JAKARTA, KOMPAS.com - Perum Bulog memastikan cadangan beras pemerintah (CBP) cukup hingga akhir tahun 2023 untuk mengantisipasi kekeringan yang berpotensi mengerek kenaikan harga di tingkat konsumen.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal mengatakan, cadangan beras Bulog diproyeksi masih ada sekitar 1,2 juta ton pada akhir tahun.
"Cukup, karena kita proyeksinya di akhir tahun itu, stok kita di atas 1 juta ton. Kemarin proyeksinya dari Bapanas stok akhir tahun kita kurang lebih sekitar 1,2 juta ton," kata Awaludin Iqbal saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/9/2023) malam.
Ia menyatakan, cadangan tersebut cukup meski sekitar 600.000 ton beras akan disalurkan untuk bantuan sosial selama tiga bulan ke depan.
Sebab, seturut penugasan impor, Bulog akan mendatangkan 2 juta ton beras hingga akhir tahun 2023. Jika dikurangi untuk keperluan operasi pasar stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), cadangan beras masih ada 1,2 juta ton.
Adapun pemberian bantuan sosial menjadi fokus Bulog saat ini untuk menstabilisasi pasokan dan harga yang makin merangkak naik.
"Kita sekarang sedang konsentrasi melaksanakan bantuan pangan itu, dalam tiga bulan per bulan sekitar 213.000 ton per bulan selama 3 bulan. Nah, itu tambahan supply kepada masyarakat," ucap Awaludin.
Baca juga: Jokowi Klaim Harga Beras di Pasaran Sedikit Turun
Ia menyatakan, dengan bantuan sosial, masyarakat bisa mendapat akses pangan lebih mudah di tengah naiknya harga beras.
Awaludin tidak memungkiri, kenaikan harga beras turut dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand).
Hal ini mengingat, periode panen padi bergantung pada musim, sedangkan angka konsumsi beras relatif sama sepanjang tahun.
"Secara umum polanya tidak rata. Ada yang disebut dengan panen raya di periode Maret-Mei, atau akhir Februari-Mei. Setelah itu di bulan Agustus-September ada Panen Gadu (panen di musim tanam kedua)," ujar Awaludin.
"Kemudian di akhir November-Januari relatif tidak ada panen, karena posisi musim hujan, orang relatif baru tanam dan memang tidak ada panen. Kalaupun ada panen beras, hanya beberapa spot saja. Itulah terjadi ketidakseimbangan supply dan demand pada periode itu," imbuhnya.
Baca juga: Ombudsman RI Beberkan 3 Penyebab Harga Beras Mahal
Sebelumnya diberitakan, beras mengalami kenaikan di sejumlah wilayah. Ombudsman RI menyebut, kenaikan itu dipengaruhi oleh masalah iklim, serta masalah di sektor hulu dan hilir.
Untuk masalah iklim, tidak berdampak banyak ke harga beras. Misalnya, meskipun di suatu daerah mengalami penurunan produksi padi akibat kekeringan, stoknya masih bisa dipasok dari daerah lain.
Sementara itu, permasalahan di hulu meliputi luas lahan pertanian yang menurun, keterbatasan sarana produksi pertanian, permasalahan benih, hingga permasalahan subisidi pupuk.
Adapun masalah di hilir, meliputi berkurangnya pasokan gabah dari petani, penggilingan padi kecil mati, produksi beras menurun, dan ketidakpastian atau keterlambatan impor beras.
Presiden Joko Widodo pun sudah memerintahkan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Bahan Pangan Nasional (Bapanas) melakukan operasi pasar secara masif untuk mengatasi kenaikan harga beras.
Selain itu, pemerintah juga akan menyerahkan bantuan sosial pangan sebanyak 10 kilogram beras kepada 21,3 juga keluarga penerima yang akan diberikan selama tiga bulan sejak Oktober hingga November.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.