Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/09/2023, 05:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENTERI Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan usulan Pemerintah untuk memajukan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dari November ke September 2024 pada rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI.

Pemerintah menyatakan usulan memajukan pelaksanaan Pilkada didasari atas potensi kekosongan jabatan kepala daerah pada 1 Januari 2025.

Pemerintah mengusulkan menggeser pelaksanaan Pilkada 2024 dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Dari argumentasi yang disampaikan Pemerintah, semestinya penyelesaian persoalan tersebut bisa ditempuh dengan proses legislasi biasa melalui DPR. Hal tersebut yang menjadi janggal dan menimbulkan banyak pertanyaan.

Kegentingan tidak terpenuhi

Wacana pembentukan Perppu Pilkada tanpa alasan yang jelas dapat dianggap tidak beralasan. Perppu merupakan instrumen yang seharusnya digunakan dalam situasi kegentingan yang membutuhkan tindakan cepat dan darurat yang tidak dapat ditangani melalui proses legislatif biasa.

Melihat kembali Putusan MK 138/PUU-VII/2009, setidaknya Perppu harus memenuhi 3 (tiga) syarat utama, yaitu adanya keadaan mendesak, terdapat kekosongan hukum, dan kekosongan tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa.

Dengan jadwal pelaksanaan Pilkada yang telah disusun sebelumnya, menandakan tidak ada kegentingan yang hadir dalam persoalan Pilkada ini.

Sehingga dapat dikatakan bahwa argumentasi Pemerintah merupakan kegentingan yang dipaksakan dan tidak memenuhi syarat pembentukan Perppu.

Bukti buruknya perencanaan

Selama Jokowi menjabat Presiden sudah ada 8 (delapan) Perppu yang dibentuk. Perppu yang dimaksud, yakni Perppu Tipikor, Perppu Perlindungan Anak, Perppu Kepentingan Pajak, Perppu Ormas, Perppu Kebijakan Keuangan di Masa Pandemi, Perppu Pilkada, Perppu Pemilu, dan Perppu Ciptaker.

Dari tinjauan teoritis, Perppu bukan merupakan “barang haram”, namun presiden perlu bijak dalam mengeluarkan Perppu, sebab merupakan hak prerogatif presiden tanpa membutuhkan persetujuan pihak lain.

Mencermati lebih dalam, selama kepemimpinan Presiden Jokowi sudah ada 2 (dua) Perppu yang berkaitan dengan Pemilu dan Pilkada.

Setidaknya dapat dikatakan bahwa Pemerintah dan DPR tidak memiliki perencanaan yang matang dari segi kaca mata legislasi.

Terlebih dengan wacana yang hari ini hadir mengenai potensi kekosongan jabatan kepala daerah pada 1 Januari 2025, yang sebetulnya dapat diprediksi dan dipetakan dari jauh-jauh hari.

Dengan demikian, seyogyanya bisa direspons dengan membentuk regulasi yang dapat menjawab potensi tersebut.

Pilihan untuk menerbitkan Perppu Pilkada dalam kondisi ini sungguh tidak bijak. Wacana seperti ini bisa menggambarkan situasi politik yang diarahkan untuk kepentingan tertentu, yang dapat menciptakan ketidakstabilan dalam sistem politik.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Cerita Muhaimin Bujuk Rekannya di Singapura Kembali ke Indonesia, Mau Pulang Kalau Ia Menang

Cerita Muhaimin Bujuk Rekannya di Singapura Kembali ke Indonesia, Mau Pulang Kalau Ia Menang

Nasional
Pesan Jokowi untuk Kampanye Pemilu 2024: Jalani dengan Damai dan Penuh Senyum

Pesan Jokowi untuk Kampanye Pemilu 2024: Jalani dengan Damai dan Penuh Senyum

Nasional
DPR Benarkan Maruli Simanjuntak Dilantik Jadi KSAD Siang Ini

DPR Benarkan Maruli Simanjuntak Dilantik Jadi KSAD Siang Ini

Nasional
Megawati Sebut Sikap Penguasa Seperti Orde Baru, Jokowi: Saya Tak Ingin Beri Tanggapan

Megawati Sebut Sikap Penguasa Seperti Orde Baru, Jokowi: Saya Tak Ingin Beri Tanggapan

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kebocoran Data Pemilih di Situs Web KPU

Bareskrim Usut Dugaan Kebocoran Data Pemilih di Situs Web KPU

Nasional
Data Pemilih yang Diduga Bocor dari Situs Web KPU Dijual Sekitar Rp 1,1 M

Data Pemilih yang Diduga Bocor dari Situs Web KPU Dijual Sekitar Rp 1,1 M

Nasional
Megawati Bilang Penguasa Bertindak seperti Orba, Cak Imin: Mulai Disadari Semua Pihak

Megawati Bilang Penguasa Bertindak seperti Orba, Cak Imin: Mulai Disadari Semua Pihak

Nasional
Prajurit Marinir AS Berlatih Cara Bertahan Hidup di Hutan Sukabumi, Makan Tanaman hingga Hewan Buas

Prajurit Marinir AS Berlatih Cara Bertahan Hidup di Hutan Sukabumi, Makan Tanaman hingga Hewan Buas

Nasional
Forum Pendiri Demokrat Tarik Dukungan ke Prabowo karena Gibran dan Polemik MK

Forum Pendiri Demokrat Tarik Dukungan ke Prabowo karena Gibran dan Polemik MK

Nasional
Hari Kedua Kampanye di Merauke, Ganjar Hadiri Rapat Tertutup Bareng Tim Pemenangan dan Caleg

Hari Kedua Kampanye di Merauke, Ganjar Hadiri Rapat Tertutup Bareng Tim Pemenangan dan Caleg

Nasional
Wapres Sebut Pekerja Migran Ilegal Tak Lagi Kena Hukum Cambuk di Malaysia

Wapres Sebut Pekerja Migran Ilegal Tak Lagi Kena Hukum Cambuk di Malaysia

Nasional
Momen Ganjar 'Permisi' ke Bawaslu karena Janji Bangun Puskesmas untuk Warga Desa di Merauke

Momen Ganjar "Permisi" ke Bawaslu karena Janji Bangun Puskesmas untuk Warga Desa di Merauke

Nasional
Serba-serbi Hari Pertama Kampanye Ganjar di Merauke, Papua

Serba-serbi Hari Pertama Kampanye Ganjar di Merauke, Papua

Nasional
Polemik Pemilu 2024 di Hong Kong-Makau: Kendala Izin Beijing dan Pertaruhan Suara Diaspora

Polemik Pemilu 2024 di Hong Kong-Makau: Kendala Izin Beijing dan Pertaruhan Suara Diaspora

Nasional
Data Pemilih Diduga Bocor akibat Situs Web KPU Diretas, KPU: Lagi Dicek

Data Pemilih Diduga Bocor akibat Situs Web KPU Diretas, KPU: Lagi Dicek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com