JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memutuskan menghentikan penghitungan suara Pemilu 2024 metode pos dan kotak suara keliling (KSK) di Kuala Lumpur, Malaysia, menyusul problem serius pendataan pemilih yang dipermasalahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Untuk dua metode itu dihentikan dulu, tidak diikutkan karena ada temuan-temuan yang sesungguhnya KPU sendiri sudah mengetahui ada situasi yang secara prosedural itu unprocedural," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam jumpa pers, Kamis (15/2/2024).
Hasyim melanjutkan, sedianya, penghitungan suara di sana diserentakkan dengan Indonesia, yaitu mulai 14 Februari 2024. Khusus metode pos, penghitungan suara dilakukan hingga 22 Februari 2024.
Baca juga: Bawaslu Ungkap Ribuan Surat Suara di Kuala Lumpur Dikuasai Seseorang
Dengan keputusan ini, maka suara yang dihitung pada 14-15 Februari 2024 di Kuala Lumpur hanya mencakup para pemilih yang mencoblos via TPS.
KPU kini mempersiapkan langkah-langkah pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur khusus untuk metode pos dan KSK.
"Detail-detail dan mekanismenya kami di KPU Pusat mempersiapkan segala sesuatunya tentu saja berkoordinasi dengan Bawaslu," tutur Hasyim.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan rangkaian masalah serius dalam pendataan pemilih di Kuala Lumpur, Malaysia, yang berakibat pada integritas pemungutan suara via pos dan KSK (kotak suara keliling).
Baca juga: KPU Janji Koreksi Inflasi Suara di Data Sirekap
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) hanya 12 persen orang Indonesia, dari Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri, yang menjadi sasaran pencocokan dan penelitian (coklit) pemutakhiran daftar pemilih.
"Terdapat 18 pantarlih fiktif yang tidak pernah berada di Kuala Lumpur," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam jumpa pers, Rabu (14/2/2024).
Ia juga menyebut, terjadi lonjakan pemilih dengan metode pos meskipun proses coklit hanya dilakukan terhadap 12 persen dari DP4.
"Kemudian, terdapat penambahan pemilih yang dilakukan oleh KPPS LN yang berdasarkan arahan penanggung jawab pos PPLN Kuala Lumpur," jelas Bagja.
Rangkaian peristiwa tersebut membuat pelaksanaan pemungutan suara metode pos menjadi bermasalah akibat banyak pos yang tidak sampai kepada pemilih.
Hal ini berhubungan dengan viralnya video nyaris 2.000-an surat suara di Kuala Lumpur, yang seharusnya ditujukan untuk pemilih via pos, dicoblos oleh beberapa orang.
"Kami harus berhubungan dengan polisi di Malaysia untuk mengungkap identitas orang yang menguasai ribuan surat suara pos," ujar Bagja.
Sementara itu, terkait pemungutan suara via KSK, Bagja mengatakan, banyak kantung-kantung KSK jauh dari pemilih sehingga sulit dijangkau, atau justru titiknya sangat berdekatan satu sama lain.
Beberapa KSK juga disebut dilaksanakan tanpa izin otoritas setempat sehingga dibubarkan. Padahal, setiap KSK membawa 500 lembar surat suara meski jumlah pemilihnya tidak sampai 500.
Ia juga menyoroti dugaan adanya PPLN Kuala Lumpur bermasalah yang justru mengundurkan diri pada tahapan pemilu sebelum pemungutan suara.
Baca juga: Antrean WNI di TPS Kuala Lumpur Akibat Jumlah DPT dan DPK Sama Besar
Bagja mengaku, rekomendasi untuk tidak menghitung suara pemilih di Kuala Lumpur yang mencoblos via pos dan KSK tidak diindahkan.
Ia mengaku mendengar kabar bahwa Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Malaysia tetap melakukan penghitungan suara.
Bagja mengatakan, terdapat dugaan pidana pemilu pada awal pemutakhiran daftar pemilih yang diduga dilakukan oleh satu PPLN, tapi kasus pidana yang digawangi bersama kepolisian dan kejaksaan melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) tidak berlanjut.
Atas temuan dugaan pelanggaran administrasi pemilu ini, Bawaslu menyampaikan rekomendasi pemungutan suara ulang untuk metode pos dan KSK di Kuala Lumpur.
"Dan tidak dihitungnya hasil pemungutan suara dengan metode pos dan KSK di seluruh wilayah Kuala Lumpur," kata Bagja.
Baca juga: Bawaslu Minta Pemilu Pos dan KSK Kuala Lumpur Diulang
Ia mengatakan, hasil rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (Panwaslu LN) Kuala Lumpur, pemungutan suara ulang di mantan ibu kota Malaysia itu harus didahului dengan pelaksanaan pemutakhiran daftar pemilih untuk metode pos dan KSK.
Pemutakhiran daftar pemilih via pos dan KSK ini diminta tidak menyertakan pemilih yang telah memberikan suara melalui TPS, guna menghindari terjadinya pemilih mencoblos dua kali.
"Kami menyampaikan ke PPLN agar menaati rekomendasi dari panwaslu. Apabila PPLN masih menentang rekomendasi panwaslu Kuala Lumpur, kami akan mengambil tindakan sesuai peraturan PPLN," tegas Bagja.
Bagja berharap, ini menjadi kali terakhir kesemrawutan pemungutan suara di Kuala Lumpur. Pada 2019, wilayah ini juga sangat bermasalah dengan berbagai insiden. Pada pemilu kali ini, Kuala Lumpur sudah sejak lama dikategorikan sebagai wilayah paling rawan di mancanegara.
Baca juga: KPU Akan Ulang Pemilu di Kuala Lumpur via Pos dan KSK
Bagja menilai, pada pemilu berikutnya, pendataan pemilih di Malaysia harus betul-betul akuntabel, dimulai dari DP4 yang merupakan data gabungan dari data kependudukan dan pencatatan sipil, Kemlu, hingga data ketenagakerjaan para pekerja migran.
"Kita punya pengalaman tahun 2019 dan semoga ini yang terakhir untuk kemudian pendataan warga negara kita khusus untuk memilih itu lebih baik lagi pada 5 tahun ke depan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.