Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Selangkah Menuju Praktik Demokrasi Berkualitas

Kompas.com - 10/02/2024, 08:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TUNTUTAN para akademisi agar pemerintah kembali ke koridor demokrasi telah membuahkan hasil positif.

Melakukan kampanye untuk calon presiden dan partai politik tertentu adalah legal. Namun karena yang menjadi calon adalah keluarga sendiri, maka menjadi tidak etis, sekalipun tidak menggunakan fasilitas negara dan telah cuti dari pekerjaan. Inilah salah satu inti dari petisi para akademisi.

Hasil positif tersebut adalah pertama, Presiden Jokowi menyatakan tidak akan berkampanye, walau tidak mengoreksi pendapatnya bahwa pejabat publik, termasuk presiden, boleh berkampanye menurut UU Pemilu Pasal 299.

Kedua, pemerintah menunda pembagian bansos hingga Pemilu 2024 selesai digelar.

Dua keputusan penting ini jelas mengakomodasi tuntutan yang disuarakan para akademisi dari berbagai perguruan tinggi, satu per satu, selama sekitar dua minggu terakhir ini.

Dengan demikian, kekhawatiran bahwa Presiden Jokowi akan terus mementingkan politik keluarga, tidak adil, dan memihak kelompok tertentu menjadi pudar.

Lebih lanjut, sikap Presiden ini akan menjadi contoh bagi para pejabat publik di pusat dan daerah, hingga tingkat kepala desa, untuk juga netral dan tidak menggunakan sumber daya negara, guna mendukung calon tertentu.

Presiden juga telah menegaskan agar aparat penegak hukum dan ASN tetap netral.

Tentang para menteri yang berkampanye tanpa cuti, yang sebelumnya diduga banyak dilakukan, saat ini sudah tidak mungkin terjadi lagi karena sudah tidak ada lagi kesempatan, berhubung ada hari libur, cuti bersama dan masa tenang menjelang hari pencoblosan.

Masalahnya tinggal bagaimana mencegah terjadinya serangan fajar, tidak ada tekanan kepada pemilih untuk memilih calon tertentu, dan proses penghitungan suara berlangsung tanpa distorsi.

Jika semua itu tidak terjadi, maka kita boleh lega telah menyelenggarakan pemilu dengan demokratis, bersih dan berkualitas.

Pelanggaran etika

Tuntutan lain para akademisi adalah tentang terjadinya penodaan etika demokrasi dengan penggantian batas usia cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Proses penentuan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Oktober 2023, dinilai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai cacat etika, dan atas dasar itu menghukum Anwar Usman dengan mencopotnya dari jabatan Ketua MK.

Hukuman yang lebih berat terhadap Anwar Usman, yaitu pemecatan dari keanggotaan MK, tidak dimungkinkan karena belum ada perundangan yang mengaturnya.

Maka ke depan MK perlu menyusun peraturan perundangan tersebut agar kasus serupa tidak muncul lagi.

Jika putusan MK itu dinilai melanggar prinsip meritokrasi dalam pemilihan presiden/wakil presiden, maka DPR perlu menetapkan peraturan yang lebih tegas.

Misalnya, menambah syarat baru sebagai capres/cawapres, seperti telah berpengalaman menjabat kepala daerah provinsi selama minimal satu periode penuh.

Selanjutnya untuk mencegah praktik dinasti politik seperti yang dikehendaki para akademisi, DPR juga perlu menambahkan ketentuan baru dalam Undang-Undang Pemilu.

Tambahan pasalnya berupa larangan bagi keluarga dekat presiden untuk menjadi calon presiden/wakil presiden menggantikan presiden tersebut.

Misalnya, pencalonan keluarga dekat petahana diperbolehkan setelah dua kali pemilu sejak presiden tersebut berhenti menjabat.

***

Para akademisi telah menunjukkan arah perbaikan praktik demokrasi, yang ditengarai telah menyimpang dari koridor demokrasi seperti yang dikehendaki pendiri bangsa.

Mereka menyadarkan bangsa ini akan perlu ditegakkannya praktik demokrasi yang berkualitas, yang menjunjung etika yang luhur.

Berbagai masalah etika pada lembaga negara, khususnya kepresidenan, MK, dan KPU yang terjadi telah dibuka untuk dikoreksi.

Jika hari terakhir kampanye (10/2/2024) dan masa tenang (11-13/2/2024) berjalan tertib, kita segera memasuki tahap terakhir pemilu, yaitu pemilihan presiden/wapres dan anggota DPR/DPD/DPRD.

Tantangan yang dikhawatirkan akan dapat terjadi adalah serangan fajar, tekanan politik kepada pemilih, dan proses penghitungan suara.

Selain Bawaslu dan APH (aparat penegak hukum), publik perlu memantau dan melaporkan semua kecurangan kepada pihak-pihak terkait, untuk segera diproses.

Apakah satu atau dua putaran tidak menjadi masalah. Kita perlu mengikuti seluruh tahapan pemilu dengan tertib, bersih dari hoaks, dan kecurangan.

Pemilu hendaknya tetap menjadi pesta demokrasi yang perlu kita nikmati dan rayakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com