Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indikator: Mesin Darat PSI Lemah, Tak Mampu Jual "Jokowi Effect" untuk Tembus Senayan

Kompas.com - 29/02/2024, 15:34 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti utama lembaga survei Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, secara statistik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hampir mustahil lolos ke parlemen lewat perolehan suara di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Pasalnya, hasil hitung cepat yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia maupun lembaga survei lainnya menunjukkan perolehan suara PSI masih jauh dari 4 persen.

"Terus terang berdasarkan quick count kami, Indikator maupun semua lembaga survei yang melalui quick count, kami menemukan temuan yang sama. Bahwa PSI secara statistik hampir mustahil untuk lolos parlementiary treshold (PT). Karena temuannya itu range-nya (suara PSI) antara 2,6 sampai 2,8 persen," ujar Burhanuddin dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia yang dilansir siaran YouTube Indikator Politik Indonesia pada Kamis (29/2/2024).

Baca juga: Jokowi Enggan Komentari Perolehan Suara PSI

"Nah pertanyaan berikutnya adalah, apa yang menyebabkan efek Jokowi tidak dialami oleh PSI," lanjutnya.

Burhanuddin lantas menjelaskan sejumlah sebab yang kemungkinan menjadi faktor masih rendahnya perolehan suara PSI dalam pemilu kali ini.

Pertama, berdasarkan survei sebelum pemilu hanya 60 persen responden yang mengenal PSI.

Lalu dari jumlah yang kenal itu mayoritas merupakan masyarakat kelas menengah ke atas.

Sementara itu, basis pemilih Presiden Joko Widodo cenderung berasal dari masyarakat menengah ke bawah.

Baca juga: Berpeluang Tak Lolos Parlemen, Minimnya Figur Kunci Dinilai Jadi Penghambat Jokowi Effect di PSI

"Jadi kita temukan satu indikasi, bahwa basis Pak Jokowi kelas menengah bawah itu tidak tahu PSI, juga tidak tahu bahwa Kaesang (putra bungsu Jokowi) menjadi Ketua Umum PSI. Itu yang menyebabkan efek Pak Jokowi menjadi kurang maksimal terhadap PSI," jelasnya.

Selain faktor PSI tidak dikenal pemilih, menurut Burhanuddin, Jokowi effect berlaku secara menyebar dalam konteks pemilu legislatif

Sebab parpol-parpol koalisi pemerintah umumnya menjual sosok Jokowi saat kampanye di media massa.

"Lihat itu di basis Gerindra, di basis Golkar, di basis PAN, bahkan di basis PKB sekalipun itu banyak mereka yang mendukung Pak Jokowi yang memilih partai-partai tadi. Jadi intinya PSI tidak berhasil memonopoli coattail effect atau popularitas Pak Jokowi," ungkapnya.

"Lihat iklan Golkar itu, iklan Golkar itu lebih banyak pak Jokowinya dibanding elite lainnya. Pak Jokowi dijual-jual di iklan Golkar di tivi itu. Kemudian PAN jualan Pak Jokowi. Gerindra beberapa kali iklannya Pak Prabowo dengan Pak Jokowi," katanya.

Meski demikian, Burhanuddin mengakui jika iklan PSI banyak yang menampilkan Jokowi.

Namun, itu tetap tidak menyentuh kelas menengah bawah yang merupakan basis pendukung Jokowi.

"Itu yang menurut saya kurang begitu ditarget oleh PSI. Kemudian mesin darat PSI lemah. Jadi kalau kampanye di udara saja tetapi tidak diturunkan ke tingkat bawah orang jadi sulit mengetahui PSI ini partai siapa dan aspirasinya seperti apa," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

Nasional
Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran ibarat Pisau Bermata Dua

Nasional
Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P dalam Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P dalam Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com