JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat dan PDI Perjuangan sempat mesra. Seolah, keduanya saling membuka diri untuk berjalan bersama pada pemilu presiden (pilpres) mendatang.
Pertemuan antarelite digelar, puja-puji dilempar. Namun, nyatanya, kehangatan itu tak membuat kedua partai akhirnya bergandengan.
Demokrat yang dulu tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan mendukung bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan, kini merapat ke Koalisi Indonesia Maju yang mencapreskan Prabowo Subianto.
Sementara, PDI Perjuangan tetap berdiri di gerbongnya sendiri, menjagokan Ganjar Pranowo sebagai calon RI-1.
Awal Juni 2023, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani mengungkap nama-nama bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Ganjar. Dari 10 nama, ada sosok Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Memang, ketika itu, Demokrat telah tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan dan mendukung Anies Baswedan. Namun, dari perkara bursa cawapres inilah, kehangatan Demokrat dan PDI-P terjalin.
Baca juga: Demokrat Bergabung ke Prabowo dan AHY Hilang dari Bursa Cawapres Ganjar
Mulanya, digelar pertemuan antara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya, dengan Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto. Keduanya mengaku sangat antusias, meski tetap menghormati pilihan politik masing-masing.
“Walaupun kami sangat antusias membicarakan rencana pertemuan Mbak Puan dan Mas AHY, namun kami tetap menjaga etika politik dan saling menghormati posisi saat ini,” kata Riefky di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (11/6/2023).
Tak lama, AHY dan Puan bertemu. Dalam pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih satu jam itu, keduanya mengaku banyak membahas persoalan bangsa dan pemilu damai.
"Tentu ini akan menjadi lebih penting dalam membangun bangsa dan negara. Kami berharap bahwa pemilu ke depan ini adalah pemilu damai, pemilu yang gembira, pemilu yang bisa membuktikan bahwa pesta demokrasi rakyat itu adalah pestanya seluruh rakyat Indonesia," kata Puan di Hutan Kota Plataran, Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu (18/6/2023).
Kehangatan Demokrat dan PDI-P kian terasa ketika sehari setelah pertemuan Puan-AHY, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bicara tentang mimpi naik kereta bersama. Dalam mimpi SBY, ada sosok Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Presiden Joko Widodo, dan presiden kedelapan RI yang belum diketahui sosoknya.
Baca juga: Demokrat Dukung Prabowo, Hampir Pasti Hanya Ada 3 Koalisi Parpol
“Saya bermimpi, di suatu hari Pak Jokowi datang ke rumah saya di Cikeas untuk kemudian bersama-sama menjemput Ibu Megawati di kediamannya. Selanjutnya, kami bertiga menuju Stasiun Gambir,” tulis SBY di akun Twitter resminya, @SBYudhyono, Senin (19/6/2023).
“Di Stasiun Gambir, sudah menunggu Presiden Indonesia ke 8 dan beliau telah membelikan karcis kereta api Gajayana ke arah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” tulis presiden keenam RI itu.
Berangkat dari situ, muncul wacana pertemuan SBY dan Megawati. Bahkan, kedua tokoh digadang melakukan rekonsiliasi.
Kemesraan kedua partai berlanjut setelah Demokrat hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan dan mencabut dukungan dari Anies Baswedan.
Demokrat bermanuver sebab Anies menggandeng Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai cawapres. Padahal, Demokrat mengeklaim, sebelumnya Anies telah meminta AHY buat jadi rekan duetnya.
Demokrat pun mengaku bakal move on ke koalisi lain, namun tetap mengusung cita-cita perubahan dan persatuan. Merespons Demokrat, koalisi pendukung Ganjar maupun poros pendukung Prabowo, membuka diri.
Sementara, pasca hengkangnya Demokrat dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, PDI-P terus menggulirkan wacana pertemuan Megawati dan SBY. Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengeklaim, komunikasi antara PDI-P dan Demokrat terus terjalin.
"Bahkan kami mendengar beberapa partai politik yang mengusung Pak Ganjar juga akan mengadakan pertemuan dengan Partai Demokrat," ujar Hasto saat ditemui di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (9/9/2023).
Namun, pada akhirnya, Demokrat merapat ke Koalisi Indonesia Maju untuk mendukung Prabowo. SBY dan AHY diketahui hadir dalam pertemuan para ketua umum anggota KIM di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/9/2023).
Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengungkapkan, partainya bergabung ke Koalisi Indonesia Maju demi kepentingan bangsa dan negara.
"Kami sudah menelusuri semua kemungkinan dan kami memilih mendukung Pak Prabowo Subianto," kata Herzaky saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/9/2023).
Kendati begitu, Demokrat belum resmi menyatakan dukungan buat Prabowo. Katanya, sikap Demokrat akan diumumkan oleh AHY dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) partai, Kamis (21/9/2023).
Said mengungkapkan, komunikasi berjalan selama dua minggu terakhir dengan Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya dan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas.
“Tapi bahwa pada akhirnya belum berjodoh, bukan tidak berjodoh. Belum berjodoh. Ya, kembali kepada parpol masing-masing,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/9/2023).
Hal ini pun diakui oleh anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan. Hinca mengungkap, selama 2 minggu sejak kepergian Demokrat dari koalisi pendukung Anies, mereka berkomunikasi intens dengan PDI-P dan Gerindra.
"Nah di minggu kedua, mulai sedikit melambat di sebelah sana, dan di sebelah sini terus makin kencang," ujar Hinca saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/9/2023).
Sebelum mengambil keputusan untuk mendukung Prabowo, lanjut Hinca, AHY berpamitan ke Puan. Putra sulung SBY itu juga menyampaikan permintaan maaf lantaran Demokrat dan PDI-P tidak bisa bersama pada Pilpres 2024.
"Mas AHY sebagai ketum yang punya hubungan sangat baik dengan Mba Puan mengirim pesan dan pamit, 'Mba, kami telah begini, begini. Telah terjadi dialog diskusi dan cukup panjang, tapi memang waktu yang sangat terbatas, MTP (Majelis Tinggi Partai Demokrat) harus mengambil keputusan, maka kami memutuskan hari ini seperti ini. Mohon maaf belum bisa bersama di tahun 2024'," tutur dia.
Terkait ini, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, Demokrat memang lebih berpeluang merapat ke kubu Prabowo ketimbang koalisi PDI-P yang mengusung Ganjar Pranowo. Menurutnya, ini tak lepas dari buruknya sejarah hubungan SBY dengan Megawati.
“Masih buntunya komunikasi dua arah antara PDI-P dan Partai Demokrat,” kata Umam kepada Kompas.com, Minggu (18/9/2023).
Umam mengatakan, Demokrat tampak kerepotan berkomunikasi langsung dengan Megawati. Padahal, Megawati merupakan pimpinan tertinggi PDI-P yang menentukan arah gerbong koalisi Ganjar.
Memang, hubungan SBY dan Mega renggang sejak keduanya menjadi rival pada Pilpres 2004. Sebelum mencalonkan diri sebagai presiden, SBY merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) di Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati.
Namun, lewat Pilpres 2004 SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhasil menumbangkan Mega-Hasyim Muzadi, pun pada Pilpres 2009 SBY-Boediono menungguli Mega-Prabowo.
Baca juga: SBY Melukis Langkah Demokrat: Kecewa Nasdem dan Anies, Kini Dukung Prabowo
Menurut Umam, mungkin saja Mega menganggap persoalan politik antara dirinya dan SBY di masa lalu belum selesai, sehingga membatasi diri dari Demokrat.
“Kondisi ini tentu berdampak serius pada cara pandang Demokrat yang menghendaki koalisi yang setara dan saling menghormati,” ujarnya.
Selain itu, mengutip survei sejumlah lembaga, Umam menyebut bahwa basis pemilih loyal Demorkat lebih banyak yang mendukung Prabowo ketimbang Ganjar.
Dengan situasi demikian, akan lebih aman jika Demokrat berganti haluan ke Prabowo. Sebab, di kalangan akar rumput, manuver ini lebih minim guncangan dan turbulensi.
Demokrat sendiri juga telah menempatkan diri pada basis paradigma politik "tengah-moderat", di mana spektrum tengah saat ini diklaim oleh tim Prabowo.
Sementara, PDI-P sebagai pengusung utama Ganjar mengeklaim diri sebagai gerbong “kiri-progresif”, sedangkan Anies merepresentasikan kekuatan politik Islam.
“Karena itu, wajar jika Demokrat merasa tidak ada hambatan serius secara ideologis dengan koalisi Prabowo,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.