MENJELANG Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, gosip politik mulai berkeliaran. Beberapa hari belakangan jagat politik Indonesia heboh oleh beredarnya video yang menyebutkan Prabowo Subianto, bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Indonesia Maju (KIM) sekaligus Menteri Pertahanan, menampar dan mencekik Wakil Menteri (wamen) Pertanian Harvick Hasnul Qolbi.
Peristiwa itu konon terjadi menjelang rapat kabinet. Prabowo mengaku tak mau ambil pusing soal tuduhan tersebut.
“Saya juga kaget, jadi itu jelas tidak benar. Tidak pernah ada rapat seperti itu, saya juga jarang berhubungan dengan wakil menteri pertanian, mungkin saya pernah bertemu sekali, sepintas,” tutur Prabowo di program Mata Najwa: 3 Bacapres Bicara Gagasan di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Kompas.com, 20/09/2023).
Di era media sosial berita semacam itu tak sulit dibuat dan disebarluaskan. Celakanya, dengan segenap kecepatan dan kecanggihan media sosial, kita tak punya kesempatan dan kemampuan memastikan apakah informasi tersebut hoaks atau faktual.
Itulah yang disebut “post-truth”. Pemberitaan atau situasi tatkala antara story dan history, antara fiksi dan fakta, bercampur baur tak jelas batasnya.
Penanda kehilangan petanda. Kata kehilangan makna. Fakta tak berdaya, kalah dengan emosi dan keyakinan personal.
Nalar kritis saya segera meragukan informasi di video itu. Tak jelas sumbernya. Tak ada data, baik pernyataan narasumber atau gambar yang menunjukkan peristiwa dimaksud benar terjadi.
Maka, lebih tepat disebut gosip, lebih khusus lagi gosip politik, yang sengaja diproduksi untuk kepentingan politik pula. Isinya menyerang hal pribadi, membentuk kesan karakter seseorang yang suka kekerasan.
Di era media sosial gosip mudah tersebar. Bila di era tradisi lisan pergunjingannya dengan cara “dari mulut ke mulut” -- masyarakat Jawa menyebutnya “rerasan” atau “rasan-rasan”, di era media sosial dengan cara “diviralkan”. Tersebar dengan cepat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gosip adalah obrolan tentang orang-orang lain; cerita negatif tentang seseorang; pergunjingan.
Dari sudut ilmu komunikasi, gosip adalah informasi yang bisa jadi benar, bisa jadi salah, atau asal-usulnya tidak jelas dan diragukan kebenarannya.
Berbeda dengan berita, informasi dijamin kebenarannya dengan adanya fakta/data, keterangan atau konfirmasi dari para pihak (narasumber).
Ukuran kebenaran yang dimaksud adalah fakta. Fakta bisa berupa peristiwa yang disaksikan langsung oleh pewarta. Bisa juga berupa pendapat, pandangan, atau opini ataupun pernyataan.
Namun, fakta harus diverifikasi dulu, dipastikan kebenarannya. Dunia jurnalistik mengenal kaidah "disiplin verifikasi", cek-ricek atau konfirmasi.
Bila disiplin verifikasi itu diabaikan oleh pewarta, jadilah gosip atau rumor. Disiplin verikasi menjadi pertaruhan kredibilitas media dan berita.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.