Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembaraan Demokrat Mencari Koalisi Baru, ke Mana Bakal Berlabuh?

Kompas.com - 08/09/2023, 11:40 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Posisi Partai Demokrat usai hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bak pengembara.

Partai besutan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu harus menetapkan langkah ke mana akan memberikan dukungan, setelah merasa dikhianati oleh manuver Partai Nasdem dan bakal calon presiden Anies Baswedan.

Demokrat menilai manuver Nasdem yang memasangkan Anies dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai sikap tidak menghormati piagam kerja sama KPP.

Selain itu, Demokrat mengeklaim Anies sudah berjanji akan menggandeng AHY sebagai bakal cawapres. Alhasil Demokrat memutuskan mencabut dukungan dari Anies dan keluar dari KPP.

Dari sisi perolehan suara, saat ini Partai Demokrat memang mengalami penurunan. Pemilu 2009 bisa dibilang sebagai masa kejayaan partai berlambang bintang Mercy itu.

Baca juga: Sandiaga Akui Sudah Ada Pembicaraan di Bappilu PPP soal Peluang Demokrat Usung Ganjar

Pada Pemilu 2009, Demokrat meraih 21,66 juta suara, atau 20,81 persen dari total suara sah nasional.

Akan tetapi, perolehan suara Demokrat menurun drastis pada Pemilu 2014 yang hanya mencapai 10,19 persen.

Dalam Pemilu 2019 perolehan suara Demokrat juga menurun. Yakni hanya 7,77 persen dari total suara sah nasional. Demokrat juga memperoleh 9,39 persen kursi di DPR.

Jika Demokrat enggan kembali ke KPP, maka poros yang tersisa saat ini adalah Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung bakal capres Prabowo Subianto dan koalisi pengusung bakal capres Ganjar Pranowo.

Parpol yang mengusung Prabowo sebagai bakal capres yakni Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), serta 2 parpol nonparlemen yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Gelora.

Baca juga: Soal Kemungkinan Demokrat Dukung Ganjar, PDI-P: Kalau Pak SBY Mau Bantu, Ya Terima Kasih

Sedangkan koalisi partai pengusung bakal capres Ganjar terdiri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta Partai Hanura dan Partai Perindo (nonparlemen).

Seiring berjalannya waktu, Demokrat mesti menentukan sikap bakal merapat ke poros mana setelah keluar dari KPP. Tentu saja di semua poros yang ada mereka harus menanggung konsekuensinya.

“Yang paling penting kita juga bertanya pada PDI-P, Ganjar, atau Gerindra, Prabowo apakah mereka akan menerima kita, Demokrat?” kata Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).

Sebelumnya dilaporkan, PDI-P menyatakan membuka diri untuk mempertemukan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sementara, Gerindra juga nampak memberi sinyal kepada Demokrat dengan menyatakan Prabowo Subianto dan AHY punya kecocokan.

Baca juga: Gerindra: Kita Menerima Partai Demokrat Kalau Ingin Bergabung

Beberapa waktu belakangan, sejumlah elite Demokrat nampak menunjukan kecenderungan ingin menjajaki kerja sama politik dengan PDI-P.

 

Tak menguntungkan

Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro semua poros yang ada saat ini berpeluang berkoalisi dengan Demokrat. Namun, bila yang diangkat adalah konteks sejarah, maka potensi Demokrat merapat ke KIM lebih besar daripada ke Koalisi PDIP.

"Menimbang ada kisah masa lalu yang belum tuntas antara Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarnoputri, dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)," kata Agung dalam keterangannya seperti dikutip pada Jumat (8/9/2023).

Hubungan Mega dan SBY tidak harmonis akibat persaingan politik dalam Pilpres 2004 dan 2009. SBY yang sempat berada dalam kabinet memutuskan maju sebagai capres dan bersaing dengan Mega.

Pasangan Mega-Hasyim Muzadi kalah dari SBY-Jusuf Kalla pada Pilpres 2004.

Mega kembali mencoba bersaing dengan SBY pada Pilpres 2009. Akan tetapi, Mega yang berpasangan dengan Prabowo Subianto kalah dari SBY-Boediono.

Baca juga: Demokrat: Apa PDI-P dan Gerindra Mau Menerima Kita?

Meski hubungan SBY dan Mega tidak harmonis, tetapi menurut Agung jika dilihat dari konteks politik saat ini maka peluang koalisi antara Demokrat dan PDI-P masih mungkin terjadi.

"Ada konteks politis yang bisa dijadikan dasar untuk mengubah peta politik sekaligus narasi di publik, bahwa saat PDI-P dan Demokrat bersama terwujud rekonsiliasi nasional yang diharapkan bisa merekatkan kohesi sosial di antara sesama anak bangsa," ujar Agung.

"Di titik inilah, kemungkinan konteks historis dan konteks politis ini dijadikan basis keputusan bagi Demokrat dan PDI-P mengemuka," sambung Agung.

Di sisi lain, Agung melihat posisi Demokrat saat ini sangat tidak menguntungkan baik dari segi citra politik, modal persentase suara, serta ketokohan.

Apalagi 2 poros selain Koalisi Perubahan mempunyai agenda melanjutkan pembangunan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Alhasil Demokrat yang selama ini bersikap sebagai oposisi kemungkinan harus meninggalkan gaya itu jika ingin merapat ke KIM atau PDI-P.

Baca juga: Benny Curiga Anies Mulai Campakkan Demokrat Usai Ada Menteri Jokowi yang Ajak Bikin Poros Baru

Selain itu, kata Agung, jika Demokrat merapat ke KIM atau PDI-P maka secara otomatis peluang AHY menjadi bakal cawapres mengecil, atau bahkan nihil.

"Karena Demokrat hanya sebagai 'partai pelengkap' setelah PDI-P memastikan ambang batas presiden (presidential threshold) sebagaimana KIM. Dengam demikian, juga muncul pertanyaan fundamental, apakah Demokrat bersedia berkoalisi seandainya AHY belum bisa menjadi cawapres?" ucap Agung.

(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Lebih dari Rp 50 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Lebih dari Rp 50 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Nasional
Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi 'Online' Bisa Dipidana

Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi "Online" Bisa Dipidana

Nasional
Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

Nasional
Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Nasional
Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi 'Online'

Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi "Online"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com