Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Susetyo
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Associate Professor @Fakultas Hukum Universitas Indonesia/ Sekjen Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia/ Pendiri Masyarakat Viktimologi Indonesia/ Anggota Dewan Riset Daerah DKI Jaya 2018 - 2022

Rohingya Korban Penyelundupan dan Perdagangan Manusia

Kompas.com - 21/12/2023, 08:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Majelis hakim kemudian memutuskan hukuman terhadap ketiganya lebih ringan dari tuntutan JPU. Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'penyelundupan manusia' sebagaimana dalam dakwaan tunggal.

Kasus terkini adalah Muhammad Amin (35), warga Rohingya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelundupan orang (Kompas, 19/12-2023).

Modus Amin adalah menjanjikan pekerjaan kepada korban. Para korban mulanya menempati kamp pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh. Lalu, tersangka mengajak para korban untuk pergi ke Malaysia, Thailand, dan Indonesia supaya bisa bekerja dan mendapatkan uang.

Amin mengutip uang sebesar 100.000 hingga 120.000 taka atau sebesar Rp 14 juta hingga Rp 16 juta dari para korban.

Uang yang dikumpulkan dari para korban, dipakai Amin untuk membeli kapal dan makanan. Selebihnya digunakan oleh tersangka.

Ketika berlayar, Amin juga bertindak sebagai kapten kapal dan mengurus penumpang. Rombongan Amin, yakni sebanyak 137 warga Rohingya, berlabuh di Pantai Blang Ulam, Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, pada Minggu (10/12/2023).

Ikhtiar di level regional: Bali Process

Pengungsi Rohingya memang tidak dengan sendirinya datang ke Indonesia. Mereka adalah korban penyelundupan manusia dan/atau perdagangan manusia.

Memang sebagiannya menyatakan kesetujuan untuk ‘diselundupkan’ dan merekapun membayar sejumlah uang.

Namun ini terjadi karena mereka tak punya pilihan lain yang dianggap lebih waras. Mereka tetap dapat dikatagorikan sebagai korban.

Yang harus dilakukan adalah memerangi perdagangan dan penyelundupan manusia ini sejak dari negara asal, yaitu Myanmar, negara penampungan pertama, yaitu Bangladesh, lalu juga di negara-negara transit seperti India, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Ada mekanisme regional bernama Bali Process (2002). Bali Process, atau lengkapnya "Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime", merupakan forum kerja sama untuk membahas isu perdagangan orang, penyelundupan manusia dan kejahatan terkait lainnya di kawasan.

Mandatnya adalah dalam bidang dialog kebijakan, sharing informasi dan Kerjasama praktis. Forum ini didirikan bersama oleh Indonesia dan Australia.

Bali Process saat ini beranggotakan 49 pihak, terdiri atas 45 negara dan entitas, serta 4 (empat) organisasi internasional.

Paul Vernon (The Jakarta Post, 30/11/ 2023) menyebutkan bahwa respons negara-negara di kawasan terhadap fenomena manusia perahu ini adalah bersifat ad hoc, tidak konsisten, dan didominasi oleh masalah keamanan nasional.

Negara-negara penerima di kawasan ini telah berulang kali menolak untuk mengizinkan pendaratan kapal dan mematuhi kewajiban maritim mereka berdasarkan hukum internasional, hanya memberikan sedikit tindakan keselamatan dan perlindungan kepada kapal-kapal yang mengalami kesulitan dan sering kali terlibat dalam kebijakan penolakan di laut yang menghalangi akses pengungsi terhadap kehidupan.

Kemudian, Vernon (The Jakarta Post, 30/11/2023), berujar bahwa Bali Process belum mampu menghasilkan tanggapan regional yang terkoordinasi terhadap masalah dan situasi darurat maritim.

Meskipun sebenarnya mereka siap untuk melakukan hal tersebut karena keanggotaannya yang luas.

Di bawah naungan ketua Bali Process, Australia dan Indonesia, Mekanisme Bali Process yang dibentuk setelah kegagalan respons terhadap krisis Laut Andaman tahun 2015 harus dihidupkan kembali dan dimobilisasi untuk lebih melindungi pengungsi dari risiko penyelundupan dan perdagangan manusia yang mereka hadapi.

Mekanisme konsultasi harus digunakan untuk memfasilitasi dan mendukung pengembangan kebijakan dan prosedur operasional yang akan menyelaraskan upaya pencarian dan penyelamatan dan memastikan pengaturan debarkasi yang adil bagi pengungsi yang terdampar di laut dan membutuhkan perlindungan.

Hal ini harus dilengkapi dengan upaya untuk mendukung negara-negara di kawasan untuk mengadopsi alternatif kebijakan penahanan dan menetapkan opsi reunifikasi keluarga bagi pengungsi dan migran yang diselamatkan.

Pendekatan komprehensif seperti ini akan memungkinkan kawasan ini untuk bekerja sama dalam mencari solusi dan memungkinkan respons yang lebih dapat diprediksi dan manusiawi di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com