KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan kementeriannya berkolaborasi dengan kementerian lain, seperti Kementerian Investasi/BKPM dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan melakukan sejumlah gebrakan dalam diplomasi ekonomi yang membawa dampak besar bagi perekonomian Indonesia pada dua tahun terakhir.
Adapun gebrakan pertama yakni diplomasi ekonomi terkait ekspor perdagangan ekonomi yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Retno mengatakan, berdasarkan data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang berhasil dihimpun, pada Januari hingga November 2023, perdagangan ekspor Indonesia mencapai 439,1 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
"Tren ekonomi perdagangan ekspor Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat sehingga (Indonesia) mengalami surplus. Demikian juga investasi makin banyak yang masuk," ujar Retno dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (6/1/2024).
Baca juga: Menlu Retno Marsudi: Indonesia Tak Akan Menyerah Perjuangkan Kemerdekaan Palestina
Langkah lain dari kebijakan diplomasi ekonomi Indonesia juga terlihat pada penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali 2022.
Pada KTT G20 Bali, Kemenlu melakukan langkah out of the box dengan membuat daftar proyek yang dikerjasamakan.
Retno juga mengatakan langkah serupa dilakukan pada KTT ke-43 ASEAN di mana melalui ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF), RI berhasil memperoleh 93 proyek dengan nilai 38,2 miliar dollar AS.
Gebrakan diplomasi ekonomi lain yang dilakukan Kemenlu adalah melalui perundingan demi mengurangi hambatan-hambatan perdagangan Indonesia.
Baca juga: Retno Marsudi Sebut Menlu Anggota BRICS Dekati Indonesia dan Ajak Bergabung
Salah satunya, perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA) terkait diskriminasi produk-produk Indonesia, seperti kelapa sawit dan juga terkait hilirisasi industri.
Indonesia sendiri terus memperjuangkan terkait hilirisasi untuk seluruh produk berbahan minyak sawit yang ditentang Eropa karena dianggap merusak lingkungan.
Faktanya minyak sawit lebih ramah dari sisi lingkungan dibandingkan bunga matahari dan kanola yang banyak ditanam negara Eropa untuk pembuatan minyak goreng.
Adapun pohon sawit bisa bertahan hidup selama 25 tahun, bahkan 30 tahun. Sementara, bunga matahari setiap enam bulan harus dipanen. Saat itu tanaman bunga matahari atau kanola harus ditebang habis dan ditanam ulang.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi Bakal Lakukan 13 Pertemuan Bilateral, Termasuk dengan Rusia
Kebijakan Indonesia yang membuat geram Eropa yakni ketika Indonesia menghentikan ekspor bijih nikel sejak 2020.
Kebijakan tersebut diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meningkatkan nilai tambah untuk negara.
Jokowi mengatakan bahwa nilai tambah nikel RI telah melonjak menjadi sekitar 30-33 miliar dollar AS atau setara Rp 450 triliun pada 2022 dari sebelumnya saat masih mengekspor bijih nikel hanya sekitar 1,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 17 triliun.
"Kita masih mencoba negosisasi dengan Uni Eropa untuk Indonesia terkait perundingan IEU CEPA. Sementara, perundingan lain juga sudah dilakukan dengan beberapa negara Afrika," papar Retno.
Baca juga: Pakar Harap Para Capres Lakukan Pemaknaan Ulang Diplomasi Bebas Aktif
Adapun terkait negara-negara di benua Afrika, Retno menjelaskan bahwa Presiden Jokowi memerintahkan agar Indonesia memperluas potensi pasar luar negeri yang lain, seperti di benua Afrika.
Perluasan pasar ke negara-negara Afrika itu mengusung semangat yang diwariskan oleh Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 yang dikenal dengan Bandung Spirit.
"Kita betul-betul ingin memberikan makna dari Bandung Spirit yang mengobarkan semangat antar selatan-selatan. Oleh karena itu, tahun Presiden Jokowi mengunjungi beberapa negara Afrika dalam konteks memperkuat kerja sama selatan-selatan, termasuk kerja sama ekonomi," ujar Retno.
Sejumlah gebrakan diplomasi ekonomi Kemenlu itu sekaligus menjawab tudingan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD yang menyebut kondisi saat ini berbeda dengan kapasitas diplomat Indonesia di zaman dulu yang sangat baik menjalankan tugasnya.
Baca juga: Minyak Kelapa Sawit Makin Dibutuhkan pada 2050
Implikasi dari kondisi tersebut, Mahfud mengatakan para diplomat Indonesia tak mengerti dasar-dasar diplomasi dengan baik.
"Kalau ada beberapa pihak yang mengatakan diplomasi ekonomi Indonesia tidak ada, saya kira data-data tersebut berbicara," kata Retno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.