JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra menanggapi pernyataan calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD soal Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan hasil pemilihan umum (pemilu) yang kecurangannya terbukti terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Menurut Yusril, pendapat Mahfud adalah pandangan lama dalam ilmu hukum tata negara dan pandangan ahli hukum bisa berubah karena situasi.
"Dalam ilmu fiqih itu ada nasikh wal mansukh (norma baru menghapus norma lama), pendapat awal dan pendapat akhir," kata Yusril saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024) malam.
Baca juga: Penjelasan Mahfud soal Pernyataan “Yang Kalah Selalu Tuduh, Yang Menang Curang”
"Jadi kalau itu diucapkan pada tahun 2014 itu betul. Tapi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (tentang Pemilu) itu telah ada pembagian kewenangan," sambung dia.
Yusril mengatakan, pandangan Mahfud MD bisa saja berlaku ketika MK masih memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa pemilu secara luas.
Namun, UU Pemilu yang baru telah membagikan kewenangan lembaga terkait sengketa yang timbul dalam proses pemilu dan tak lagi terpusat ke MK saja.
Misalnya terkait persyaratan calon, yang berwenang menindak kasus itu adalah badan pengawas pemilu atau Bawaslu.
"Tidak puas ke Bawaslu, silakan maju ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) bahkan ada yang bisa dimajukan ke MA," ujar dia.
Baca juga: Hasil Pemilu 2024: Suara Partai Pengusung Ganjar-Mahfud Turun, Parpol Kubu Anies-Muhaimin Naik
Yusril juga menyebut, pelanggaran lain seperti unsur pidana juga tak bisa diajukan ke MK. pelanggaran ini berada di ranah Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Jadi ranah MK sudah jelas hanya terkait dengan perselisihan hasil pemilu yang tak lain adalah hasil perhitungan suara akhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI saja.
"Jadi itu (perkataan Mahfud bisa diartikan seperti) namanya qaul qadim qoul jadid, dalam ilmu fiqh ada pendapat lama ada pendapat baru," ucap Yusril.
"Saya tidak menyalahkan Pak Mahfud, Pak Mahfud kan kiai paham betul nasikh wal mansukh dan qul jadid," tandasnya.
Sebelumnya, dilansir dari Kompas TV, Mahfud menyebut MK bisa membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemilu ulang jika terbukti ada kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.
Misalnya, Pilkada Provinsi Jawa Timur Tahun 2008. Saat itu, Khofifah Indar Parawansa yang semula dinyatakan kalah kemudian dibatalkan dan MK memerintahkan pemilu ulang.
"Kemudian, ada hasil Pilkada Bengkulu Selatan, yang menang didiskulifikasi, yang bawahnya langsung naik. Hasil Pilkada Kota Waringin Barat sama dengan Bengkulu Selatan; dan banyak lagi kasus di mana ada pemilihan ulang, terpisah, daerah tertentu, desa tertentu dan sebagainya," ujarnya lagi.
Baca juga: Singgung Kecurangan Pemilu, Mahfud MD: Jangan Artikan Penggugat Selalu Kalah