DI TENGAH belum adanya titik temu capres-cawapres serta proses negosiasi dan komunikasi politik yang masih alot karena peta koalisi partai yang sarat kepentingan dan penuh tanda tanya, saya menyambangi Prof. Rhenald Kasali di Rumah Perubahan, Bekasi, Agustus lalu, untuk berdiskusi mengenai arah bangsa kedepan.
Di mata anak muda, beliau adalah tokoh bangsa dan sosok intelektual yang independen dan kritis.
Saat suara akademisi mengalami kemerosotan akibat arus pragmatisme yang terus menggerus kampus sehingga menjadi tidak berdaya, melalui berbagai platform media sosial yang diminati kelompok muda, Prof Rhenald hadir mewakili golongan intelektual sebagai penjaga akal sehat yang sangat kaya dengan ilmu pengetahuan.
Guru Besar Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas ini dalam kanal Youtube-nya selalu menyuguhkan konten bernas dan menghadirkan narasi alternatif dari multiperspektif.
Tidak hanya mengenai ekonomi yang menjadi kehebatannya, tetapi juga pendidikan, demokrasi, politik, pemilu, hubungan internasional, anak muda serta berbagai permasalahan kebangsaan lainnya.
Tokoh bangsa yang didapuk sebagai pakar manajemen kelas dunia ini, di tengah kesibukannya berkenan mengisi podcast “DEEP TALK”. Adapun tema yang dibahas adalah terkait anak muda, politik dan pemilu 2024.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) awal Juli lalu, dari total 204 juta pemilih yang ditetapkan, 52 persen berusia muda atau di bawah 40 tahun.
Jumlah pemilih berusia muda yang dominan menjadi incaran partai politik peserta Pemilihan Umum 2024.
Hasil survei Litbang Kompas pada Mei 2023, sekitar 77,9 persen pemilih berusia 25-33 tahun akan memilih presiden, partai, calon legislatif pada pemilu 2024.
Namun, dengan jumlah yang fantastis tersebut anak muda hendak dibawa kemana? Apakah benar kelompok pemilih muda akan menjadi penentu masa depan demokrasi di Indonesia atau malah justru posisinya ada di persimpangan jalan?
Dalam gagasan Rhenald Kasali, besarnya antusiasme anak muda dalam politik menjadi menarik karena nyaris semua partai politik melirik dan menaruh perhatiannya pada anak muda.
Tidak heran tatkala Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai politik dan caleg aktif menyusun strategi dan berkampanye guna meraup suara dari generasi muda.
Akan tetapi, hal yang sangat menyedihkan adalah tatkala yang membaca anak muda ini adalah kelompok baby boomers sehingga dalam komunikasi, penyampaian gagasan serta pola pikirnya masih cenderung pada politik kepentingan.
Pola pikir mereka bukan pada isu dan kebutuhan anak-anak muda seperti masalah lingkungan, pemberantasan korupsi, pendidikan, kesehatan, kesempatan lapangan kerja, dan lain-lain.
Karena itulah, tidak sedikit anak muda yang apatis di isu elektoral, partisipasi dalam politik rendah atau hanya sekadar datang ke TPS.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.