Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Paham Kerap Jadi Alasan Bentrok TNI-Polri, Pengamat: Terlalu Menyederhanakan Masalah

Kompas.com - 08/03/2024, 06:46 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyentil pimpinan TNI-Polri yang berkali-kali berdalih bentrok antara prajurit TNI dan anggota polisi hanya merupakan kesalahpahaman.

Terbaru, prajurit TNI menyerang Mapolres Jayawijaya, Papua, pada Sabtu (2/3/2024) malam dan dianggap hanya kesalahpahaman oleh para pimpinan.

Menurut Fahmi, pernyataan pimpinan TNI-Polri yang menyebut kejadian bentrok seperti itu sebagai kesalahpahaman menandakan mereka menyederhanakan masalah.

"Saya ingin menyoroti komentar pimpinan TNI dan Polri setempat pasca-insiden penyerangan dan perusakan fasilitas Polres Jayawijaya oleh sejumlah oknum TNI kemarin. Menurut saya, komentar yang lagi-lagi menyebut bahwa apa yang terjadi itu merupakan bentuk kesalahpahaman, adalah komentar yang bertendensi menyederhanakan masalah," ujar Fahmi saat dimintai konfirmasi, Kamis (7/3/2024).

"Kita tahu bahwa insiden semacam itu bukan baru pertama kali terjadi dan terus berulang di berbagai daerah, termasuk di Papua," kata dia.

Baca juga: Prajurit TNI Serang Polres Jayawijaya, KSAD Maruli: Emosi Sesaat Anak Muda...

Fahmi menyampaikan, dalam banyak kasus oknum TNI dan polisi, akar masalah sebenarnya adalah superioritas, arogansi, egosektoral dan kecemburuan yang secara sengaja atau tidak, telah terpompa berlebihan sehingga menimbulkan ekses dan terimplementasi secara kurang tepat.

Dia bahkan menyebut TNI-Polri memang didesain sebagai alat kekerasan negara dalam rangka menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah, melindungi masyarakat, memelihara keamanan, dan menegakkan hukum.

"Sebagai 'alat pemukul', TNI dan Polri ditempa untuk bermental juara. Mereka juga didoktrin bahwa kekalahan adalah hal yang memalukan, karena itu harus memiliki mental superior dan arogansi untuk menghadapi lawan atau musuh," kata Fahmi.

Menurut dia, hal tersebut wajar, mengingat mereka memang disiapkan untuk mampu menangkal setiap ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan negara.

Selain itu, TNI-Polri harus menghentikan gangguan keamanan, menjaga ketertiban, dan menindak perbuatan melawan hukum.

Baca juga: Bertemu Prabowo di Kantor Kemenhan, AHY: Beri Selamat Jenderal TNI

Masalahnya, kata Fahmi, superioritas, arogansi, dan ego sektoral itu ternyata juga memunculkan kecemburuan satu sama lain, misalnya terkait polisi yang diberi kewenangan lebih berupa penegakan hukum.

"Terutama menyangkut isu kesejahteraan dan kewenangan. Selain juga memelihara potensi terjadinya kekerasan terhadap warga sipil," kata dia. 

Namun, jika ingin menghilangkan budaya kekerasan di lingkungan TNI-Polri, Fahmi berpendapat, itu gagasan yang naif.

Sebab, menurut dia, baik anggota polisi maupun TNI memang ditempa untuk mampu melakukan kekerasan yang sepatutnya.

Oleh karena itu, hal yang mungkin dilakukan, yaitu meminimalkan peluang tindakan impulsif dan kekerasan eksesif.

Upaya itu misalnya dilakukan dengan memperkuat nilai-nilai moral dan integritas, seperti harus malu ketika melakukan kesalahan dan kecurangan.

"Hukum harus ditegakkan pada siapa pun yang bersalah dan melakukan perbuatan melawan hukum. Siapa pun yang tidak mematuhi aturan, mengabaikan perintah, harus didisiplinkan," ucap Fahmi.

Baca juga: TNI AD Ingin Bangun 22 Kodam Baru, KSAD Sebut Agar Imbang dengan Polda

Maka dari itu, Fahmi mengingatkan pimpinan TNI-Polri, terutama yang ada di lapangan, harus mampu memberi teladan dan meningkatkan pengawasan, bukan malah membiarkan atau malah memfasilitasi arogansi dan aksi main hakim sendiri.

Dia menyayangkan pimpinan TNI dan Polri yang seakan menyederhanakan masalah dengan menyebut insiden yang terjadi seolah-olah hanya sekadar kesalahpahaman.

Lalu, pimpinan TNI juga harus berhati-hati dalam pelaksanaan kegiatan prajurit yang melibatkan masyarakat atau berada di tengah masyarakat.

Fahmi menyebut, ada banyak hal yang dapat memicu terjadinya kesalahpahaman berujung kekerasan.

"Termasuk yang kemudian dapat memicu benturan dengan kewenangan Polri dalam pemeliharaan kamtibmas, seperti yang kabarnya memicu persoalan di Jayawijaya kemarin," kata dia.

Sementara itu, Fahmi mengingatkan Polri harus lebih berhati-hati dalam menjaga sikap dan perilaku.

Sebab, kata dia, polisi memiliki kewenangan yang tidak dimiliki TNI. Fahmi meminta polisi untuk tidak arogan.

"Jangan arogan, apalagi sewenang-wenang. Kenapa? Karena selain didukung kekuatan fisik, mereka punya kekuatan lain yang jelas tidak dimiliki anggota TNI di tengah masyarakat, yaitu kewenangan bertindak atas nama hukum," kata Fahmi.

"Bagaimanapun, polisi ini meski kinerjanya baik, dia masih bisa dibenci, terutama oleh para pelaku kejahatan dan pelanggar hukum. Apalagi jika kinerjanya buruk, masyarakat pasti tidak suka," ucap dia.


Serangan ke Polres Jayawijaya

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak mengatakan, kejadian prajurit TNI menyerang markas Polres Jayawijaya, Papua hanyalah emosi sesaat anak muda.

Maruli menyebut, yang terpenting adalah jangan sampai ada korban jiwa dari serangan-serangan seperti itu.

"Ya mudah-mudahan tidak sampai ada korban jiwa apa segala macam lah. Tapi ini saya pikir anak-anak muda yang emosi sesaat lah," ujar Maruli saat ditemui di Markas Kopassus, Jakarta Timur, Kamis (7/3/2024).

Menurut Maruli, pihaknya sudah berhasil meredam emosi para prajurit.

Dia juga mengatakan kenakalan yang para prajurit lakukan belum mencapai taraf serius karena tidak sampai menimbulkan korban jiwa ataupun menggunakan alutsista.

"Selama ini tidak sampai ada korban jiwa, lumpuh, menggunakan alutsista, ya kita mungkin anggap ini mudah-mudahan mungkin kenakalan-kenakalan yang tetap kita anggap tidak cukup serius. Karena institusi yang diserang, tetap kita lakukan itu (penetapan tersangka)," tutur dia.

Baca juga: Buntut Penyerangan Polisi di Jayapura, 13 Orang Jadi Tersangka

Meski begitu, Maruli mengatakan, kejadian bentrok seperti ini terus berulang, meski TNI selalu melakukan evaluasi.

Dia mengaku akan mengevaluasi perihal sistem komunikasi, sehingga tidak ada lagi kejadian salah paham seperti yang terjadi di insiden Polres Jayawijaya.

"Kita evaluasi juga bagaimana komandan di sana dengan kapolres-nya. Sebetulnya mereka kan forkopimda. Itu kalau batalion berarti forkopimda plus. Mestinya mereka sudah berkomunikasi bagaimana cara menyatukan anggota. Nah sekarang anggotanya jadi salah paham, akhirnya terjadi seperti ini," ucap Maruli.

Sementara itu, terkait psikologi para tentara, Maruli meyakini tidak ada masalah. Sebab, kata dia, ketika masuk TNI pun, mereka semua dicek psikologisnya.

"Jadi Anda kalau kelihatan stabil, tapi lagi laper, lagi pusing, tetap saja emosi kan. Jadi dalam hukum-hukum pun harus kita lihat sisi itu, apa yang terjadi di sana," kata dia.

"Kita tarik ke belakangnya, mungkin ada kata-kata yang membuat dia tersinggung, emosi membawa institusi nah itu yang mungkin dalam hukum ada yang akan membuat dia dihukum berat dan atau dia meringankan. Mudah-mudahan tidak ada kelanjutan yang tidak baik," ucap Maruli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com