Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rino Irlandi
Peneliti

Alumnus Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Menegakkan Hak Kebebasan Berbicara

Kompas.com - 25/03/2024, 14:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MAHKAMAH Konstitusi baru saja memutus perkara nomor 78 tahun 2023 pada Kamis (21/3). Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Haris Azhar dkk.

Salah satu gugatan yang dikabulkan berkenaan dengan pasal pidana berita bohong atau hoax.

Pasal yang dimaksud adalah dua pasal yang digabungkan oleh MK penilaian konstitusionalitasnya. Kedua pasal itu adalah Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.

Terhadap permohonan itu, MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional. Maknanya, dua pasal tersebut tidak boleh lagi diberlakukan.

Apa alasan MK menyatakan demikian? Alasan utamanya adalah MK menafsirkan pasal itu sebagai pasal karet. MK memandang kedua pasal undang-undang peraturan hukum pidana itu memiliki bobot parameter yang tidak jelas. Parameter yang dimaksud berkenaan dengan tiga unsur essensial.

Unsur pertama adalah tafsir berita atau pemberitahuan bohong. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyebut unsur ini mengandung sifat ambiguitas. Sebab, menurut MK, sulit untuk mengukur kebenaran yang disampaikan oleh seseorang.

Kebenaran pada pasal itu sangat bergantung pada subjektifitas. Latar belakang seseorang sangat memengaruhi penilaiannya terhadap suatu kabar.

Misalnya, kita ambil contoh berkenaan dengan makan babi antara sudut pandang dua agama berbeda.

Menurut ajaran keagamaannya, orang Islam akan lantang mengatakan hukum haram makan babi adalah berita yang benar.

Namun, orang Kristen memandangnya berbeda. Menurut ajaran keagamaannya, makan babi bukanlah sesuatu yang haram. Sehingga, berita tentang makan babi haram adalah sesuatu yang bohong.

Unsur kedua adalah tafsir dari makna onar atau keonaran. Merujuk ke KBBI, MK menyebut kedua kata itu memiliki tiga makna. Tiga makna itu adalah kegemparan, kerusuhan, dan keributan.

Karena memiliki tiga makna dan tingkat gradasi berbeda, maka jelas unsur keonaran memiliki makna ganda.

Unsur ketiga adalah kabar tidak pasti, atau kabar yang berkelebihan. Dalam menilai unsur ini, MK menyamakannya dengan unsur berita atau pemeritahuan bohong tadi. Di mana unsur ini memiliki makna ambigu dan sulit untuk diukur.

Kemenangan masyarakat sipil

Pascadiucapkan, putusan itu disambut bahagia oleh banyak orang. Sambutan bahagia terutama saya rasakan di kalangan orang-orang yang memang dikenal kritis terhadap pemerintah.

Mereka merayakannya di media sosial masing-masing dengan caption: kita menang!

Mengapa kita menang? Hal ini kemungkinan karena pengujian pasal-pasal yang dikabulkan kerap dilakukan untuk menjerat aktivis yang kritis kepada pemerintah. Contoh aktual adalah apa yang pernah dialami oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Dua aktivis HAM itu dilaporkan Luhut Binsar Panjaitan ke polisi. Laporan itu dilayangkan setelah Haris dan Fatia menyampaikan hasil riset di Channel Youtube milik Haris Azhar.

Videonya berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.

Dalam video itu, keduanya menyampaikan hasil riset dari koalisi masyarakat sipil. Riset itu memuat laporan tentang indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua. Studi kasus yang diambil adalah satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Dalam laporan riset itu, setidaknya ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi. Dua di antaranya adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.

Atas ucapan dua aktivis HAM itu, Luhut tak senang. Ia akhirnya melaporkan keduanya ke polisi. Melalui jeratan pasal pencemaran nama baik dan berita bohong (hoax), Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka.

Meski kini keduanya dibebaskan oleh pengadilan karena tidak terbukti bersalah, namun tetap saja tindakan Luhut adalah “intimidasi” dan kriminalisasi kepada pengkritiknya.

Pasal yang menjerat keduanya adalah pasal-pasal yang baru saja dihapus oleh MK. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. Selain pasal itu, ada pula Pasal 301 (1) KUHP yang dinyatakan MK sebagai inkonstitusional bersyarat.

Sehingga, wajar rasanya jika masyarakat sipil menganggap putusan itu sebagai kemenangan bagi mereka. Putusan itu semakin meneguhkan penegakan hak kebebasan berbicara mereka.

Kini, mereka merasa lebih aman untuk menyatakan pendapatnya di muka umum tanpa rasa takut dilaporkan.

Peran penting masyarakat sipil

Kemenangan itu semakin meneguhkan peran penting masyarakat sipil. Pasalnya, inisiatif gugatan berasal dari Haris Azhar dan berbagai organisasi masyarakat sipil.

Akibat dari gugatan itu, orang-orang kini merasa lebih leluasa untuk mengaktualisasikan hak berbicaranya.

Gugatan itu pun membenarkan studi yang baru-baru ini saya baca. Studi tersebut berjudul “How Constitutional Rights Matter” karya Adam Chiliton & Mila Versteeg.

Buku yang terbit pada 2020 ini bercerita tentang riset penegakan hak asasi manusia yang ada di dalam konstitusi.

Dalam buku ini, kedua sarjana itu menjelaskan peran penting organisasi untuk menegakkannya. Tanpa dukungan organisasi berdedikasi kuat, hak asasi yang tercantum dalam konstitusi sulit untuk ditegakkan.

Kesulitan itu terutama mengenai hak yang bersifat individual seperti hak kebebasan berbicara.

Mengapa demikian? Hal ini karena hak individual sering kali ditegakkan secara terputus. Maksudnya, orang menegakkan hak itu sendiri-sendiri tanpa ada gerakan sukarela bersama yang akibatnya tekanan kepada pemerintah untuk menegakkan hak-hak itu menjadi lemah.

Ini berbeda ketika hak individual ditegakkan oleh organisasi yang berdedikasi. Melalui organisasi, kumpulan individu yang ada di dalamnya bergerak bersama untuk menegakkan hak.

Dengan pemahaman yang sama, mereka menciptakan gerakan kolektif menekan pemerintah untuk menegakkan hak.

Dalam kasus tadi, kumpulan organisasi sipil menekan MK untuk menegakkan hak individual mereka. Hak yang dimaksud adalah hak kebebasan berbicara di muka umum. Hak ini tercantum pada Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945.

Oleh karena itu, kita mesti berterima kasih kepada para penggugat perkara nomor 78 ini. Berkat upaya gugatan mereka ke MK, kita menjadi jauh lebih leluasa menyampaikan pendapat di muka umum.

Baik pendapat yang diucapkan melalui lisan maupun tulisan sekarang tak gampang dikriminalisasi dengan tuduhan hoax. Bravo!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com