Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Mengenang "Ramadhan Politik" Harmoko

Kompas.com - 12/03/2024, 07:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLITISASI agama yang dibahasakan aktivis hak asasi manusia Amerika Serikat Kauffman dan Buya Syafii Maarif sebagai politik identitas melekat dalam budaya dan perilaku politik di Indonesia.

Kondisi demikian sebagai konsekuensi atas penolakan terhadap terminologi budaya dan politik sekuler.

Ketika para elite politik maupun budayawan berkoar-koar jangan melakukan politik identitas, maka ungkapan itu sebagai pengingkaran atas kondisi faktual budaya sekuler.

Dalam bentuk penolakan pemisahan agama dan negara atau politik dan agama, para elite politik dan aparatus negara menyajikan kategori nasionalis-religius sebagai bentuk alternatif untuk menggambarkan bahwa budaya dan perilaku politik nasionalis tetap berbasis agama.

Ini sebagai barikade bahwa nasionalis tidak berkonotasi komunis dan sejenis ideologi lainnya, dan berkawan dengan Islam.

Penggunaan diksi agama dalam budaya dan perilaku politik, dalam pandangan almarhum M. Rusli Karim, dikategorikan sebagai Islam politik.

Dalam bukunya “Negara dan Peminggiran Islam Politik", kolega dan partner diskusi Buya Syafii Maarif itu menggambarkan Islam politik sebagai perilaku menggunakan agama sebagai instrumen kepentingan atau alat mencapai tujuan.

Contoh instrumentalisasi agama dalam bentuk lembaga agama dan ajaran agama menjadi alat pembenaran atau legitimasi atas langkah politik, kebijakan atau program kerja kekuasaan.

Atau agama menjadi alat mencapai tujuan meloloskan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Ekspresi Islam politik demikian bisa dibaca secara sederhana dalam berbagai kasus ketika aparatus atau pejabat negara atau politisi, calon presiden, gubernur, wali kota dan lainnya mencitrakan diri sebagai pejabat atau politisi yang religius, taat beragama, secara instan.

Dalam tahap lebih dalam, Islam politik bisa dikontekstualisasikan dengan orientasi politik dan kebijakan rezim Orde Baru. Mereka bisa bermuka dua.

Untuk alasan pluralism maupun pencegahan sikap fundamentalis, radikal, dan sejenisnya, pemerintah waktu itu melarang siswa perempuan berjilbab. Sebaliknya, saat pemerintah Soeharto memerlukan dukungan dan legitimasi Islam, larangan siswa berjilbab dianulir atau dicabut.

Bagaimana strategi elite politik dan aparatus negara melakukan instrumentalisasi agama pada masa Ramadhan? Yang paling popular adalah Safari Ramadhan para pejabat.

Para pejabat yang dilibatkan dari setingkat menteri sampai camat. Bentuknya, mereka berkunjung ke masjid-masjid. Ada pejabat yang ikut jamaah shalat Isya dilanjutkan Tarawih, ada yang datang ke lokasi safari berbarengan ibadah malam itu selesai.

Usai tarawuh, para pejabat negara menyampaikan pidato tentang program-program pembangunan dan berbagai kebijakan pemerintah. Acara ini ada yang disiarkan langsung (on air) maupun tunda (off air) di televisi pemerintah (TVRI).

Safari Ramadhan itu merupakan format pendekatan pemerintah secara top down terhadap warga. Format komunikasi satu arah ini bisa ditemui dalam bentuk lain seperti kelompencapir (kelompok pendengar (radio), pembaca (koran), dan pemirsa/TV).

Dalam kasus kelompencapir, meskipun terjadi dialog, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para petani sudah disiapkan oleh aparatus negara tertentu yang mengusai bidang dan isu yang dibahas oleh presiden atau menteri terkait. Karena dianggap penting, acara demikian disiarkan langsung maupun tunda oleh TVRI.

Berbeda halnya dalam Safari Ramadhan, pola komunikasi sepenuhnya satu arah. Jamaah Tarawih hanya mendengarkan pidato pejabat pemerintah.

Aktor terkenal yang menghidupkan Safari Ramadhan dan kelompencapir selain Presiden Soeharto adalah “tangan kanan presiden”, dalam hal ini Menteri Penerangan 1983-1997 Harmoko. Diksi yang digunakan Harmoko untuk menyebut forum itu adalah ‘sambung rasa’.

Ketua Umum Golkar (1993–1998) itu, berkeliling daerah selama 10 sampai 14 hari setiap Ramadhan.

Sebagai pejabat negara, kegiatan ini disejajarkan sebagai kunjungan kerja. Tujuannya, pemerintah menggunakan momentum Tarawih untuk sosialisasi kebijakan dan berbagai program.

Produknya bukan soal bagaimana pemerintah peduli, simpatik, dekat dengan Islam, sebaliknya yang terjadi adalah pemerintah mengendalikan umat Islam.

Maka produknya dalam buku dengan tajuk “Kunjungan Kerja Menteri Penerangan RI Safari Ramadhan dan Safari Ramadhan Menteri Penerangan”. Acara ini menjadi embrio kegiatan sejenis pada masa Orde Baru maupun Orde Refomasi dan selanjutnya.

Lokasi Safari Ramadhan tidak selalu di masjid. Pondok pesantren menjadi alternatif Safari Ramadhan karena kiai-kiai dan santri-santri menjadi objek yang oleh pemerintah dianggap perlu dikendalikan atau dibina agar mereka selalu melegitimasi kekuasaan pemerintah.

Pesan Harmoko yang popular dalam Safari Ramadan, seperti "Semangat Ramadhan ternyata sejalan dengan semangat efisien yang sedang digalakan pemerintah: prihatin, sederhana, hemat dan tepat guna." (baca www.kompas.com, 21-5-2021)

Kegiatan sejenis oleh pihak non-pemerintah dilakukan oleh almarhum KH Zainuddin MZ. “Kiai Sejuta Umat” itu menjalankan format Safari Ramadhan bisa sendiri maupun kolaborasi dengan Rhoma Irama dan Soneta.

Ikut di dalamnya sebagai sponsor televisi swasta, Indosiar. Televisi swasta yang beroperasi sejak 11 Januari 1995, memerlukan peningkatan rating pemirsa.

Di antara strategi mencapai rating tinggi, produser mengadakan acara Tabligh Akbar Ramadhan maupun Nada dan Dakwah.

Tabligh akbar bisa menampilkan KH Zainuddin MZ saja, bisa juga kolaborasi Zainuddin MZ, Rhoma Irama, dan Soneta, maupun artis-artis ibu kota lainnya.

Apabila Safari Ramadhan Harmoko fokus sosialisasi kebijakan dan program kerja pemerintah, maka konten dalam safari Zainuddin MZ adalah persoalan agama, dalam konteks mengajarkan nilai-nilai agama kepada audien maupun melegitimasi sekaligus kritik kebijakan pemerintah.

Karena pendekatan kritik ke rezim Orde Baru tidak bisa lugas, Zainuddin MZ menggunakan dua sisi, yaitu apresiasi dan kritik terhadap pemerintah di bawah kekuasaan Presiden Soeharto.

Mengapa dua sisi? Penguasa rezim Orde Baru sensitif terhadap kritik yang bertendensi positif maupun negatif, yang terstruktur maupun sporadik.

Dengan gaya bahasa yang memukau, dan irama yang energik, Safari Ramadhan Zainuddin MZ menarik jutaan umat Islam karena konten orasinya bernas, menarik, dan menggelitik.

Sementara pemerintah bisa menerima karena gaya dan ekspresi kiai sejuta umat sangat terukur. Selain itu, ungkapan-ungkapannya terdapat elemen-elemen pencerahan politik bagi umat Islam awam maupun terpelajar.

Bentuk-bentuk Safari Ramadhan yang bertendensi untuk sosialisasi maupun pendekatan politik dari para pejabat negara berlanjut pasca-Orde Baru.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Joko Widodo, dan pimpinan-pimpinan partai-partai, melakukan Safari Ramadhan dengan format yang sesuai selera masing-masing.

Safari Ramadhan SBY sebagian meniru gaya lama, kunjungan kerja dan singgah di masjid, tetapi itu jarang dilakukan. Momentum safari SBY pada hari besar agama di Masjid Istiqlal, misalnya. Atau menyelenggarakan hari besar Islam di Istana.

Pendekatan “kegiatan agama” di Istana dilanjutkan oleh Presiden Jokowi pada saat Nuzulul Quran, dan kesempatan lainnya.

Pola politisasi agama selalu dinamis, mengikuti perkembangan teknologi. Pada era teknologi informasi yang menyelenggarakan dan memfasilitasi media sosial, para elite politik maupun pejabat publik menggunakan jasa pesan pendek (WA), Facebook, Instragram, YouTube sebagai medium politisasi agama.

Mereka berkirim tausiyah, pesan-pesan keagamaan dengan tujuan para kolega mengenalinya, dan memahami di balik kiriman pesan terdapat kepentingan politik sekaligus sosialisasi politik untuk meraih jabatan dalam jangka waktu tertentu.

Strategi itu lebih dekat pada musim kompetisi politik (pemilihan presiden-wakil presiden, calog legislatif, calon gubernur, bupati). Kemasan pesan politisasi agama pun disesuaikan dengan format media dan kepentingan politik yang ingin diraih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Nasional
Ingatkan soal Krisis Air, Jokowi: Jangan Biarkan Air Terus Mengalir ke Laut dan Tidak Dimanfaatkan

Ingatkan soal Krisis Air, Jokowi: Jangan Biarkan Air Terus Mengalir ke Laut dan Tidak Dimanfaatkan

Nasional
Korban Banjir Bandang Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Hilang, 37 Luka-luka

Korban Banjir Bandang Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Hilang, 37 Luka-luka

Nasional
Sita Mobil Mercedes Benz Terkait Kasus TPPU SYL, KPK: Kepemilikannya Dipindahtangankan

Sita Mobil Mercedes Benz Terkait Kasus TPPU SYL, KPK: Kepemilikannya Dipindahtangankan

Nasional
Prabowo Ajak Gibran Bertemu Presiden MBZ

Prabowo Ajak Gibran Bertemu Presiden MBZ

Nasional
Daftar Layanan Kesehatan yang Tidak Dijamin BPJS Sesuai Perpres 59 Tahun 2024

Daftar Layanan Kesehatan yang Tidak Dijamin BPJS Sesuai Perpres 59 Tahun 2024

Nasional
Buka Masa Sidang, DPR Janji Prioritaskan Penyelesaian 43 RUU Sebelum Masa Jabatan Berakhir

Buka Masa Sidang, DPR Janji Prioritaskan Penyelesaian 43 RUU Sebelum Masa Jabatan Berakhir

Nasional
KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

Nasional
Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Nasional
KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

Nasional
Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Nasional
Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Nasional
12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com