"Jika MK mengabulkan permohonan ini, maka MK bukan hanya inkonsisten dengan putusan-putusan sebelumnya, tetapi juga kehilangan integritas dan kenegarawanan. MK akan menjadi penopang dinasti Jokowi, jika karena putusannya, Gibran bisa berlaga dan memenangi Pilpres (2024). Ini adalah cara politik terburuk yang dijalankan oleh penguasa dari semua presiden yang pernah menjabat," ujar Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, ketika dikonfirmasi, Selasa (10/10/2023).
Hendardi mengingatkan, sudah banyak pakar hukum yang menegaskan bahwa perkara batas usia untuk menduduki jabatan publik tertentu bukan isu konstitusional, melainkan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang tidak seharusnya diputus oleh MK.
Beberapa putusan terdahulu juga telah menegaskan posisi MK tidak berwenang mengadili hal tersebut.
Sikap Mahkamah yang enggan ikut campur perkara semacam ini pernah ditegaskan Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang awal perkara ini.
Saldi mengambil contoh putusan perkara 15/PUU-V/2007 dan 58/PUU-XVII/2019 yang pada intinya menegaskan bahwa batas usia untuk duduk di jabatan publik tertentu merupakan ranah pembentuk undang-undang (open legal policy). Konstitusi, UUD 1945 tidak mengatur sama sekali batasan-batasan itu.
"Pertanyaan besar kami sebetulnya, mengapa kok didorong ke 35 (tahun)? Tidak ke 30? Atau 25?" tanya Saldi kepada Habiburokhman dan perwakilan pemerintah ketika itu.
Baca juga: Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Dibacakan Jelang Pendaftaran Paslon, PKB: Seolah Terpaksa
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, juga pernah menjelaskan bahwa pembatasan usia capres-cawapres di berbagai dunia diatur secara berbeda-beda berdasarkan alasan masing-masing.
Hal itu menunjukkan bahwa diskursus soal usia capres-cawapres bukan sesuatu yang bersifat konstitusional sehingga harus diatur MK.
"Lazimnya batas usia ditentukan sebagai sebuah policy, bukan isu fixed yang tidak dapat diubah," kata pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu dalam sidang lanjutan gugatan usia minimum capres-cawapres di MK pada 29 Agustus 2023.
Seirama dengan itu, mantan Ketua MK Mahfud MD juga berpendapat bahwa urusan ini semestinya bukan urusan MK, kecuali majelis hakim punya pertimbangan yang rasional bila memutuskan sebaliknya.
"Biar dia melihat sendiri apakah benar ini open legal policy atau ndak. Kalau ini bukan open legal policy, ada masalah yang harus segera diselesaikan, apa alasannya? Itu harus jelas nanti di dalam putusannya," kata Mahfud, Selasa (26/9/2023).
Mantan hakim MK dua periode, Dewa Gede Palguna, juga berpandangan sama. Ia sebut harus ada alasan yang mendesak sehingga MK terlibat soal batas usia capres-cawapres.
"Sekarang tinggal mencari ratio decidendi yang tepat, apakah ada alasan yang mendesak, atau apakah ada pertimbangan yang sama sekali tak bisa terhindarkan, untuk menggeser pertimbangan bahwa (usia minimum capres-cawapres dari semula) 40 tahun itu menjadi 35?" kata Palguna dalam acara Satu Meja The Forum yang tayang di Kompas TV pada 9 Agustus 2023.
Baca juga: Mahfud Sebut MK Tak Berwenang Tetapkan Syarat Usia Capres-Cawapres
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.