Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Reza Indragiri Amriel
Alumnus Psikologi Universitas Gadjah Mada

Melecehkan Wakil Presiden Usia Belia

Kompas.com - 17/10/2023, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, memahami karakter Prabowo yang sekeras batu cadas, wakil presiden nantinya tidak akan cukup bernyali untuk "menantang" arah kebijakan Presiden Prabowo.

Presiden beristirahat total, wakil presiden malfungsi, alamat kapal akan tenggelam! Dan bencana itu bermula dari ulah presiden yang memang sesungguhnya menyepelekan nilai penting jabatan wakil presiden.

Tambah menyesakkan; kendati tidak bermanfaat, wakil presiden yang nirkapabilitas itu tetap harus digaji.

Usia muda, lantas?

Sekarang, kedua, dari sisi wakil presiden.

Pernyataan bahwa Indonesia perlu memberikan ruang lebih luas bagi hadirnya generasi muda di pelataran kepemimpinan nasional, sebenarnya merupakan narasi baheula.

Pasalnya, jauh-jauh hari, bahkan sebelum Proklamasi Kemerdekaan, sejak Nusantara masih bernama Hindia Belanda, sekian banyak tokoh pemimpin nasional memang bercirikan usia belia. Dua di antaranya adalah Sukarno dan Mohammad Natsir.

Sukarno mendirikan Partai Nasional Indonesia pada usia 26 tahun. Natsir memimpin Jong Islamieten Bond (Bandung) pada umur 20 tahun, sebaya dengan Tan Malaka ketika ia terlontar ke kursi elite di pergerakan komunis.

Ada pula Mohammad Hatta, yang menjadi bendahara Jong Islamieten Bond (Padang) selepas umur 15 tahun.

Nama-nama tersebut menyentak kesadaran khalayak. Bahwa, siapa pun yang hari ini masih skeptis akan kesanggupan anak muda dalam membawa bahtera menjelajah samudera, sesungguhnya adalah orang-orang yang buta sejarah.

Dengan dasar berpikir seperti itulah pemunculan Gibran bin Joko Widodo, selaku nama yang riuh disebut-sebut sebagai calon RI-2-nya Prabowo, dibingkai sebagai ikon kebangkitan kawula muda yang akan mengangkat Indonesia ke masa kemasyhurannya.

Tapi mari kita uji secara sederhana.

Sukarno terkenal, namun seberapa terkenal ayahnya? Natsir punya prestasi cemerlang, siapa gerangan ayahnya? Hatta punya reputasi mentereng, adakah yang tahu nama ayahnya? Pun Tan Malaka, siapa pula ayahnya?

Bisa dipastikan hanya segelintir orang saja yang bisa menyebut nama orangtua tokoh-tokoh legendaris di atas.

Alhasil, dapatlah disimpulkan, kedahsyatan Natsir, Sukarno, Tan Malaka, dan Hatta sama sekali tidak mendompleng nama orangtua mereka.

Jadi, narasi ihwal kepemimpinan Indonesia masa kini dan masa depan selayaknya tidak berhenti pada dimensi usia belaka.

Hanya kaum muda yang kehebatannya dihasilkan oleh akal budi mereka sendiri, tanpa embel-embel 'bin ayah', yang boleh dikagumi serta digelarkan karpet merah ke Jalan Medan Merdeka.

Sebaliknya, orang muda yang nirgagasan lagi tuna kinerja, namun terdongkrak lebih (apalagi semata-mata) berkat nama orangtuanya, sewajarnya masuk kotak saja.

Allahu a'lam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com