Jalan pintas ketiganya tidak berhenti di situ, Gibran belakangan akhirnya digandeng sebagai cawapres Prabowo Subianto usai drama putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres-cawapres.
Ketua MK yang turut memutus perkara yang menguntungkan Gibran itu adalah pamannya sendiri.
Putusan yang menjadi karpet merah bagi Gibran untuk menerabas kandidasi pilpres itu terang saja membuat masyarakat sipil meradang. Lebih dari 16 Guru Besar atau Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK, berujung pada dibentuknya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Hasilnya, karena memang nuansa konflik kepentingan atau contact of interest begitu kental dan sulit dibantah, oleh MKMK, Anwar Usman paman dari Gibran itu, akhirnya dipecat sebagai Ketua MK. Sementara hakim konstitusi lainnya menerima sanksi teguran.
Sekalipun tidak berpengaruh pada putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan tidak memengaruhi tahapan pilpres 2024, karena MKMK hanya mengadili persoalan etik dan tidak menyentuh pokok perkara, namun setidaknya membuktikan bahwa membuka jalan pintas pada Gibran menuai tumbal, pamannya sendiri.
Anwar Usman sebenarnya masih beruntung, karena bila menyimak pembacaan putusan MKMK, ia sejatinya telah melakukan pelanggaran berat, dan mestinya bisa diberhentikan dengan tidak hormat sebagai hakim MK. Argumen itu bisa disimak dari dissenting opinion anggota MKMK, Bintan R. Saragih.
Hanya saja, seperti disampaikan Jimly Asshiddiqie anggota MKMK, dengan pertimbangan perlu ada kepastian hukum yang segera, karena terkait langsung dengan pentahapan pilpres 2024, Anwar Usman akhirnya dipertahankan sebagai salah satu anggota hakim MK.
Pasalnya, jika dipecat sebagai hakim MK, Anwar Usman punya peluang untuk melakukan banding terhadap putusan MKMK, yang tentu akan perlu waktu, kepastian hukum bakal molor.
Sementara pada 13 November 2023, KPU sudah harus menetapkan pasangan capres dan cawapres yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024.
Politik asal trabas Gibran pun ternyata menimbulkan luka batin politik pada partai yang membesarkannya. Hal itu karena Gibran tidak memberikan pernyataan resmi untuk mundur atau keluar dari PDIP, kemudian segera mengembalikan kartu tanda anggota partai.
Hal yang sama juga ditunjukan Bobby, tanpa permisi dan ‘ewuh pakewuh’, ia pun asal trabas, langsung deklarasi dan menjadi Ketua Umum Relawan Pengusaha Pejuang, mendukung Prabowo-Gibran sebagai capres dan cawapres, yang notabene adalah rival kandidat yang diusung partainya.
Langkah keduanya menerabas ke capres yang sebelumnya merupakan lawan politik dari ayah mereka pada pilpres sebelumnya, menegaskan bahwa dalam politik tak ada kawan sejati, yang ada hanya kepentingan yang abadi.
Gibran bahkan tak sekadar mendukung, tapi menjadi cawapres bagi Prabowo.
Oleh politisi senior PDIP, Panda Nababan, dalam satu tayangan podcast baru-baru ini, Gibran dan Bobby disebut berpolitik tidak dengan budi pekerti, yang di dalamnya ada tata krama, sopan santun, dan etika.
Seperti yang diingatkan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan di DPR RI 16 Agustus 2023 lalu, mengenai pentingnya berpolitik dengan budi pekerti.