Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksepsi Rafael Alun Ditolak, Sidang Dilanjutkan ke Tahap Pembuktian

Kompas.com - 18/09/2023, 11:53 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak menerima eksepsi atau nota keberatan terdakwa Rafael Alun Trisambodo atas surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan ini merupakan terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan selama menjadi pejabat pajak.

"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Suparman Nyompa dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/9/2023).

Kubu Rafael Alun mengajukan nota keberatan yang pada pokoknya menolak dakwaan yang disampaikan oleh JPU.

Jaksa KPK juga telah menjawab keberatan yang disampaikan tim penasihat hukum Rafael Alun Trisambodo.

Baca juga: Bacakan Eksepsi, Rafael Alun Trisambodo Minta Dibebaskan dan Dipulihkan Martabatnya

Dari sejumlah keberatan yang disampaikan Rafael Alun, majelis hakim berpandangan keberatan tersebut tidak dapat diterima lantaran tidak beralasan hukum.

Di antaranya, soal posisi Rafael Alun sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang jika diduga melakukan pelanggaran atas kewajiban atau tugasnya maka terlebih dahulu diperiksa oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta diuji dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hal itu sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan laporan terhadap adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat berwenang tidak seharusnya diperiksa melalui proses pidana.

“Bahwa hemat majelis hakim alasan keberatan penasihat hukum terdakwa tersebut tidak dapat diterima karena Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menjadi keberatan berbeda ruang lingkupnya dengan tindak pidana korupsi yang diuraikan penuntut umum dalam surat dakwaannya,” kata hakim Suparman.

Baca juga: KPK Akan Buktikan Dugaan Keterlibatan Istri Rafael dalam Sidang Gratifikasi dan TPPU

Dengan pertimbangan itu, Majelis Hakim berpandangan bahwa surat dakwaan Jaksa KPK sudah sesuai dengan aturan yang berlaku sebagaimana syarat formil dan materiil.

Dengan tidak diterimanya eksepsi tersebut, majelis hakim memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Rafael Alun Trisambodo.

“Memerintahkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan,” kata ketua mejelis hakim.

Dalam perkara ini, Rafael Alun Trisambodo diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar bersama istrinya, Ernie Meike Torondek yang juga komisaris dan pemegang saham PT Artha Mega Ekadhana (ARME).

Berdasarkan surat dakwaan Jaksa KPK, uang belasan miliar itu diterima oleh Rafael Alun dan istrinya melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.

Baca juga: Rafael Alun Didakwa Terima Gratifikasi Rp 16,6 Miliar, Istrinya Juga Terseret

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat di DJP, Rafael Alun disebut bersama istrinya mendirikan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.

Keduanya mendirikan PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME) pada tahun 2022 dengan menempatkan Ernie Mieker sebagai Komisaris Utama.

Perusahaan ini menjalankan usaha-usaha dibidang jasa, kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak. Tetapi, dalam operasionalnya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut seorang konsultan pajak bernama Ujeng Arsatoko.

Jaksa mengatakan, Konsultan Pajak direkrut untuk bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak.

Kemudian, Rafael Alun juga mendirikan PT Cubes Consulting pada tahun 2008 dengan menempatkan adik dari istrinya bernama Gangsar Sulaksono sebagai pemegang saham dan Komisaris.

Baca juga: Selain Gratifikasi, Rafael Alun Juga Didakwa Lakukan Pencucian Uang

Rafael Alun juga mendirikan PT Bukit Hijau pada tahun 2012, dengan menempatkan istrinya sebagai komisaris. Salah satu bidang usahanya di bidang pembangunan dan konstruksi.

Tidak hanya itu, Rafael Alun juga diduga menerima gratifikasi Rp 11.543.302.671 dan penerimaan lain berupa 2.098.365 dollar Singapura dan 937.900 dollar AS, serta Rp 14.557.334.857.

Dari hasil penerimaan gratifikasi itu, Rafael Alun Trisambodo disebut melakukan cuci uang untuk menyamarkan hasil pendapatan yang tidak sah itu.

Atas perbuatannya, Rafael Alun Trisambodo dijerat dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Rafael Alun juga didakwa telah melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c UU Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Baca juga: Nota Keberatan Rafael, Penetapan Tersangka oleh KPK Dinilai Bertentangan dengan Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com