Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sidik Pramono
Dosen dan Peneliti

Pengajar pada Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia serta Peneliti pada Election and Governance Project

Menyiasati Sistem Proporsional Daftar Calon Terbuka

Kompas.com - 18/03/2024, 07:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HASIL Pemilihan Umum 2024 belum ditetapkan. Calon anggota DPR yang dinyatakan terpilih belum diumumkan.

Namun, pada saat proses rekapitulasi penghitungan suara secara nasional masih berlangsung, terberitakan bahwa seorang calon anggota DPR dari Partai Nasdem dengan perolehan suara signifikan yang potensial terpilih, justru duluan menyatakan mundur dari pencalonan.

Adalah Ratu Ngadu Bonu Wulla yang disebut mundur sebagai calon anggota DPR sekalipun perolehan suaranya menjadikan ia diprediksi bakal kembali terpilih sebagai anggota DPR periode 2024-2029.

Partai Nasdem dikabarkan telah menyerahkan surat pengunduran diri Ratu sebagai caleg DPR saat Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Suara Tingkat Nasional untuk Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT) II pada Selasa (12/03/2024).

Perolehan Ratu Wulla, caleg nomor urut ke-5 yang diajukan Partai Nasdem di dapil NTT II tersebut adalah sebanyak 76.331 suara.

Capaian itu menempatkan Ratu Wulla pada peringkat pertama di internal Partai Nasdem dan urutan ketiga dari keseluruhan caleg yang berlaga di dapil NTT II.

Perolehan itu mengalahkan capaian mantan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang ditempatkan di nomor urut 1, namun hanya mendapat 65.359 suara atau berjarak 10.972 suara dari capaian Ratu Wulla.

Jika Partai Nasdem hanya mendapat satu kursi DPR dari NTT II, semestinya Ratu Wulla yang akan kembali ke Parlemen, bukan Victor Laiskodat yang juga pernah duduk sebagai anggota DPR periode 2004-2009 dan 2014-2018.

Sebagaimana termuat dalam Pasal 27 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum; penetapan calon terpilih anggota DPR/DPRD didasarkan pada perolehan kursi partai politik di suatu daerah pemilihan (dapil) ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon anggota DPR/DPRD di satu dapil yang tercantum pada surat suara.

Berikutnya, penetapan calon terpilih anggota dilakukan berdasarkan peringkat suara sah terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya yang diperoleh setiap calon anggota DPR/DPRD sesuai jumlah perolehan kursi parpol pada dapil yang bersangkutan.

Sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka memang memungkinkan caleg dengan nomor urut berapapun menjadi calon terpilih sepanjang parpolnya bisa mengamankan kursi di dapil bersangkutan.

Nomor urut atas bukan lagi jaminan utama untuk melenggang ke kursi parlemen. Sekalipun calon bernomor urut 1, biasanya kandidat yang lebih dijagokan oleh partainya, acap kali calon yang bernomor urut lebih rendah justru meraup suara lebih banyak.

Pun sebagaimana kasus Ratu Wulla mengalahkan capaian Victor Laiskodat, yang tentu memiliki sederet penilaian baik sehingga ditempatkan oleh Partai Nasdem sebagai caleg bernomor urut 1.

Kalaupun kemudian Ratu Wulla mendapat suara terbanyak dan memutuskan mundur, kita bisa “berbaik sangka” bahwa Ratu Wulla berkompetisi dalam Pemilu 2024 semata-mata menjadi vote getter, pendulang suara yang bahu-membahu dengan calon lain untuk mengamankan perolehan kursi partai di dapilnya.

Sistem pemilu berikut mekanisme penetapan perolehan kursi dan calon anggota DPR/DPRD terpilih seperti itulah yang kerap memantik masalah.

Persaingan internal antarcalon dari parpol dalam dapil menjadi tidak kalah sengit dibandingkan dengan persaingan antarparpol ataupun antar-caleg yang berbeda parpol.

Ibaratnya, para caleg dalam satu parpol bekerja bersama-sama untuk memastikan parpolnya terlebih dulu meraih kursi dari dapil; untuk selanjutnya bertarung mati-matian di lingkup internal untuk memperebutkan kursi tersebut.

Fenomena pengunduran diri secara sukarela sebelum penetapan calon terpilih, seperti yang dilakukan oleh Ratu Wulla mungkin saja terhitung “baru”.

Namun khusus pada Pemilu 2024, diberitakan ada calon anggota DPRD yang perolehan suaranya signifikan, tetapi terancam tak akan dilantik karena tidak dikehendaki oleh partainya sendiri.

Terlepas dari apapun motifnya, jika benar Ratu Wulla mundur sukarela dan tanpa ada sengketa dengan partainya, yang bersangkutan dipastikan akan dinyatakan dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) sehingga haknya sebagai calon anggota legislatif akan hilang, termasuk kesempatan menjadi calon pengganti.

Biasanya, jika memang calon terpilih ternyata bukanlah calon yang diinginkan oleh partainya untuk duduk di parlemen, partai politik akan menggunakan mekanisme penggantian antarwaktu (PAW).

Ketentuan menyatakan bahwa PAW dilakukan dengan anggota DPR/DPRD yang berhenti antarwaktu digantikan oleh calon pengganti antarwaktu diambil dari daftar calon dari parpol yang sama pada daerah pemilihan sama, yang menduduki peringkat suara terbanyak berikutnya.

Mekanisme PAW ini adalah proses yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan, sekalipun banyak pihak yang merasa bahwa ketentuan PAW tersebut memberikan ruang kekuasaan berlebih kepada parpol.

Di luar terjadinya pelanggaran hukum oleh caleg terpilih yang memang sudah sewajarnya dilakukan penggantian, masih terdapat ruang kewenangan yang besar dari parpol untuk menarik anggotanya di parlemen tanpa parameter lebih terukur dan bisa saja didasari kesuka-tidaksukaan pada anggota tertentu.

Alhasil, pengajuan PAW potensial memancing sengketa yang berlarut manakala anggota yang ditarik ternyata berani melawan keputusan partainya sendiri.

Dalam klausul perundang-undangan, kata kunci PAW adalah calon pengganti dari dapil yang sama tersebut menduduki peringkat suara terbanyak berikutnya.

Tantangannya adalah manakala perolehan suara calon yang dijagokan tepat di belakang calon terpilih.

Namun bisa dibayangkan jika calon yang ingin dimajukan oleh parpol ternyata perolehan suaranya masih di bawah sejumlah calon lain –yang semestinya lebih berhak mendapatkan kursi penggantian tersebut.

Dalam kondisi calon yang dijagokan harus “melompati” sejumlah calon lain, biasanya yang terjadi adalah “proses internal” yang berujung pada pengunduran diri para calon tersebut sehingga sang calon jagoan secara formal menjadi berhak ditetapkan sebagai anggota parlemen dengan mekanisme PAW.

Pemilu 2019 lalu memperlihatkan bagaimana calon bernomor urut atas yang perolehan suaranya dikalahkan oleh calon nomor urut di bawahnya, mengupayakan berbagai upaya untuk meraih kursi parlemen.

Saat itu, aktris Mulan Jameela sekalipun perolehan suaranya di urutan kelima, akhirnya ditetapkan sebagai anggota DPR RI terpilih dari dapil Jabar XI setelah dua calon yang sebelumnya menempati perolehan suara ketiga dan keempat, yakni Ervin Luthfi dan Fahrul Rozi, diberhentikan dari keanggotaan Partai Gerindra.

Pun saat politikus PDI Perjuangan Nazarudin Kiemas meninggal dunia dua pekan menjelang hari-H Pemilu 2019, namun masih mendapat suara terbanyak calon PDI Perjuangan di dapil Sumatera Selatan I.

Pengurus PDI Perjuangan mengusulkan nama Harun Masiku yang suaranya sebenarnya kalah dibandingkan calon PDI Perjuangan lainnya. Kita sama-sama mengetahui bagaimana kelanjutan kasus tersebut.

Pada hari-hari yang semakin mendekati penetapan hasil pemilu maupun penetapan calon anggota DPR/DPRD terpilih, bukan tidak mungkin praktik serupa bakal terulang lagi.

Dalih pengunduran diri caleg tanpa paksaan paling mungkin disorongkan untuk menggantikannya dengan calon pilihan partai.

Padahal, sistem proporsional dengan daftar calon terbuka, di mana calon terpilih ditetapkan berdasarkan perolehan suara terbanyak, diikhtiarkan untuk memberikan penghargaan maksimal kepada suara rakyat pemilih.

Parpol dengan mekanisme internal demokratisnya, telah mendapatkan kanal kewenangan mengajukan calon berikut nomor urutnya dalam daftar, untuk kemudian diajukan untuk dipilih oleh rakyat.

Boleh saja parpol memiliki preferensi calon jagoan dengan memberikannya nomor urut atas pada daftar calon. Namun, pada akhirnya suara rakyat pemilihlah yang semestinya dihormati sebagai penentu.

Ironis jika terus-menerus dicari celah sebagai penyiasatan atas sistem pemilu yang berlaku.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com