JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty Internasional Indonesia menilai proses hukum tragedi Kanjuruhan belum menyentuh di tataran komando pelaku yang lebih tinggi.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, proses hukum tersebut tak bisa diterima, terlebih tragedi yang menewaskan 135 orang itu sudah berjalan selama setahun.
"Proses hukum terkait dengan aparat keamanan yang menembakkan gas air mata masih belum menyentuh para pemimpin mereka di tataran komando. Ini adalah hal yang tidak dapat diterima, dan keluarga korban yang meninggal maupun korban yang luka-luka berhak mendapatkan keadilan dan akuntabilitas yang layak," kata Usman dalam keterangan tertulis, Selasa (2/10/2023).
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Terekam dalam Lagu Oktober Hitam, Harapan untuk Keadilan
Usman mengatakan, proses hukum yang dilakukan belum cukup lantaran tidak ada tanggung jawab yang ditimpakan kepada para pimpinan di tataran komando.
Padahal, penggunaan dan perintah melontarkan air mata jelas berasal dari para komandan mereka.
Sebab itu, kata Usman, keadilan bagi para korban harus jadi prioritas utama.
"Demi memastikan keadilan, semua pelaku yang bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk aparat keamanan negara yang bertanggung jawab di tingkat komando," kata Usman.
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Keluarga Korban Masih Belum Bisa Tidur Nyenyak
Dalam perkara ini, lima orang telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada 16 Maret 2023 lalu.
Kelimanya yaitu mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, mantan Danki Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, mantan Security Officer Suko Sutrisno, dan mantan Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC Abdul Haris.
Dari lima pelaku yang diadili, dua pelaku divonis bebas yaitu Bambang Sidik Achmadi dan Wahyu Setyo Pranoto.
Adapun tiga terdakwa lainnya divonis ringan yaitu Hasdarman dengan penjara 1 tahun 6 bulan.
Kemudian, Suko Sutrisno divonis 1 tahun, dan Abdul Haris mendapat vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Tragedi Kanjuruhan merupakan tragedi sepakbola di Indonesia yang merenggut 135 korban jiwa akibat lontaran gas air mata petugas kepolisian.
Tragedi itu terjadi ketika laga Persebaya versus Arema Malang di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.
Baca juga: Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Perjuangan Keadilan Terus Hidup dan Berjalan...
Selepas laga berakhir, beberapa suporter Arema turun ke tengah lapangan.
Kemudian, para suporter dihujani tembakan gas air mata oleh petugas. Demikian juga para penonton yang masih berada di atas tribun.
Mereka turut dihujani tembakan gas air mata sehingga penonton panik ingin keluar stadion.
Nahas, beberapa pintu stadion terkunci menimbulkan kepanikan yang lebih besar. Banyak di antara penonton kemudian meninggal dunia akibat peristiwa itu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.