Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Yusuf ElBadri
Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengkaji Islam dan Kebudayaan

Bergerak Selamatkan Demokrasi

Kompas.com - 02/02/2024, 13:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM satu minggu terakhir, keterlibatan langsung Presiden jokowi dalam membagikan bantuan sosial, dinilai banyak pihak sebagai bagian dari upaya pemenangan salah satu calon presiden menjelang Pilpres 14 Februari 2024.

Sebelumnya, ketika Presiden Jokowi menyatakan akan cawe-cawe dalam pemilihan presiden, kekhawatiran akan dampak buruknya terhadap proses berdemokrasi yang sehat dan adil telah disuarakan. Kini cawe-cawe presiden itu tidak saja di belakang meja, tapi juga ikut turun ke lapangan.

Pada beberapa hari mendatang, seiring langkah Presiden Jokowi yang terang-terangan ikut turun untuk pemenangan calon presiden tertentu, bisa jadi akan mendorong pula keterlibatan aparatur negara, sipil maupun militer untuk menunjukkan dukungan secara terbuka.

Sebab, beberapa waktu lalu, ketika Presiden menyatakan akan cawe-cawe dalam pilpres, muncul banyak dukungan dari aparatur negara di berbagai wilayah dan instansi pemerintah, pusat maupun daerah, terhadap calon presiden tertentu.

Pemilihan umum, yang seharusnya menjadi momentum unjuk kemerdekaan dan kedaulatan rakyat dalam memilih, seakan dibajak dengan keterlibatan aparatur negara sebagai imbas dari cawe-cawe presiden sebagai kepala pemerintah.

Netralitas sering disebut-sebut dalam sosialisasi pemilu tahun 2024. Namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.

Ketika Presiden Jokowi sebagai kepala negara secara kasat mata menunjukkan keberpihakan, pada saat yang sama publik melihat ada kekuatan negara yang bergerak secara masif dan terstruktur untuk memenangkan calon presiden tertentu.

Keadaan demikian selain mengancam demokrasi, juga mengganggu kebebasan rakyat dalam menentukan pilihan politiknya.

Disebut mengganggu kebebasan karena rakyat berada dalam bayang-bayang siasat penguasa yang tengah berusaha mewariskan kekuasaan pada anaknya.

Pertanyaannya adalah, apakah situasi pembajakan demokrasi dalam pemilu 2024 ini akan terus dibiarkan begitu saja? Cawe-cawe Presiden Jokowi jelas mengancam keberlangsungan demokrasi.

Demokrasi Indonesia sungguh-sungguh terancam keberlangsungannya, demikian Sukidi, karena berbagai institusi negara yang dieksploitasi secara brutal untuk kepentingan politik partisan (Kompas, 4/1/2024).

Bila situasi yang membahayakan demokrasi ini terus menerus dimaklumi dan dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan cawe-cawe kekuasaan akan meluas pada wilayah lain setelah pemilu dimenangkan.

Pemerintahan Indonesia hasil cawe-cawe dapat dipastikan akan menjalankan pemerintahan tanpa mempertimbangkan kedaulatan rakyat.

Oleh sebab itu, upaya penyelamatan demokrasi mesti harus segera dilakukan. Bila penyelamatan demokrasi tidak segera dilakukan, kian hari negara akan terus berjalan bergerak untuk melayani kepentingan perseorangan, alih-alih kepentingan publik.

Demokrasi kerakyatan yang diperjuangkan selama dua dekade ini bisa saja berubah menjadi demokrasi cawe-cawe. Hal itu akan menjadi catatan buruk lagi bagi perjalan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Nasional
Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com