PEMILU yang akan dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024, untuk memilih presiden-wakil presiden dan anggota legislatif adalah pemilu yang rumit sekaligus penuh ironi.
Berjalan penuh emosional diselingi kekerasan verbal bahkan fisik, gaduh, terkadang minim rasionalitas dan etika berpolitik serta berpotensi merusak keutuhan bangsa.
Ada tanggung jawab kita semua, seluruh tokoh di semua elemen bangsa untuk berkomitmen mengawal pemilu berjalan dengan baik sesuai ketentuan regulasi juga etika demokrasi.
Agar pemilu 2024, yaitu pemilu ke 13, sejak diselenggarakan pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014, dan 2019 mampu memperkokoh platform demokrasi Indonesia dimasa depan.
Terdapat gelombang seruan moral dan kritik lebih dari 50 perguruan tinggi negeri dan swasta terhadap prilaku elite penguasa, pejabat pusat hingga daerah yang juga tidak bisa lepas perannya sebagai politisi yang seringkali mengabaikan prinsip keadaban demokrasi.
Kalangan akademisi dari beragam kampus mendesak penyelenggara negara agar betul-betul serius melaksanakan pemilu sesuai ketentuan hukum dan etika demokrasi.
Kita mendorong dan berharap Pemerintah, TNI dan Polri berperan menjadi pihak yang netral terhadap para kontestan. Agar agenda politik rutin setiap lima tahun tidak mengorbankan kesatuan, persatuan dan persaudaraan sebagai sesama anak bangsa.
Kita sebagai bangsa pejuang yang sedang menapaki era baru yang penuh tantangan harus tetap memiliki optimisme bahwa pemilu akan berjalan lancar sekaligus proses pembelajaran bangsa membangun kearifan dalam berpolitik.
Dari pengalaman panjang berdemokrasi, semestinya kita sudah mampu membangun peradaban politik yang baik.
Kegaduhan dan kekerasan verbal di ruang publik yang diekspresikan oleh para elite politik harus kita tolak secara tegas, karena sesungguhnya melawan akal sehat.
Elite politik harus menyadari dampak besar yang ditimbulkan, bahkan efek yang ditimbulkannya di kalangan akar rumput.
Elite politik harus menjadi pribadi panutan, sejatinya segala tindak tanduk akan dicontoh, ibarat guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Dampaknya akan semakin berbahaya jika diserap begitu saja oleh pengikutnya dan para generasi muda. Nilai-nilai kesantunan berpolitik akan luntur, terganti dengan budaya caci-maki yang melahirkan pesimisme akan masa depan.
Pemilu 2024 memiliki dua sisi antara pesimisme dan optimisme. Pesimisme berangkat dari rasa kecemasan berlebihan akan dampak yang akan ditimbulkannya.
Sedangkan optimisme adalah bagian dari keyakinan akan kemampuan bangsa untuk keluar dari beragam kesulitan dan krisis.
Dinamika politik yang keras, diselingi berbagai pelanggaran diharapkan menjadi bagian proses pendewasaan bangsa Indonesia dalam berpolitik. Di balik beragam masalah sesungguhnya masih banyak alasan mendasari kita untuk optimistis.
Dasar hukum penyelenggaan Pemilu yang damai dan berintegritas sesungguhnya sudah kokoh untuk menjadi dasar bagi penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu dan DKPP yang sudah memiliki pengalaman dan kesiapan untuk pelaksanaannya.
Juga terbuka peluang publik berpartisipasi luas untuk mendukung dan mengawasi secara kontruktif agar penyelenggara pemilu benar-benar menjaga kemandirian, imparsialitas, profesionalitas, dan integritas sehingga tak ada celah yang bisa dikapitalisasi untuk mendelegitimasi pemilu 2024.
Kedepan segenap komponen strategis bangsa, utamanya politisi wajib menghindarkan pemilu dari politik yang saling menjatuhkan, saling menghina, dan saling menjelek-jelekan.
Dan tentu kalau masyarakat sudah tidak lagi menerima politik uang, maka sesungguhnya akan mempersempit motivasi terjadinya politik uang.
Mari kita bangun politik optimisme, bukan politik pesimisme politik untuk membangun kebajikan bersama dan politik yang mampu membangun harapan.
Dan tentu setiap agenda politik lima tahunan adalah momentum strategis untuk mengevalusi secara kritis dan komprehensif agenda kebijakan nasional sesuai harapan aspirasi terbaik rakyat.
Kita berharap semua komponen bangsa menjadikan pesta demokrasi rutin lima tahunan dilaksanakan dengan rasa sukacita dan semangat optimisme. Dan mampu menumbuhkan keyakinan setelah Pemilu usai kita akan menjadi bangsa yang lebih baik, lebih maju dan lebih sejahtera.
Pemilu harus terselenggara dengan baik dan berkualitas. Agar, pemimpin yang terpilih adalah pemimpin berkualitas.
Sesungguhnya bukan hal sulit, sekiranya kita memiliki semangat bela Negara yang memahami bahwa pemilu juga mengandung potensi destruktif yang dapat merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara. Dan tentu kesiapan kita berkorban untuk utamakan kepentingan bangsa dan dan Negara.
Di sisi lain, kekerasan verbal juga tidak boleh dilawan dengan kekasaran lainnya. Jika itu yang terjadi, hanya akan terus-menerus mereproduksi kekerasan verbal.
Kita bangsa yang memiliki selaksa kearifan dan kesantunan sebagai bangsa yang beradab untuk dapat melawan kekerasan verbal.
Merawat optimisme sesungguhnya menjaga nyawa demokrasi dari ancaman bahaya laten pendangkalan nalar dan kekerasan ekspresi.
Kita berharap dalam kontestasi menjadi pemimpin bangsa dan calon wakil rakyat di semua tingkatan berlomba-lomba menjaga adab lisan dan menarasikan harapan dan tawaran ideal bagi kesejahteraan bangsa.
Pemilu 2024 diharapkan melahirkan pemimpin bangsa dan politisi yang negarawan. Pemimpin dan politisi yang memberikan jiwa raganya untuk Negara, dan utamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi, bahkan kepentingan partai politiknya.
Di tangan pemilih yang cerdas diharapkan akan menghasilkan kepala pemerintahan dan anggota parlemen terbaik sesuai harapan rakyat dan takdir terbaik bagi bangsa Indonesia kedepan. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.