Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Mengenang "Ramadhan Politik" Harmoko

Kompas.com - 12/03/2024, 07:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Karena pendekatan kritik ke rezim Orde Baru tidak bisa lugas, Zainuddin MZ menggunakan dua sisi, yaitu apresiasi dan kritik terhadap pemerintah di bawah kekuasaan Presiden Soeharto.

Mengapa dua sisi? Penguasa rezim Orde Baru sensitif terhadap kritik yang bertendensi positif maupun negatif, yang terstruktur maupun sporadik.

Dengan gaya bahasa yang memukau, dan irama yang energik, Safari Ramadhan Zainuddin MZ menarik jutaan umat Islam karena konten orasinya bernas, menarik, dan menggelitik.

Sementara pemerintah bisa menerima karena gaya dan ekspresi kiai sejuta umat sangat terukur. Selain itu, ungkapan-ungkapannya terdapat elemen-elemen pencerahan politik bagi umat Islam awam maupun terpelajar.

Bentuk-bentuk Safari Ramadhan yang bertendensi untuk sosialisasi maupun pendekatan politik dari para pejabat negara berlanjut pasca-Orde Baru.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Joko Widodo, dan pimpinan-pimpinan partai-partai, melakukan Safari Ramadhan dengan format yang sesuai selera masing-masing.

Safari Ramadhan SBY sebagian meniru gaya lama, kunjungan kerja dan singgah di masjid, tetapi itu jarang dilakukan. Momentum safari SBY pada hari besar agama di Masjid Istiqlal, misalnya. Atau menyelenggarakan hari besar Islam di Istana.

Pendekatan “kegiatan agama” di Istana dilanjutkan oleh Presiden Jokowi pada saat Nuzulul Quran, dan kesempatan lainnya.

Pola politisasi agama selalu dinamis, mengikuti perkembangan teknologi. Pada era teknologi informasi yang menyelenggarakan dan memfasilitasi media sosial, para elite politik maupun pejabat publik menggunakan jasa pesan pendek (WA), Facebook, Instragram, YouTube sebagai medium politisasi agama.

Mereka berkirim tausiyah, pesan-pesan keagamaan dengan tujuan para kolega mengenalinya, dan memahami di balik kiriman pesan terdapat kepentingan politik sekaligus sosialisasi politik untuk meraih jabatan dalam jangka waktu tertentu.

Strategi itu lebih dekat pada musim kompetisi politik (pemilihan presiden-wakil presiden, calog legislatif, calon gubernur, bupati). Kemasan pesan politisasi agama pun disesuaikan dengan format media dan kepentingan politik yang ingin diraih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan 'Sesuai Kebutuhan Presiden'

Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan "Sesuai Kebutuhan Presiden"

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Nasional
Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Nasional
Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Nasional
Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Nasional
Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Nasional
Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Nasional
4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK

4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK

Nasional
Kasus TPPU Hasbi Hasan, KPK Kembali Periksa Kepala Biro Umum Mahkamah Agung

Kasus TPPU Hasbi Hasan, KPK Kembali Periksa Kepala Biro Umum Mahkamah Agung

Nasional
Anggarannya Besar, Program Makan Siang Gratis Prabowo Bakal Dimonitor KPK

Anggarannya Besar, Program Makan Siang Gratis Prabowo Bakal Dimonitor KPK

Nasional
BNPB Salurkan Dana Bantuan Bencana Rp 3,2 Miliar untuk Penanganan Banjir Lahar di Sumbar

BNPB Salurkan Dana Bantuan Bencana Rp 3,2 Miliar untuk Penanganan Banjir Lahar di Sumbar

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Eksploitasi Anak di Bawah 18 Tahun untuk Iklan Dilarang

Draf RUU Penyiaran: Eksploitasi Anak di Bawah 18 Tahun untuk Iklan Dilarang

Nasional
Ungkap Kriteria Pansel Capim KPK, Jokowi: Tokoh yang Baik, 'Concern' ke Pemberantasan Korupsi

Ungkap Kriteria Pansel Capim KPK, Jokowi: Tokoh yang Baik, "Concern" ke Pemberantasan Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com