JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir kritik tengah mengalir deras ke delapan organisasi perangkat desa yang tergabung dalam Desa Bersatu.
Organisasi diketahui memberikan sinyal dukungan terhadap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sinyal dukungan tersebut dinilai tak ubahnya era Orde Baru yang memobilisasi aparat desa untuk mendapatkan dukungan suara. Di sisi lain, dukungan tersebut dinilai berbahaya karena menabrak sikap netralitas perangkat desa.
Delapan organisasi perangkat desa yang tergabung dalam Desa Bersatu memberikan sinyal dukungan kepada Prabowo-Gibran.
Sinyal itu terlihat ketika mereka menggelar acara bertajuk "Silaturahmi Nasional Desa 2023" di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11/2023), yang dihadiri oleh Gibran.
Gibran pun didaulat untuk berpidato dalam acara tersebut, meski Wali Kota Solo itu tidak menyinggung soal dukung-mendukung dalam pidatonya yang cukup singkat.
Baca juga: Soroti Acara Perangkat Desa Dihadiri Gibran, Pemerhati Pemilu Ingatkan soal Koridor Netralitas
"Ini tadi masukan-masukan aspirasi dari para pimpinan ketua-ketua organisasi desa sementara kami tampung dulu. Mungkin minggu depan kita jadwalkan ketemu saya ya, Pak, biar bisa kita detailkan lagi, kita carikan solusi bersama-sama," kata Gibran, Minggu sore.
Koordinator Nasional Desa Bersatu Muhammad Asri Anas mengeklaim, tindakan para perangkat desa itu bukanlah bentuk kampanye.
Namun, ia tidak menutup peluang bahwa kepala desa, perangkat desa, dan anggota permusyawaratan desa bakal mengampanyekan pasangan capres dan cawapres di balik layar.
"Jadi gini, kalau ada menuduh bahwa ini menggerakkan ini berkampanye, ini tidak berkampanye. Tapi apakah organisasi bisa menyampaikan aspirasi kepada salah satu calon presiden? Oh, bisa dong. Bupati saja bisa," kata Anas kepada wartawan, Minggu.
Sinyal dukungan perangkat desa tersebut menyita perhatian Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.
Abdul Halim mengingatkan bahwa perangkat desa dan kepala desa harus netral dalam pemilihan umum (pemilu).
Menurut Abdul Halim, dalam pemilu, biasanya perangkat desa akan direkrut menjadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Apabila tidak netral, akan sangat berbahaya bagi pelaksanaan pemilu.
Baca juga: Sejumlah Organisasi Desa Undang Gibran, Ketua Komisi II DPR: Kepala Desa Bukan Pejabat Publik
"(Perangkat desa dan kepala desa) Harus netral. Harus netral. Karena kan kemudian dia (jadi) KPPS. Itu kan dari mereka sebagian besar. Kalau enggak (netral) bahaya itu," ujar Abdul Halim di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Dalam aturannya, Abdul Halim menyatakan bahwa kepala desa dan perangkat desa juga tidak boleh datang ke acara kampanye ataupun mobilisasi massa.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.