Lolly memberi contoh, UU Pemilu mengatur bahwa sumbangan dana kampanye capres-cawapres dari perseorangan maksimal Rp 2,5 miliar dan dari kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah paling banyak Rp 25 miliar.
Sementara itu, temuan PPATK diklaim akan dipakai sebagai data pembanding RKDK untuk menilai ketepatan jumlah dana kampanye serta memastikan dana itu tidak berasal dari sumber yang dilarang, seperti pihak asing, pihak tak beridentitas jelas, dan tindak pidana.
Terkait penindakan, Lolly mengatakan, Bawaslu harus menunggu laporan dana kampanye diaudit oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU maksimum 15 hari setelah pemungutan suara. Sebagaimana amanat dalam UU Pemilu.
Namun, ironisnya, UU Pemilu hanya mengatur konsekuensi pidana bagi calon anggota legislatif (caleg) yang tidak menyampaikan laporan dana kampanye sesuai ketentuan untuk diaudit.
Dengan kata lain, tidak ada konsekuensi pidana yang sama untuk pasangan capres-cawapres.
Baca juga: Dana Awal Kampanye Prabowo-Gibran Rp 31,4 Miliar, Mayoritas Sumbangan Jasa Parpol
Audit laporan dana kampanye seakan-akan dapat mengungkap kewajaran pembiayaan kampanye. Padahal, hal ini dinilai masih jauh panggang dari api.
Walau isinya bersifat merinci, tetapi model audit yang diatur Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023 cenderung bersifat administratif: apakah tepat waktu dan sesuai format, nominalnya sesuai aturan atau tidak, serta apakah rincian pengeluarannya dilengkapi dengan bukti.
Model ini dianggap sangat sulit mengungkap penyimpangan dalam tata kelola dan arus transaksi sumber dana kampanye yang menggurita.
"Jika basisnya hanya mendasarkan pada pengawasan atas rekening resmi peserta pemilu, tentu setiap pelanggaran yang terjadi tidak akan pernah bisa terungkap. Sebab, pelanggaran yang dilakukan itu menggunakan rekening di luar rekening resmi peserta pemilu," ujar pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini pada Kamis (21/12/2023).
Baca juga: Bawaslu soal Temuan PPATK: Bukan Kewenangan Kami
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyebut bahwa mereka tidak berwenang mengurusi sumber pembiayaan kampanye dari rekening di luar RKDK. Ia juga menyerahkan kewajaran RKDK kepada proses audit.
"Dan soal kepatuhan menggunakan rekening, besaran yang dibatasi, termasuk sumbernya dari mana, itu akan ketahuan setelah dilakukan audit terhadap laporan dana kampanye yang diserahkan peserta pemilu kepada KPU," ujar Hasyim, Kamis.
Situasi ini menjadi masalah klasik yang sudah langgeng dari pemilu ke pemilu.
"Pengaturan dan desain pelaporan dana kampanye di Indonesia memang dibuat tidak serius. Bisa dibilang memang tidak dimaksudkan untuk mampu mewujudkan pengelolaan dana kampanye yang transparan dan akuntabel," kata Titi.
Baca juga: Cek Indikasi Transaksi Janggal Pemilu, Bawaslu: Jika Ada Kami Teruskan ke Penegak Hukum
Ia mendorong Bawaslu agar mengintensifkan kerja sama dengan PPATK hingga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan platform-platform media sosial untuk menemukan informasi awal pembiayaan kampanye dan iklan politik secara tak wajar di luar RKDK.
Tanpa kolaborasi, menurut Titi, butuh kinerja ekstra bagi Bawaslu untuk melakukannya. Padahal, lembaga tersebut kehilangan 7.000 pegawai non-ASN (Aparatur Sipil Negara) yang purna tugas imbas penghapusan pekerja honorer oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir tahun ini.
Bawaslu, misalnya, harus mengerahkan seluruh jajaran mengawasi setiap aktivitas kampanye peserta pemilu, termasuk caleg yang jumlahnya puluhan ribu, menghitung proyeksi belanja setiap kegiatan kampanye peserta pemilu, lantas mengujinya dengan laporan yang disetor ke KPU RI.
Baca juga: MAKI Laporkan Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal Rp 400 Miliar untuk Kampanye ke KPK
Pada akhirnya, ongkos politik yang melangit dan dibiarkan tak terpantau akan merusak proses dan hasil pemilu. Kekuatan uang merusak kompetisi yang sehat antarpeserta pemilu, bahkan memicu fenomena jual-beli suara.
Dana-dana gelap bernilai jumbo pada akhirnya menyandera pejabat terpilih untuk hanya sibuk mencari cara agar "balik modal" atau menyiapkan "balas budi" sebagai timbal balik pendanaan kampanye melalui penyusunan kebijakan yang menguntungkan si donor.
Titi mengingatkan kembali mengapa laporan dana kampanye dan batasan sumbangan adalah hal yang penting untuk diatur dan ditaati dalam helatan pemilu.
"Untuk mencegah benturan kepentingan atau praktik koruptif di masa depan saat mereka menjabat, maka sumbangan atau donasi tersebut harus tercatat, dilaporkan, diaudit, dan dibuka kepada publik," ujarnya.
"Agar publik bisa ikut memeriksa korelasi antara sumbangan dana kampanye yang diterima saat menjadi peserta pemilu dengan insentif kebijakan setelah mereka terpilih," kata Titi melanjutkan.
Baca juga: KPK Dalami Laporan PPATK soal Transaksi Janggal Dana Kampanye
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.