilpres 2014 lalu, sedangkan kini Yusril menjadi ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran dalam sengketa hasil Pilpres 2024.

"Mahaguru hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil pemilu 2014, dan bersaksi di MK pada tanggal 15 Juli mengatakan bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK," kata Mahfud dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024.

Mahfud kembali mengutip pernyataan Yusul yang menyebut pandangan tersebut bukanlah pandangan lama, tetapi pandangan baru yang terus berkembang hingga dewasa ini.

Baca juga: Mahfud Kutip Pernyataan Yusril Soal MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator

"Menjadikan MK hanya sekadar 'Mahkamah Kalkulator', menurut Pak Yusril, adalah justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui sekarang," ujar Mahfud.

Mantan ketua MK ini pun mendorong lembaga yang pernah dipimpinnya ini untuk membuat landmark decision dalam sengketa hasil Pilpres 2024.

Menurut dia, membuat landmark decision adalah salah satu kunci supaya MK dapat kembali menuai apresiasi dari masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor, Jadi Saksi Karen Agustiawan

Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor, Jadi Saksi Karen Agustiawan

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Nasional
Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Nasional
Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Nasional
Prabowo Bantah Pemerintahannya Bakal Terapkan Proteksionisme

Prabowo Bantah Pemerintahannya Bakal Terapkan Proteksionisme

Nasional
Klaim Tak Pernah Rekomendasikan Proyek di Kementan, SYL: Semua Harus Sesuai SOP

Klaim Tak Pernah Rekomendasikan Proyek di Kementan, SYL: Semua Harus Sesuai SOP

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi Capai 8 Persen di 3 Tahun Pemerintahannya

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi Capai 8 Persen di 3 Tahun Pemerintahannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com