Anies Baswedan memperhatikan isu HAM lebih serius dibanding kedua calon presiden lainnya. Sialnya, Anies berhenti pada gagasan-gagasan prinsipil belaka.
Seperti pentingnya memastikan keadilan dan mendengarkan suara korban, tanpa tahu langkah-langkah strategis apa yang harus diambil pemerintah pada masa depan, itu tidak akan banyak membuat perubahan.
Ketiga Capres melupakan tiga hal terpenting dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Pertama, keluarga korban dari Aceh hingga Papua masih menunggu pengungkapan kebenaran dari peristiwa kekerasan yang telah membunuh, menghilangkan, memerkosa, dan menyiksa anggota keluarga mereka.
Keluarga korban punya hak untuk tahu. Bangsa Indonesia juga punya hak untuk tahu kebenaran dari peristiwa itu secara utuh.
Tidak perlu ada yang ditutupi dan dilindungi. Pengetahuan kebenaran atau realitas peristiwa itu akan membentuk kesadaran kolektif bangsa Indonesia, terutama para pengelola negara untuk lebih berhati-hati membuat kebijakan dan tindakan pada masa depan.
Setiap pengelola negara dipaksa malu untuk melanggar HAM pada masa depan karena semuanya akan diungkapkan secara utuh ke publik luas.
Kesadaran kolektif adalah titik akhir yang ingin dicapai dari pengungkapan kebenaran utuh dari setiap peristiwa pelanggaran HAM. Ini langkah epistemik terpenting membangun peradaban HAM di negara ini.
Tentu, pengungkapan kebenaran harus menjadi materi edukasi di dunia pendidikan dan media massa.
Itulah yang dilakukan di Aceh dan Timor Leste. Meskipun belum semua peritiswa pelanggaran HAM berhasil didokumentasikan dan belum semua sisi dari satu peristiwa berhasil diungkapkan, setidaknya KKR Aceh dan KKP Timor Leste melakukan pekerjaan penting pada taraf kesadaran epistemik dalam penegakan HAM.
Lagian, ketetapan MPR No. V Tahun 2000 sudah menggariskan kewajiban negara untuk melakukan pengungkapan pelanggaran HAM masa lampau, membentuk KKR, dan melakukan langkah-langkah lanjutan, termasuk penegakan hukum dan pemulihan pada para korban.
Indonesia pernah memilih jalan ini, melalui UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tragisnya, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU tersebut atas dasar Pasal 27 dinilai tidak sesuai UUD 1945.
Dari tiga Capres, hanya Ganjar yang menyatakan penting mengusulkan kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR). Ini juga satu-satunya langkah strategis yang sempat disinggung sejauh menyangkut pelanggaran HAM berat masa lalu dalam debat pertama Capres 2024.
Kedua, ketiga Capres tidak menyadari bahwa pemulihan korban dan keluarga korban selama ini hanya bersifat bantuan sosial.
Setelah pengungkapan kebenaran dilakukan dengan sepenuh hati, kelanjutannya adalah pemulihan korban dan keluarga korban.
Pemerintah biasanya memandang remeh korban, sehingga bentuk-bentuk pemulihan yang ditawarkan kebanyakan bantuan sosial jangka pendek.