JAKARTA, KOMPAS.com - Dukungan politik dari organisasi aparatur pemerintahan desa kepada salah satu kubu peserta pemilihan presiden dianggap berpotensi menjadi penyalahgunaan wewenang.
Menurut pengamat politik Jannus TH Siahaan, dukungan politik secara organisasional yang berisi aparatur pemerintahan desa sangat tidak etis. Sebab menurut dia, organisasi itu mewakili pemerintahan desa yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan nasional.
"Dukungan seperti itu berpotensi melahirkan penyalahgunaan wewenang jabatan kepala desa-kepala desa untuk memenangkan salah satu pasangan capres-cawapres tertentu," kata Jannus saat dihubungi pada Rabu (22/11/2023).
Selain itu, Jannus menilai jika organisasi itu dikerahkan buat memberikan dukungan politik kepada kubu tertentu maka justru mencederai semangat kompetisi yang sepatutnya dijaga.
Baca juga: Dukungan Ribuan Aparat Desa untuk Gibran Dinilai Menghina Negara Hukum
"Justru merusak persaingan, merusak level playing field politik jika kepala desa-kepala desa membajak asosiasi pemerintahan desa untuk mendukung salah satu pasangan calon," ucap Jannus.
Menurut Jannus, kegiatan silaturahmi nasional sejumlah organisasi perangkat desa, salah satunya Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), pada akhir pekan lalu yang dihadiri salah satu cawapres sama saja menunjukkan keberpihakan dan mencederai prinsip netralitas.
"Dukungan pada salah satu paslon oleh APDESI akan merusak kualitas demokrasi dan mencederai asas keadilan dan fairness di tingkat desa, karena dengan mudah diartikan sebagai menggunakan asosiasi pemerintahan desa untuk mendukung salah satu paslon," ucap Jannus.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah organisasi yang menaungi para aparat pemerintahan desa menyelenggarakan kegiatan dengan mengundang calon wakil presiden nomor 02 Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Mendes: Bahaya kalau Aparat Desa Tak Netral karena Biasanya Jadi KPPS
Meski tidak menyampaikan dukungan politik secara langsung, tetapi sejumlah peserta yang hadir mengenakan pakaian yang berisi kalimat dukungan politik kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sinyal itu terlihat ketika mereka menggelar acara bertajuk "Silaturahmi Nasional Desa 2023" di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11/2023), yang dihadiri oleh Gibran.
Para perangkat desa yang hadir berasal dari beragam organisasi, yaitu APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) yang merupakan organisasi kepala desa aktif, DPN PPDI (Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia), ABPEDNAS (Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional), DPP AKSI (Asosiasi Kepala Desa Indonesia), juga KOMPAKDESI (Komunitas Purnabakti Kepala Desa Seluruh Indonesia).
Kemudian ada pula PABPDSI (Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia), DPP PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia), serta Persatuan Masyarakat Desa Nusantara.
Gibran pun didaulat untuk berpidato dalam acara tersebut, meski Wali Kota Solo itu tidak menyinggung soal dukung-mendukung dalam pidatonya yang cukup singkat.
Baca juga: Soal Dukungan Perangkat Desa ke Paslon Tertentu, Mahfud: Yang Tanggapi Masyarakat Saja
"Ini tadi masukan-masukan aspirasi dari para pimpinan ketua-ketua organisasi desa sementara kami tampung dulu. Mungkin minggu depan kita jadwalkan ketemu saya ya Pak biar bisa kita detailkan lagi kita carikan solusi bersama-sama," kata Gibran, Minggu sore.
Koordinator Nasional Desa Bersatu Muhammad Asri Anas mengeklaim, tindakan para perangkat desa itu bukanlah bentuk kampanye. Namun, ia tidak menutup peluang bahwa kepala desa, perangkat desa, dan anggota permusyawaratan desa bakal mengampanyekan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di balik layar.
"Jadi begini, kalau ada menuduh bahwa ini menggerakkan ini berkampanye, ini tidak berkampanye. Tapi apakah organisasi bisa menyampaikan aspirasi kepada salah satu calon presiden? Oh, bisa dong. Bupati saja bisa," kata Anas kepada wartawan, Minggu.
"Apa bedanya bupati pertemuan dengan partai politiknya secara implisit mendukung calon tertentu? Yang pasti kami berkomitmen tidak akan berkampanye, tidak akan memberikan dukungan terbuka, kalau tertutup ya sudahlah ya. Namanya menyampaikan aspirasi, masa beraspirasi tidak diberikan support," ujar dia.
Panduan sikap aparatur pemerintahan desa dalam menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemilihan umum (Pemilu), dan pemilihan presiden (Pilpres) diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Perangkat Desa Banjir Kritik Usai Beri Sinyal Dukungan ke Prabowo-Gibran
Di dalam kedua beleid itu dipaparkan dengan jelas aparatur pemerintahan desa wajib bersikap netral.
Dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) disebutkan, kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa dilarang menjadi pelaksana/tim kampanye paslon capres-cawapres.
Pelanggaran atas hal ini berakibat pidana maksimum 1 tahun penjara dan denda Rp 12.000.000.
Kepala desa pun bisa dikenakan pidana yang sama bila melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.
Kemudian, dalam UU Nomor 6/2014 tentang Desa, kepala dan perangkat desa yang terlibat dalam kampanye juga dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan/tertulis.
Baca juga: Soroti Acara Perangkat Desa Dihadiri Gibran, Pemerhati Pemilu Ingatkan soal Koridor Netralitas
Hal itu termuat dalam Pasal 29 dan 30 serta 51 dan 52 UU Desa. Jika sanksi administratif itu tak dilaksanakan, mereka bisa diberhentikan sementara dan dilanjutkan dengan pemberhentian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.