Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ganjar-Mahfud: Hanya Butuh 5 Hakim MK untuk Hentikan Kegilaan Ini

Kompas.com - 27/03/2024, 16:42 WIB
Vitorio Mantalean,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mengungkapkan bahwa dibutuhkan hanya 5 hakim konstitusi untuk menghentikan "kegilaan"  penyimpangan Pilpres 2024.

"Cukup 5 orang hakim konstitusi yang berani menentang tirani demi konstitusi untuk menghentikan kegilaan ini," sebut Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, membacakan permohonan sengketa dalam sidang perdana di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (27/3/2024).

"Cukup 5 orang hakim konstitusi yang tidak gentar terhadap kekuasaan untuk memutus rantai kehancuran. Cukup 5 orang hakim konstitusi saja," ungkapnya.

Baca juga: Sidang Perdana Sengketa Pilpres, Kubu Ganjar-Mahfud: MK Berubah Jadi Mahkamah yang Memalukan

Ia menegaskan, hanya butuh 1 orang yang bersyahwat pada kekuasaan untuk merusak demokrasi di negeri ini, dengan janji manis dan dukungan ABPN untuk meninabobokan jutaan rakyat Indonesia untuk tidak memperjuangkan haknya atas demokrasi.

Dan tatkala gelombang kerusakan mulai menyebar, kata Todung, ternyata "seruan nelangsa dari ratusan akademisi tak cukup untuk menghentikannya".

"Ketika rakyat terlena; ketika akademisi tak didengar, lantas siapakah corong nurani yang bisa menghentikan rusaknya demokrasi bangsa ini?" kata Todung.

"Bagi kami, jawabannya adalah 5 orang hakim konstitusi. Jika keberanian untuk menghentikan kerusakan demokrasi ini ada, maka akan ada pula kesempatan untuk memperbaiki dan mendewasakan demokrasi Indonesia," tambahnya.

Baca juga: 2 Anak Pengacara Ganjar-Mahfud Tampil di Sidang MK: Mereka Kami Bimbing, Bukan Anak Karbit

Ganjar Pranowo mengutarakan hal senada.

Ia berujar, 5 orang hakim konstitusi itu lah yang harus diberikan dukungan agar MK kembali pada marwahnya, Mahkamah yang pernah dijadikan contoh oleh dunia sebagai lembaga penegak konstitusi yang progresif

"Perubahan yang bisa dilakukan dari seluruh carut-marut itu tadi disampaikan hanya butuh 5 orang berani untuk memutuskan nasib jalannya demokrasi ini," ujar dia.

Dalam sengketa Pilpres 2024, hanya 8 dari 9 hakim konstitusi yang ada yang diperbolehkan mengadili perkara ini.

Eks Ketua MK, Anwar Usman, sesuai Putusan Majelis Kehormatan MK pada 7 November 2023 melarangnya terlibat.

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud: Prabowo-Gibran Harusnya Tak Dapat Suara Sama Sekali

Anwar yang notabene ipar Presiden Joko Widodo itu sebelumnya dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat dalam penanganan dan penyusunan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarkan usia minimum capres-cawapres.

Putusan ini kemudian membukakan pintu untuk keponakannya, Gibran Rakabuming Raka (36), maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto berbekal status Wali Kota Solo kendati belum memenuhi syarat usia minimum 40 tahun.

Dari 8 hakim konstitusi yang menangani sengketa Pilpres 2024, hanya hakim Guntur Hamzah yang menyetujui putusan 90 itu secara menyeluruh.

Hakim Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic setuju pelonggaran juga, namun sepanjang ketentuan alternatif bahwa hanya kepala daerah tingkat provinsi yang bisa maju capres-cawapres sebelum berusia 40 tahun.

Dua hakim, Ridwan Mansyur dan Arsul Sani, merupakan dua hakim teranyar MK yang belum terlibat dalam putusan 90 itu.

Sementara itu, Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan eks Ketua MK Arief Hidayat termasuk pada golongan yang tidak setuju atas putusan 90.

Baca juga: Tim Hukum Ganjar-Mahfud: Tak Butuh Negarawan jika Hakim MK Hanya Urusi Jumlah Suara

Dalam gugatannya ke MK, Ganjar-Mahfud meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming didiskualifikasi.

Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.

Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.

Di samping itu, Ganjar-Mahfud juga mendalilkan soal adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), juga terlanggarnya asas-asas pemilu di dalam UUD 1945 akibat nepotisme Jokowi terhadap anaknya yang jadi kontestan melalui pengerahan sumber daya negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com