Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendro Muhaimin
Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Pusat Studi Pancasila UGM

Bertugas sebagai Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Pusat Studi Pancasila UGM dan Direktur Eksekutif Sinergi Bangsa

Hilang Cita Sang Pengawal Pancasila

Kompas.com - 06/11/2023, 15:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEHADIRAN Mahkamah Konstitusi (MK) di republik ini memiliki fungsi ideologis yang membuat berbeda dengan mahkamah konstitusi lain di dunia.

MK bukan sekadar berfungsi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution), namun juga sebagai pengawal ideologi negara (the protector of state’s ideology), yakni Pancasila.

Alasannya adalah roh konstitusi bangsa Indonesia memuat nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara, khususnya di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.

Di situ pula Pancasila menjadi cita hukum karena kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental negara (staatsfundamentalnorm).

Alasan ini tentu membawa konsekuensi untuk mewujudkan cita-cita bangsa menjadikan sistem hukum Pancasila senantiasa berdimensi dan berorientasi pada nilai-nilai Pancasila.

Dalam konteks ini, Pancasila menjadi titik berangkat sekaligus titik tujuan dari cita hukum di Indonesia.

Tugas MK sebagai pengawal Pancasila melekat sebagai penuntun ideologis untuk membawa perubahan-perubahan pada cita hukum yang bertentangan dengan Pancasila.

Namun, tantangan untuk mewujudkan itu semua tidaklah mudah. Meneguhkan Pancasila berarti melekat dengan sentuhan moral dan nurani.

Betapa tidak, akhir-akhir ini para pengamat, akademisi, hingga warga negara sekalipun dibuat kaget dengan sepak terjang MK berkaitan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres.

Rasanya tak sampai hati melihat MK terpuruk pada tahun terakhir pemerintahan Presiden Jokowi. Pengawal Pancasila dalam kondisi sedang tidak baik-baik saja.

Benteng Ideologi

MK merupakan lembaga negara yang mendapat kewenangan langsung dari UUD 1945 sebagai organ konstitusi.

Ada lima kewenangan konstitusional MK, dan pada kewenangan kelima dijelaskan bahwa MK adalah pengawal ideologi negara (the protector of state’s ideology) yang menjamin bahwa produk hukum yang dibuat pembentuk undang-undang berkesesuaian dan tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa.

Lantas, apa perbedaan fundamental antara MK di negara ini dengan MK di negara lain?

Seperti yang terungkap pada penjelasan sebelumnya, bahwa MK di negara lain hanya murni pengawal konstitusi (the guardian of constitution) karena tidak memiliki ideologi negara bangsa yang termuat tegas dalam pembukaan konstitusi.

Sementara Indonesia memiliki Pancasila, sehingga pada prosesnya putusan-putusan MK berdasar ideologi Pancasila.

Contohnya, jika di negara lain untuk membatalkan atau membubarkan partai/lembaga/organisasi tertentu hanya didasarkan pada konstitusi, kalau di Indonesia bisa saja dasarnya membubarkan partai/lembaga/organisasi tertentu, karena mempunyai dasar ideologi yang berbeda dengan Pancasila.

MK pernah menjadi pusat perhatian publik karena putusan-putusannya yang dianggap dapat memecah kebuntuan serta mengedepankan prinsip berkeadilan berdasar Pancasila.

Kedudukannya sebagai pengawal Pancasila, tentu upaya-upaya putusan MK haruslah mampu mewujudkan misi ideologis negara, yakni menjamin persatuan Indonesia.

Jika melihat dampak Putusan MK Nomor 90, perlu diketahui bahwa setiap putusan memang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

Namun dalam hal ini, harus lebih memperhatikan kesesuaiannya dengan UUD 1945 dan Pancasila yang syarat dengan kedudukannya sebagai ideologi pemersatu bangsa.

Padahal, banyak di antara putusan-putusan MK yang telah menggerakkan perubahan sebagai bagian dari upaya bangsa untuk benar-benar mewujudkan Pancasila dan menegakkan UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi republik ini.

Sejarah lain juga mencatat bahwa putusan-putusan MK telah menarik diskursus akademis hingga memicu lahirnya lembaga-lembaga studi hukum/konstitusi di kampus ataupun organisasi.

Kemudian ketertarikan masyarakat terhadap pengembangan hukum konstitusi disambut secara positif oleh MK dengan didirikannya Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi.

Khusus Putusan MK Nomor 90 ini, tentu publik juga mencatatnya dengan menempatkan dengan peristiwa sejarah yang mungkin berlainan.

Moral ambisi

Apa yang mendorong lembaga/organisasi mampu mencapai keberhasilannya? Apakah itu semata-mata ambisi kuat atau juga didorong oleh moralitas yang baik?

Pertanyaan ini menggambarkan dilema yang sering dihadapi oleh lembaga/organisasi manapun dalam perjalanannya.

Ambisi adalah dorongan yang kuat untuk mencapai tujuan dan keberhasilan, sementara moralitas adalah seperangkat nilai-nilai dan prinsip-prinsip etis yang mengatur perilaku. Maka penting menjaga keseimbangan antara ambisi dan etika, dalam ruang moral.

Dua puluh tahun lebih kiprah MK dalam mengawal ideologi bangsa tidak lepas dari pasang surut yang dialami.

Berbagai undang-undang telah diuji, diputuskan, ada yang diterima, adapula yang ditolak. Berbagai hakim juga berganti, banyak prestasi dan catatan yang harus diperhatikan MK.

Kekuasaan tentu akan berkelindan dengan moral dan etika. Mengutip, Politik Tanpa Moralitas menurut Niccolo Machiavelli, berpendapat tentang politik masa kini, dikatakan bahwa kepentingan seorang penguasa dalam hal ini pemerintah ialah memperoleh, mempertahankan, dan memperluas wilayah kekuasaan politiknya.

Apabila kepentingan ini menjadi tujuan mutlak, maka moralitas tidak lagi dibutuhkan karena kepentingan politik yang ingin dicapai pastilah akan tersendat, atau bahkan tertunda apabila moralitas didahulukan.

Tugas berat bagi MK adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik ketika di dalam MK terdapat orang-orang yang pernah melanggar integritas dan kemandiriannya diragukan.

Ketidakpercayaan publik terhadap MK merupakan bagian integral yang menggambarkan sebagian kondisi yang dialami semua orang dan tak terkecuali lembaga negara. Cita hukum Pancasila ini dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Rekam jejak sudah tercatat oleh sejarah. Sudah saatnya MK perlu kembali mencatatkan sejarah-sejarah kebaikan yang melekatkan dirinya sebagai pengawal ideologi negara bukan sebaliknya.

Harapan warga negara ini datang dari hati nurani yang tentu juga final dan mengikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com