Data SPTK 2021 menunjukkan, 41,4 persen sering atau sangat sering merasa cepat lelah secara berlebihan, 32 persen mengalami gangguan tidur, 30,3 persen mengalami sakit kepala, 26,4 persen merasa gugup, tegang, cemas, atau gelisah berlebihan, 24 persen merasa kesepian meskipun di tengah keramaian, serta 20,5 persen mengalami gangguan pola makan.
Dari sisi perilaku sosial, seseorang yang ingin bunuh diri merasa terasing dari komunitas. Hasil SPTK 2021 menunjukkan, terdapat 51,9 persen yang jarang atau sangat jarang melakukan kegiatan bersama keluarga, 15,6 persen sering tidak akur dengan anggota keluarga, 14,4 persen merasa tidak punya sahabat, 13,4 persen merasa ditinggalkan komunitasnya, serta 13 persen merasa terasing dari komunitasnya.
Parahnya, upaya bunuh diri berasal dari riak permasalahan keluarga, teman, kolega, komunitas, dan masyarakat.
Dari sisi lingkungan, seseorang yang ingin bunuh diri sering dijumpai di rumah kontak/sewa atau bebas sewa.
Hasil SPTK 2021 menunjukkan, terdapat 16,8 persen tinggal di rumah kontak/sewa atau bebas sewa, 29,7 persen tinggal di rumah dengan dinding terluas berupa kayu/bambu, kemudian 10 persen lantai terluas berupa bambu dan tanah, jenis bahan bakar memasak 24,8 persen arang/briket/kayu bakar, serta 22 persen rumah rusak sedang atau berat.
Dari sisi ekonomi, seseorang yang ingin bunuh diri sebagian besar tidak punya tabungan. Hasil SPTK 2021 menunjukkan, terdapat 50,9 persen tidak menabung, 85,4 persen tidak memiliki jaminan hari tua, 65,18 persen memiliki pendapatan di bawah tiga juta per bulan, 51,9 persen pendapatan tidak mencukupi semua kebutuhan hidup sehari-hari, 21,9 persen meminjam atau minta bantuan untuk menutup kekurangan pendapatan.
Kondisi-kondisi ini sejalan dengan catatan WHO sekaligus beberapa kasus bunuh diri yang terungkap yang dipicu masalah ekonomi.
Padahal, sebagai penyeimbang hidup, pemerintah mendorong berbagai potensi wisata sesuai dengan amanah UU No. 9/2009.
Menurut publikasi Statistik Objek Daya Tarik Wisata 2022, tercatat sebanyak 2.930 tempat wisata yang tumbuh 14,32 persen dibanding tahun 2021.
Tarif objek wisata pun terjangkau, seperti di 258 objek wisata tarifnya kurang dari Rp 5.000, 338 unit objek wisata memiliki tarif antara Rp 5.001 hingga Rp 20.000, terbanyak 1.817 unit usaha memiliki tarif Rp 21.000 hingga Rp 50.000, serta 517 unit usaha wisata memiliki tarif lebih dari Rp. 50.000.
Sayangnya, banyaknya daya tarik wisata ini tak menarik bagi mereka yang mengalami tekanan mental.
Bagi seseorang yang ingin bunuh diri, tempat wisata bukan tempat yang menenangkan. Karena, gambaran SPTK 2021, sebanyak 76,6 persen waktu luang mereka gunakan untuk nonton tv/video/bioskop. Sehingga, tayangan penyemangat hidup jauh lebih penting dibanding drama beban hidup.
Bagi kelas menengah, dinamika ekonomi hingga kenaikan harga kebutuhan pokok, menambah tekanan tersendiri. Sementara, kemewahan hidup di kota menjadi norma kesuksesan era modern.
Hal ini diperparah tidak adanya keseimbangan antara pekerjaan, keluarga, dan kehidupan sosial, dan multitasking dapat mengkapitalisasi stres berlebihan.
Akumulasi beban muncul saat dilakukan upaya menenangkan diri di tempat hiburan, bioskop, game online, dan hiburan perkotaan lainnya.