Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mahfud MD, PDI-P, hingga Yusril Bicara Isu Pemakzulan Jokowi…

Kompas.com - 15/01/2024, 12:32 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu mengenai pemakzulan atau pelengseran Presiden Joko Widodo belakangan mencuat. Ini berawal dari aspirasi sejumlah tokoh yang mengatasnamakan diri sebagai Petisi 100.

Pada Selasa (9/1/2024), mereka mendatangi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk melaporkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pemakzulan terhadap Jokowi.

Para tokoh ini, seperti, Faizal Assegaf, Marwan Batubara, dan Letnan Jenderal TNI Marsekal (Purn) Suharto.

"Ada 22 orang (yang datang). Mereka menyampaikan, tidak percaya, pemilu ini berjalan curang. Oleh sebab itu nampaknya sudah berjalan kecurangan-kecurangan. Sehingga mereka minta ke Menko Polhukam untuk melakukan tindakan, melalui desk pemilu yang ada," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Respons Mahfud

Kepada para tokoh tersebut, Mahfud mengaku tidak bisa menindak laporan itu karena bukan kewenangannya. Mahfud bilang, laporan tersebut seharusnya disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai penyelenggara pemilu.

"Menko Polhukam tidak boleh menilai jalannya pemilu itu karena yang bertugas menilai, menurut konstitusi adalah KPU, Bawaslu, dan DKPP. Atau kalau kecurangan, Mahkamah Konstitusi nantinya," ujar Mahfud.

Baca juga: Sebut Tak Ada Gerakan Pemakzulan Jokowi di DPR, Airlangga: Partai Pendukung 85 Persen

Terkait permintaan pemakzulan terhadap Kepala Negara, Mahfud juga mengaku tak punya kewenangan untuk turun tangan.

"Ada juga mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi. Saya bilang kalau urusan pemakzulan itu kan, sudah didengar orang, mereka sudah menyampaikan ke berbagai kesempatan. Dan itu urusannya partai politik dan DPR, bukan Menko Polhukam," ujar calon presiden (capres) nomor urut 3 tersebut.

Lebih lanjut, Mahfud menyebut, proses pemakzulan butuh waktu panjang. Pemakzulan harus melalui banyak sidang yang tak mungkin rampung sebelum Pemilu 2024 selesai.

"Jadi saya bilang, 'Apakah Pak Mahfud setuju?' Saya tidak bilang setuju atau tidak setuju. Silakan saja, tapi bawa ke DPR, jangan minta pemakzulan ke Menko. Kok minta pemakzulan ke Menko Polhukam," tutur Mahfud.

Tak mudah

Senada dengan Mahfud, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto juga menyebut bahwa syarat pemakzulan tidaklah mudah.

"Pemakzulan itu syaratnya kan tidak mudah karena presiden dipilih langsung oleh rakyat sehingga ada syarat," kata Hasto saat ditemui di Gedung Filateli, Jakarta Pusat, Minggu (14/1/2024).

Meski begitu, menurutnya, munculnya usul pemakzulan menandakan bahwa ada yang tidak beres dalam proses demokrasi saat ini. Misalnya, ketika seorang pimpinan negara melanggar konstitusi, wacana pemakzulan menjadi otokritik, termasuk bagi presiden di akhir masa jabatannya.

Baca juga: Soal Pemakzulan Jokowi, Yusril Ihza: Inkonstitusional, Prosesnya Panjang dan Memakan Waktu

Hasto lantas kembali menyinggung putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang melenggang sebagai cawapres Pemilu 2024 berkat uji materi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Inilah yang kemudian membuat pergerakan civil society karena sering kali majunya Mas Gibran dengan melakukan manipulasi konstitusi, dengan tingkat implementasi di lapangan sulit dibedakan kapan Pak Jokowi sebagai Pak Presiden, kapan sebagai ayah Mas Gibran," ucapnya.

Seharusnya, kata Hasto, sebagai pemimpin negara, Jokowi mampu menjaga netralitas. Namun terkait ini, Hasto menyerahkan seluruh penilaian terhadap masyarakat dan lembaga terkait.

"Sebenarnya setiap pemimpin kalau memegang teguh konstitusi, apalagi sumpah presiden itu akan menjalankan konstitusi dan UU dengan selurus-lurusnya, hal tersebut tidak akan terjadi tanpa pelanggaran konstitusi," ujarnya.

Inkonstitusional

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, turut bicara terkait ini. Ia menilai, petisi yang meminta Jokowi dimakzulkan adalah inkonstitusional. Menurutnya, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"(Pemakzulan) itu inkonstitusional. Mustahil prosesnya dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab, pemakzulan itu prosesnya panjang dan memakan waktu," ujar Yusril melalui keterangan persnya, Minggu (14/1/2024).

Yusril menjelaskan, pemakzulan harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pendapat bahwa presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 1945, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden.

Tanpa uraian jelas mengenai aspek mana dari Pasal 7B UUD 1945 yang dilanggar presiden, sebut dia, maka pemakzulan merupakan perbuatan melanggar konstitusi.

"Perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan presiden telah melakukan pelanggaran di atas. Andai DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh MK," ujar Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut.

Tak hanya itu, katanya, jika MK memutuskan pendapat DPR terbukti secara sah dan meyakinkan, DPR harus menyampaikan usulan pemakzulan tersebut kepada MPR. Selanjutnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan memutuskan apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak.

"Perkiraan saya, proses pemakzulan itu paling singkat akan memakan waktu enam bulan. Kalau proses itu dimulai sekarang, baru sekitar Agustus 2024 proses itu akan selesai. Pemilu 14 Februari sudah usai. Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi," katanya.

Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu pun menilai, pemilu bisa gagal dilaksanakan jika pemakzulan dimulai sekarang.

"Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada Presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan," sebutnya.

Baca juga: Soal Isu Pemakzulan Jokowi, Sekjen PDI-P: Syaratnya Tidak Mudah

Yusril mengaku heran dengan tokoh-tokoh yang berusaha memakzulkan Presiden lewat Menko Polhukam. Sebab, menurutnya, rencana pemakzulan mestinya disampaikan kepada fraksi-fraksi DPR, agar lembaga ini bisa segera menindaklanjutinya.

Lebih lanjut, Yusril menuding, usulan penggulingan presiden ini merupakan aksi yang dilakukan untuk memperkeruh pelaksanaan Pemilu 2024.

“Marilah kita membangun tradisi peralihan jabatan presiden berlangsung secara damai dan demokratis sesuai UUD 1945," tuturnya.

Partai pendukung 85 persen

Terpisah, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan, tidak ada gerakan pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden di DPR.

Airlangga mengatakan, Golkar merupakan salah satu partai dengan jumlah anggotanya cukup mayoritas di Parlemen. Di lembaga legislatif, tak ada gerakan penggulingan Presiden Jokowi.

"Itu tidak ada itu, kan Golkar di DPR, itu tidak ada," kata Airlangga saat ditemui awak media di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (14/1/2024).

Menurut Airlangga, saat ini persentase partai pendukung pemerintah mencapai 85 persen. Karena itu, ia tegaskan tidak ada isu penggulingan Presiden Jokowi.

"Tidak ada (gerakan pemakzulan). Partai pendukung pemerintah 85 persen. Jadi itu saya tegaskan," tutur Ketua Dewan Pengarah TKN Prabowo-Gibran tersebut. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com