Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Di Atas Bagi Jabatan, di Bawah Antre Beras

Kompas.com - 01/03/2024, 06:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.

Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.

Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.

Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.

Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.

Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.

Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.

SETIAP membaca puisi “Orang-Orang Miskin” karya WS Rendra, ingatan saya selalu teringat dengan kehidupan di masa kecil dulu. Di Malang, Jawa Timur, tahun 1970-an saat zaman dibilang Orde Baru tetapi hidup tidak ada yang “baru”.

Ayah yang serdadu berpangkat rendah dan kakek polisi berpangkat minim, hanya bisa hidup dengan sederhana. Ibu dan nenek selalu mengakali cara memasak sebutir telur dengan tepung terigu berlimpah agar kami sekeluarga bisa makan.

Mandi dengan sabun berwarna hijau yang keras, kami namakan sabun kodok. Bisa untuk mandi, sekaligus keramas dan berfungsi juga untuk cuci baju. Makan beras dengan kutu yang berlimpah, hasil rangsum ayah sebagai serdadu Angkatan Darat.

Melihat siaran televisi dengan menonton massal di tetangga sebelah, adalah hiburan yang mewah. Walau isi siarannya selalu “menghebat-hebatkan” Soeharto, terpaksa kami telan dengan logika bocah yang haus pengetahuan.

Soal beras, harga memamg sulit terjangkau, tetapi di warung kelontong di dekat rumah saya di Jalan Batok, Malang selalu ada. Bahkan kiat untuk berhemat beras pun, bisa diakali dengan mencampurkan butiran jagung ke dalam beras. Namanya beras jagung, enak juga rasanya.

Mengalami era dominasi Golkar yang dipaksakan menang di setiap Pemilu, zaman semua orang dipaksa mengelu-elukan Bapak Pembangunan Nasional dan era ketika semua hajat ekonomi orang banyak dikuasai anak-anak Presiden.

Menjadi kaget ketika generasi Z dan sebagian milenial sekarang begitu memuja-muja zaman susah di era Soeharto. Mereka tidak mengalami mata perih karena gas air mata saat berada di lautan aksi unjuk rasa. Mereka tidak mengalami menyaksikan jalannya negara dikuasai oleh “orang dalam”.

Jabatan yang dikejar

Harapan akan terjadinya perubahan begitu tersemat dalam-dalam begitu melihat balihonya terpajang besar di jalan-jalan protokol. Dirinya bertekad akan menjadi pemimpin di negeri dan berharap rakyat mendukungnya.

Kritik demi kritik keras dilancarkan untuk mengingatkan rezim ini. Entah untuk meminta perbaikan kondisi kenegaraan atau entah untuk menaikkan “nilai jualnya”, yang jelas rakyat akan menjadi saksi dan waktu yang bisa menjawabnya.

Begitu proses politik membuatnya tersingkir, dirinya rela menurunkan target. Tidak lagi menjadi pemimpin, menjadi wakil pemimpin pun jadilah. Tidak ada yang melirik sekalipun, gerbong politik yang digamitnya rela masuk ke dalam barisan yang selalu dikritik habis.

Mencari pekerjaan di era jelang “generasi emas” betapa sulitnya. Dari anak-anak panggede akhirnya kita bisa menjadi saksi, betapa peran ayah dan paman bisa mencarikan solusi pekerjaan.

Pekerjaan yang dicarikan orangtua bagi anak-anaknya bukan lagi sekadar tenaga admin di kelurahan atau tenaga kebersihan di perusahaan pinjaman online.

Petugas melayani warga yang membeli beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) saat didistribusikan di Pabuaran, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/2/2024). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan pemerintah berusaha menjaga stabilitas harga beras secara nasional salah satunya dengan terus mendistribusikan beras SPHP yang diproduksi Bulog.ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww. Petugas melayani warga yang membeli beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) saat didistribusikan di Pabuaran, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/2/2024). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan pemerintah berusaha menjaga stabilitas harga beras secara nasional salah satunya dengan terus mendistribusikan beras SPHP yang diproduksi Bulog.
Peran ayah dan paman sekarang begitu “mulia” di mata keluarga, kerabat dan partainya. Seorang anak bisa ditabalkan menjadi wakil presiden, bisa menjadi menteri walau seumur jagung, bahkan “sakti” juga menempatkan anak sebagai ketua umum partai.

Tidak hanya kerabat, seorang presiden pun bisa berbuat apa saja demi transaksi politik kepada penerusnya.

Menitipkan sejumlah nama menteri di kabinet sekarang – ada yang membocorkan empat nama – agar bisa duduk di kabinet mendatang menjadi bukti mencari pekerjaan di zaman ini memang terasa sulit.

Pola mencari dan mengejar jabatan yang dicontohkan para elite tanpa malu akhirnya menjadi pola panutan.

Seorang direktur pemenangan salah satu tim sukses calon presiden begitu mudah beralih ke tim sukses lain. Mungkin tidak dianggapnya aib karena jabatan komisaris sudah menanti.

Pesta belum berakhir, jabatan komisaris mulai “berterbangan” hingga ke istri anggota tim sukses.

Logika pembenar untuk mendapatkan pekerjaan pun terlontar dengan heroik. Ketika negara memanggil, maka demi persatuan dan kesatuan negara akan rela mendapatkan jabatan tinggi.

Melupakan segala kritik tajamnya, entah mungkin juga menertawakan target politiknya yang muluk-muluk dulu, kini malah memuja setengah mati kepada sosok yang dulu sering dihujatnya.

Beras mahal di negara agraris

Miris melihat harga sekarung beras isi 50 kilogram berharga Rp 1 juta di Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Limapagi.id, 28 Februari 2024).

Demikian juga dengan video viral dari Tanggamus, Lampung ketika seorang nenek dengan tangan yang gemetar hanya bisa memakan sayur daun singkong karena mahalnya harga beras.

Antrean para pembeli beras yang mengular panjang di berbagai pelosok Tanah Air mengingatkan saya akan bencana kelaparan di Ethiopia.

Rakyat miskin di benua Afrika itu menunggu jatah makan gratis, sementara rakyat kita rela berjam-jam demi mendapatkan harga beras yang terjangkau.

Media ini begitu satir mengisahkan kiat pedagang lontong yang bernama Yuyun (42), warga Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta untuk menyiasati naiknya harga beras. Mengingat harga beras terus melambung tinggi, Yuyun kebingungan untuk mematok harga jual lontongnya.

Jika harga lontong dinaikkkan, maka dirinya khawatir lontong dagangannya akan tidak laku. Jika harga lontong tidak dinaikkan maka cara yang dipilihnya adalah mengecilkan ukuran lontongnya hingga mengkerut seperti ukuran makanan ringan bernama “momogi” (Kompas.com, 26/02/2024).

“Kita rakyat kecil, tolonglah diperhatikan, Masak mau begini terus, sudah mau puasa lagi. Yang bener saja? Rugi donk.” – Yuyun, warga Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta.

Yuyun seperti halnya rakyat kebanyakan tidak bisa menerima penjelasan sang pemimpin kalau harga beras sudah turun di Pasar Induk Cipinang, Jakarta dan Pasar Johar, Karawang.

Nyatanya beras masih dibanderol mahal dan langka di mana-mana. Harga beras dibilang murah dan tersedia di mana-mana, hanyalah bualan menteri dan presiden.

Pak Presiden,
Beginilah nasib nelayan
Susah hidup jika tidak dapat ikan tangkapan
Lagi pula taufan dan badai sedang menerjang lautan
Anak isteri kami juga perlu makan

Penggalan puisi berjudul “Amanah Untuk Mereka” karya Susilo Bambang Yudhoyono ini sepertinya butuh puisi-puisi lanjutan.

Ayah dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional ini perlu membuat puisi lagi, bahkan lukisan tentang mahal dan langkanya beras di negeri ini jelang datangnya generasi emas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com