JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengajak pemilih untuk mencermati visi, misi, program, dan gagasan pasangan calon presiden (capres) serta calon wakil presiden (cawapres) dalam debat.
Titi mengatakan, debat menjadi sarana pendidikan politik buat pemilih agar fokus terhadap gagasan calon pemimpin.
“Pemilih juga perlu mencermati dan menggunakan pembahasan yang dikomparasikan dengan rekam jejak calon sebagai referensi untuk menilai kapasitas dan kompetensi para pasangan calon (paslon),” kata Titi kepada Kompas.com, Jumat (8/12/2023).
“Dengan demikian, harapannya publik bisa membuat keputusan terbaik saat hari H pemilu presiden (pilpres) nanti,” tuturnya.
Titi menyebutkan, debat capres-cawapres merupakan salah satu metode kampanye yang jangkauan audiensnya sangat besar karena disiarkan secara luas melalui media massa elektronik dan digital. Debat menjadi ajang bagi para capres-cawapres adu gagasan dan program.
Untuk itu, diharapkan capres-cawapres bisa optimal memanfaatkan momen debat untuk mengurai visi besarnya untuk Indonesia, sekaligus mengedukasi publik soal praktik pemilu yang substansial dan bermartabat.
“Tidak sekadar jadi gimik panggung simbolik saja,” ujar Titi.
Lebih lanjut, Titi menyebut, debat bukan hanya arena untuk menyampaikan gagasan, tapi juga ajang menguji kelayakan dan relevansi program para capres-cawapres.
Oleh karenanya, ia tak setuju jika mekanisme saling sanggah dalam debat dihilangkan.
“Saling sanggah bukan berarti saling menjatuhkan, tapi justru bisa memperlihatkan fokus dan penguasaan calon pada tema dan isu debat,” katanya.
Menurut Titi, debat dengan skema saling bertanya dan melakukan pendalaman di antara para capres dan cawapres justru lebih menampilkan keotentikan dan orisinalitas.
Lewat mekanisme saling sanggah ini, akan terukur bagaimana capres-cawapres menggali gagasan calon lain. Bakal terlihat pula sejauh mana penguasaan capres-cawapres atas program yang diusungnya.
Dengan demikian, publik akan lebih mudah menilai relasi para calon secara lebih alamiah ketika para calon saling sanggah.
Mekanisme saling bertanya ini, kata Titi, juga memaksa capres maupun cawapres untuk berpikir dan mempersiapkan diri lebih maksimal mengenai visi, misi, dan gagasan yang hendak dielaborasi.
“Selain itu juga tidak akan membuka celah kecurigaan pertanyaan bocor dan lain-lain. Lebih otentik dan substantif,” tutur pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia itu.