Alih-alih menjadi alat pemersatu, pelayan masyarakat, dan penyelenggara pemerintahan, PNS lebih mengedepankan kepentingan partainya.
Nainggolan membandingkan dengan masa Orde Baru. Pada masa tersebut, praktis hampir semua PNS menjadi anggota dari satu organisasi peserta pemilu.
Birokrasi relatif solid, kuat. Birokrasi menjadi salah satu komponen penting untuk mempertahankan dan memperkuat kekuasaan.
Setiap Pemilu dimenangkan secara mutlak satu peserta pemilu. Pelaksanaan pemilu dianggap formalitas karena sudah dapat dipastikan pemenangnya.
Stesel pasif diberlakukan secara efektif oleh Orde Baru, dengan memberikan kartu tanda anggota peserta pemilu kepada PNS sonder mengajukan permintaan.
Setelah reformasi, birokrasi dan PNS bebas dari hiruk pikuk politik praktis dalam setiap pemilu. PNS dilarang menjadi anggota parpol dan dilarang ambil bagian dalam setiap perhelatan politik praktis.
Walaupun sudah bebas dari keharusan menjadi anggota parpol, ASN tetap menjadi lumbung suara yang menggiurkan. Arena pilkada menjadi tempat untuk memasang jebakan agar ASN berpihak kepada salah satu calon pilkada.
Bima Haria Wibisana, mantan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) meminta ASN untuk mewaspadai jebakan kampanye yang melibatkan PNS.
"Tapi harus hati-hati juga karena banyak juga yang menjebak. Jadi ada pertemuan mereka diundang, nggak ada di awal ngomong tentang partai, tiba-tiba di dalam ada spanduk, mereka dianggap tidak netral. Ini yang juga harus kita lihat betul," kata Bima, Rabu (4/1/2017).
Pilihan menjadi ambtenaar bagi sebagian kalangan menjadi prioritas utama. Profesi ini memiliki job security lebih baik.
Tidak ada ancaman PHK dan memiliki nilai sosial lebih tinggi apalagi mendapat kedudukan yang mentereng. Keinginan berada dalam kondisi nyaman menjadikan ASN terbelenggu secara kultural, patronasi politik, dan tekanan atasan.
Namun saya mencatat belenggu memperjuangkan satu ideologi lebih kuat dari lainnya. Ada rekan pejabat struktural mengeluh karena beberapa bawahan sering meninggalkan ruang kerja hanya untuk melakukan kegiatan yang tidak ada hubungan dengan tugas pada saat jam kerja.
Namun sang teman harus menghindari pertengkaran karena malu dan terpojok setelah bawahannya mengeluarkan dalil-dalil dogmatis.
Dalam ruang pelatihan, ASN ketidaknetralan dimunculkan dengan simbol-simbol tertentu. Nama-nama kelompok diskusi menggunakan kosa kata bukan dari bahasa Indonesia, tapi dari bahasa Timur Tengah. Ketika diskusi berlangsung, maka tampak sekali ASN terbelah.
Saya pernah ditegur agar malam penutupan pelatihan tidak menampilkan acara seni budaya, tapi renungan malam, yang biasanya akan menjadikan ruangan diisi dengan tangisan dan teriakan jargon perjuangan.