Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

"Ndasmu Etik, Pak? Kumaha Engke!"

Kompas.com - 20/12/2023, 06:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebab, menteri serta kepala daerah (bupati dan wali kota) tak perlu mundur jika resmi mendaftarkan diri Pilpres 2024.

Di saat bersamaan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/2015 masih mewajibkan mundurnya anggota DPR, DPD, dan DPRD ketika mencalonkan diri dalam Pilkada (pemilihan gubernur/wali kota/bupati).

Bukankah ini terjadi hal aneh, manakala kontestasi demokrasi tertinggi di negeri ini, yakni Pilpres, mereka yang punya kuasa anggaran dan aparat, seraya bisa mengomando timses untuk berlaku TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif), justru dilindungi aturan agar tak perlu mundur?

Terlebih masa kampanye Pilpres 2024 ini sangat pendek (75 hari), maka bagaimana bisa mereka lebih fokus memprioritaskan kinerja pelayanannya kepada rakyat Indonesia?

Di manakah etika, moral, dan rasa malu ditempatkan manakala aturan tak perlu mundur akan lebih memungkinkan capres dan cawapres dari pejabat negara untuk gunakan fasilitas, akses, dan kuasa milik negara?

Di manakah nilai patut dan pantas dicontohkan ke masyarakat ketika regulasi terus memberi wahana berlaku ada kesempatan dalam kesempitan?

Melanggengkan kekuasaan

Proses elektoral demokrasi di negeri ini hanya terus memproduksi politisi, bukan negarawan. Pilkada dan Pilpres makin menampakkan usaha melanggengkan dan mempertahankan kekuasaan, bukan usaha super maksimal memperjuangkan kepentingan rakyat.

Mengapa 25 tahun reformasi menjadi begini, makin banyak penguasa yang tak malu-malu lagi berlaku?

Hampir tidak ada bedanya negeri ini dengan Filipina dan Thailand, misalnya, yang selalu penuh jargon pembaruan dan bangun ulang negeri tiap kali Pilpres. Namun faktanya mengulang kesalahan orde-orde lalu khususnya dengan mengakali sistem agar selama mungkin berkuasa.

Sahih jadinya premis Guru Besar Kajian Asia dan Direktur Asia Institute, University of Melbourne, Vedi R Hadiz, yang memperoleh simpulan risetnya bahwa proses demokrasi di Asia Tenggara tidak berhasil mengatasi ketidakadilan sosial. Institusi tetap dikuasai pihak terafiliasi Orde Baru seperti di Indonesia.

Akhir kata, di manakah etika penguasa? Sudahkah Ndas (kepala) kalian wahai calon pemimpin dipenuhi lagi rasa etika dan kepantasan? Telahkah rasa malu dan sungkan turut mewarnai kata, sikap, dan karsa-mu?

Penulis jadi teringat salah satu kosakata Bahasa Sunda yang sering disebut Prabowo akhir-akhir ini: Kumaha engke (Bagaimana nanti).

Yang ideal, menurut para sesepuh Sunda adalah sebaliknya: Engke kumaha (Nanti bagaimana).

Apakah Indonesia akan menjadi negara tak malu-malu berlaku ke depannya? Jangan sampai jawabannya kumaha engke!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com