JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan bahwa banyak praktik korupsi dalam pembentukan undang-undang.
Mahfud menuturkan, praktik curang itu bermodus kongkalikong antara pengusaha 'hitam' dengan lembaga legislatif untuk memasukkan pasal-pasal yang sesuai kepentingan mereka.
"Lembaga-lembaga negara kita itu di legislatif itu banyak korupsi dalam pembuatan undang-undang. Bagaimana caranya? Berkolusi dengan pengusaha-pengusaha hitam yang titip agar pasal-pasal tertentu masuk ke undang-undang," kata Mahfud di Jakarta Convention Center, Kamis (9/11/2023).
Baca juga: Dukungan dan Harapan Sang Adik kepada Mahfud MD yang Maju Jadi Cawapres
Selain memasukkan pasal tertentu, pemufakatan itu juga dilakukan untuk mengeluarkan pasal dari undang-undang, bahkan mencoretnya dengan melanggar prosedur.
Menurut Mahfud, hal itu merupakan salah satu bukti bahwa terjadi korupsi di tingkat elite Indonesia sebagaimana hasil riset Transparency International.
"Ada kolusi di atas, ada kolusi di pengadilan, saudara sudah tahu tuh banyak hakim agung, hakim di Mahkamah Konstitusi, kena tindakan hukum di pengadilan, banyak," ujar dia menambahkan.
Mahfud melanjutkan, bentuk korupsi lain di tingkat atas adalah praktik suap yang seolah menjadi keharusan apabila seseorang ingin berinvestasi di Indonesia.
Ia mengaku mendapat banyak keluhan dari investor terkait proses perizinan yang berbelit-belit dan seolah harus menggunakan uang 'pelicin'.
"Pak saya mau investasi ini harus nyogok, harus nyuap, kalau enggak suap, investasi kami enggak jalan, perusahaan kami mati. Tapi kalau nyuap kami ditangkap kalau ketauan," kata Mahfud menirukan keluhan yang ia terima.
Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa harus ada penegakan hukum ytanpa pandang bulu agar investor nyaman menanamkan modal di Indonesia.
Baca juga: Soal No Viral No Justice, Mahfud Klaim Ribuan Kasus Selesai meski Tak Viral
"Berarti di atas itu harus ada penegakkan hukum tanpa pandang bulu agar investor-investor nyaman, dunia usaha itu tidak digulingkan oleh kebijakan yang diubah-ubah, bertele-tele, dan tidak konsisten," ujar Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.