JAKARTA, KOMPAS.com – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutus penetapan tersangka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej tidak sah.
Hakim Tunggal PN Jaksel Estiono memutus demikian setelah memeriksa bukti yang diberikan pihak KPK dan pihak Eddy Hiariej.
Estiono menilai proses penetapan tersangka, pemeriksaan barang bukti, dan saksi masih berdasarkan tahap penyelidikan, bukan penyidikan.
“Bukti T.2 sampai dengan T.18, berupa berita acara permintaan keterangan berdasarkan surat perintah penyelidikan, bukan berdasarkan kepada surat perintah Penyidikan sebagaimana bukti T.44 dan T.47,” kata Estiono dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (30/1/2024).
Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah
Selain itu, beberapa bukti yang diberikan kedua pihak di antaranya bukti P.1C, bukti T.39, surat KPK nomor B/714/DIK.00/23/11/2023 tanggal 27 November 2023 tentang pemberitahuan dimulainya penyidikan yang ditujukan kepada Eddy.
Kemudian, ada bukti T.40, surat KPK nomor B/9046/DIK.00/01-23/12/2023 tanggal 5 Desember 2023 pemberitahuan penetapan tersangka atas nama Eks Wamenkumham kepada Presiden RI.
“Menimbang, bahwa dari bukti P.1 C, bukti T.39, T.40, ternyata penetapan tersangka dilakukan Termohon (KPK) pada tanggal 27 November 2023,” ujar Estiono.
Selanjutnya, bukti berupa berita acara pemeriksaan (BAP) saksi serta penyitaan bukti juga dilakukan setelah tanggal penetapan tersangka.
Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Dikabulkan, Ketua KPK Sebut Akan Pelajari Putusannya
Hakim mengungkapkan, dari bukti T.74, ternyata berita acara penyitaan dokumen terkait perkara yang disita dari saksi Anita Zizlavsky dilakukan KPK pada 30 November 2023.
Berdasarkan bukti, hakim mengetahui bahwa bukti BAP saksi atas nama Thomas Azali juga ter tanggal 30 November 2023 atau setelah penetapan tersangka.
“Berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Helmut Hermawan tanggal 14 Desember 2023, ternyata pelaksanaannya setelah penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon,” kata Estiono.
Hakim juga turut mempertimbangkan Pasal 1 angka 5 KUHAP soal pengertian penyelidikan yang sebagai tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.
Estiono juga menimbang Pasal 1 angka 2 KUHAP soal pengertian penyidikan yang intinya adalah tindakan penyidik mencari serta mengumpulkan bukti guna menemukan tersangka.
Baca juga: Jejak Dugaan Korupsi Wamenkumham Eddy Hiariej, Sempat Revisi Praperadilan Berujung Menang
Berdasarkan sejumlah pertimbangan ini, Estiono berpendapat bahwa KPK tidak memiliki bukti yang sah untuk menjerat Eddy Hiariej sebagai tersangka.
“Oleh karena penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak memenuhi minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana,” ujarnya.
“Maka Hakim sampai kepada kesimpulan tindakan Termohon yang telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” kata Estiono lagi.
KPK sebelumnya menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka karena eks Wamenkumham itu diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan.
Eddy disebut membantu Helmut ketika hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH).
Pemblokiran itu dilakukan setelah adanya sengketa di internal PT CLM. Berkat bantuan dan atas kewenangan Eddy selaku Wamenkumham, pemblokiran itu pun dibuka.
Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah
Selain eks Wamenkumham dan Helmut Hermawan, Asisten Pribadi (Aspri) Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana dan seorang pengacara Yosi Andika Mulyadi juga menjadi tersangka.
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.
Terkait laporan itu, Eddy Hiariej diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum.
Dalam proses penyidikan ini, eks Wamenkumham diketahui membantu Direktur PT Citra Lampia Mandiri itu mengkondisikan administrasi hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Eddy Hiariej juga disebut menerima uang Rp 1 miliar dari Helmut untuk kepentingan menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Baca juga: Kalah di Praperadilan, KPK Buka Peluang Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Tersangka
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.