JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu mengusulkan DPR menggunakan hak angketnya terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
Usulan ini terkait putusan kontroversial MK dengan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Perkara ini mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Tak sedikit yang menilai putusan ini merupakan 'karpet merah' untuk Wali Kota Solo sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka untuk maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Masinton menilai bahwa putusan MK tersebut mengecewakan dan sarat akan nepotisme.
"Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR. Ibu Ketua, saya Masinton Pasaribu, anggota DPR RI daerah pemilihan DKI Jakarta II, mengajukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi," kata Masinton dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Sidang II, Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (31/10/2023).
Baca juga: Masinton Usul Hak Angket, Hakim MK: Silakan, tapi Jika Tak Bisa Jangan Dibuat-buat
Terpisah, hakim konstitusi Manahan Sitompul menganggap DPR perlu memastikan sejauh mana mereka dapat mewujudkan rencana hak angket terhadap MK.
Ia mengingatkan agar jangan sampai angket itu dipaksakan.
Baca juga: Gerindra Nilai Hak Angket MK Bentuk Pembangkangan Putusan Yudikatif
"Kalau tidak (ada prosedurnya), ya jangan dibuat-buat," ujar Manahan setelah diperiksa soal dugaan pelanggaran etik oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK), Rabu (1/11/2023).
Berikut pengertian hak angket:
Hak angket merupakan satu dari tiga hak yang dimiliki DPR, yakni hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat.
Dikutip dari hukumonline.com, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.
Adapun DPR dalam melaksanakan hak angketnya dapat memanggil setiap orang warga negara Indonesia, termasuk warga negara asing untuk dimintai keterangan.
Selain itu, DPR juga dapat melakukan panggilan terhadap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.