“Sprindik itu apa to?” ucap Agus menirukan Jokowi.
Pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa karena Agus menolak perintah sang presiden.
Kompas.com sudah menghubungi Menteri Sekretaris Negara Pratikno terkait pernyataan Agus ini. Namun, ia belum merespons.
Baca juga: Kisah Muram Hukum Indonesia usai Ketua KPK Firli Bahuri Jadi Tersangka Korupsi...
Agus melanjutkan, beberapa waktu setelah kejadian itu, Undang-Undang KPK direvisi.
Ketika masa revisi, lembaga antirasuah diserang buzzer dan dituding jadi sarang taliban atau radikalis. Hal itu membuat dukungan ke KPK begitu kurang.
Setelah direvisi, KPK memiliki mekanisme SP3.
Agus pun merenungkan dan menduga revisi UU KPK tidak terlepas karena keinginan penguasa mengendalikan lembaga tersebut.
“Itu salah satu yang setelah kejadian revisi UU KPK kemudian menjadi perenungan saya, oh ternyata (penguasa) pengin KPK itu bisa diperintah-perintah,” jelas Agus.
Baca juga: Setya Novanto dan Imam Nahrawi Dapat Remisi 3 Bulan
Adapun e KTP merupakan salah satu megaproyek yang dikorupsi rama-ramai.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara rugi Rp 2,3 triliun.
Setya Novanto pun akhirnya divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi E-KTP itu.
Jawaban Istana
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana merespons pernyataan Agus.
Ari tidak menjawab secara tegas apakah Presiden Jokowi memang pernah memerintahkan Agus menghentikan kasus E-KTP yang menjerat Setya Novanto pada 2017 lalu.
Ia hanya meminta publik untuk melihat proses hukum Setya Novanto yang terus berjalan sampai tingkat pengadilan.
"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," kata Ari kepada Kompas.com, Jumat (1/12/2023).
Terkait revisi UU KPK yang turut disinggung Agus Rahardjo, Ari pun menegaskan bahwa langkah itu merupakan inisiatif DPR.
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.