Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Speak Up" Saldi Isra-Arief Hidayat Bongkar Prahara Internal MK

Kompas.com - 03/11/2023, 08:05 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelampiasan emosi hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat saat membacakan pendapat berbeda (dissenting opinion) Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, menyingkap tabir persoalan di internal MK sebelum putusan itu diambil.

Publik mungkin tidak tahu ada sederet kejanggalan di dalam riwayat perkara itu, sejak didaftarkan hingga diputus.

Saldi dan Arief kini memanen risiko atas "nyanyiannya". Mereka dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik karena dianggap menyudutkan kolega hingga membuka rahasia internal MK.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberi indikasi bahwa apa yang dilakukan Saldi dan Arief mungkin tak dapat sepenuhnya dibenarkan.

Baca juga: Jalan Memutar Kisut Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres...

"Memang plus-minus," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, semalam, ketika Kompas.com menyampaikan fakta bahwa karena dissenting opinion yang "emosional" itu lah publik tahu ada dugaan pelanggaran etik di Mahkamah.

Jimly mengaku bisa memahami latar belakang sejumlah pelapor mengadukan Saldi dan Arief melanggar etik.

Ia sendiri beranggapan bahwa para hakim seyogianya tidak menyampaikan dinamika internal MK ke publik.

Jimly berujar, 9 hakim konstitusi memang sudah sewayahnya berdebat sengit, tetapi perdebatan itu harus sudah usai ketika putusan diketok palu.

"Yang dipersoalkan adalah dissenting opinion, (tapi) kok isinya bukan dissenting? Isinya curhat. Nah ini kan sesuatu yang baru, tentang bagaimana sebaiknya kita membangun tradisi dissenting opinion," ucap pendiri MK itu.

"Baik Prof Arief maupun Prof Saldi kayaknya enggak kuat menghadapi problem internal. Itu terekspresikan dalam pendapat hukumnya," kata Jimly.

Dari 20 laporan yang diproses MKMK, Saldi Isra dilaporkan secara individu oleh 3 pelapor, begitu pula Arief Hidayat.

Arief sudah memberi keterangan kepada MKMK pada pemeriksaan Selasa lalu, begitu pula Saldi yang dipanggil Jimly cs pada Rabu lalu.

Baca juga: Cak Imin Soal Hak Angket untuk MK: Kita Serahkan Penuh Ke Anggota PKB di DPR

Kebingungan Saldi Isra

Mengawali dissenting opinion-nya dalam putusan yang dibacakan pada 16 Oktober 2023 itu, Saldi Isra sampai merasa kesulitan. Ia mengaku "benar-benar bingung" harus dari mana memulai pendapat berbedanya.

Masalah ini berkisar pada plin-plannya MK dalam menyikapi berbagai gugatan untuk melonggarkan syarat usia minimum 40 tahun capres-cawapres yang diatur pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Pada hari yang sama ketika sidang pembacaan putusan terkait pasal yang sama digelar maraton, Senin (16/10/2023), MK menolak melonggarkan syarat tersebut pada 3 gugatan sebelumnya.

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, jelang diperiksa Majelis Kehormatan MK, Rabu (1/11/2023).KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Wakil Ketua MK, Saldi Isra, jelang diperiksa Majelis Kehormatan MK, Rabu (1/11/2023).

Setelah jeda makan siang, MK membacakan putusan yang justru mengabulkan pelonggaran itu.

"Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar 6,5 tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," kata Saldi.

"Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari," lanjutnya.

Masalah lain diungkap Saldi soal kejanggalan komposisi hakim yang dianggap setuju dengan Putusan 90 yang memberi kesempatan anggota legislatif dan kepala daerah di segala tingkatan ikut pilpres sebelum 40 tahun.

Baca juga: Jimly: Saldi Isra dan Arief Hidayat Tak Tahan Masalah Internal MK

Dari 5 hakim yang setuju melonggarkan syarat itu, 2 di antaranya, hakim Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic sepakat bahwa kesempatan itu seharusnya hanya boleh untuk seorang gubernur.

Sejumlah pakar hukum tata negara menganggap, pendapat yang disampaikan Enny dan Daniel dalam putusan itu seharusnya dianggap sebagai dissenting opinion.

Jika dianggap sebagai dissenting opinion, posisi Enny dan Daniel seharusnya dianggap berada dalam komposisi mayoritas hakim yang menolak mengubah syarat usia minimum capres-cawapres bersama Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.

Apalagi, pada gugatan sejenis yang awalnya ditolak MK, Enny dan Daniel ada pada kubu yang turut menolak pelonggaran syarat usia capres-cawapres itu.

Baca juga: Jimly Cemas 3 Paslon Capres Akan Ribut Saat Sengketa jika Masalah MK Tak Dibereskan

Masalahnya, karena dianggap concurring opinion, posisi Enny dan Daniel dianggap masuk dalam komposisi hakim mayoritas yang sepakat mengubah syarat usia minimum capres-cawapres bersama Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul pada Putusan 90.

Saldi menyebut bahwa karena majelis hakim terbelah pendapat, usul untuk menunda terbitnya putusan ini mengemuka.

Namun, pendaftaran Pilpres 2024 memang sudah di depan mata. KPU RI dijadwalkan membuka pendaftaran pada 19-25 Oktober 2023.

"Di antara sebagian hakim yang tergabung dalam gerbong mengabulkan sebagian tersebut seperti tengah berpacu dengan tahapan pemilu umum presiden dan wakil presiden. Sehingga yang bersangkutan terus mendorong dan terkesan terlalu bernafsu untuk cepat-cepat memutus perkara a quo," pungkas Saldi.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.

Arief Hidayat: kosmologi jahat, berkabung, ide reshuffle

Arief dilaporkan melanggar etik karena berkomentar banyak di muka publik soal rahasia dapur MK di berbagai kesempatan.

Dalam dissenting opinion-nya, misalnya, Arief secara detail menceritakan kejanggalan alasan Ketua MK Anwar Usman tak ikut memutus 3 gugatan awal usia capres-cawapres.

Versi pertama, Anwar disebut mangkir karena menghindari konflik kepentingan. Versi kedua, Anwar justru mengaku ia berhalangan karena sakit.

"Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar," ungkap eks Ketua MK itu dalam dissenting opinion-nya.

Baca juga: 3 Temuan dalam Sidang Kode Etik Hakim MK, Apa Saja?

Ia bahkan mengkritik sikap MK yang lamban menyidangkan 3 gugatan awal itu dan menganggap Mahkamah mengulur waktu.

"Saya merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada kelima perkara a quo yang perlu saya sampaikan karena hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukan sikap penuh integritas, independen dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik mana pun," kata Arief.

Setelah Putusan 90 itu diteken, Arief 2 kali bicara di muka publik mengomentari sentimen negatif yang kini diderita Mahkamah.

"Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Saya pakai baju hitam karena saya sebagai hakim konstitusi sedang berkabung karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara," ujaf Arief saat berpidato di Konferensi Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Rabu (25/10/2023).

Baca juga: PDI-P Mengaku Tak Ikut Campur soal Usulan Hak Angket MK

Lalu, Arief juga menyampaikan pendapat kepada awak media bahwa, boleh jadi, hanya perombakan susunan majelis hakim konstitusi lah yang bisa memulihkan reputasi MK di mata publik.

"Dalam benak saya, terakhir-terakhir ini mengatakan, sepertinya kok Mahkamah Konstitusi sembilan-sembilan hakimnya kok harus di-reshuffle. Sampai pada titik itu," kata Arief ketika dikonfirmasi Kompas.com pada Senin (30/10/2023).

Ia khawatir, MK saat ini tidak bisa melalui berbagai kritik publik akibat putusan yang dianggap sarat konflik kepentingan tersebut. Sementara itu, MK nantinya akan bertugas mengadili sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum.

Baca juga: Jimly Anggap Surat Edaran KPU Sudah Cukup Tindak Lanjuti Putusan MK

"Mahkamah Konstitusi itu anak kandung dari reformasi yang mencoba menjadi penafsir konstitusi dalam rangka menghilangkan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ini harus diberantas, ini tidak boleh lagi hidup di Indonesia. Tapi kok ini ada kecenderungan ke situ," pungkas Arief yang pada awal 2023 sempat bersaing ketat dengan Anwar Usman sebagai kandidat Ketua MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com