Raihan kursi Partai Nasdem di DPR sebesar 10,26 persen, sementara PKB sebanyak 10,09 persen. Total perolehan kursi gabungan keduanya mencapai 20,35 persen.
Andai PKS yang meraih 8,7 persen tetap bertahan di poros “Cikini di Gondangdia”, maka jumlah prosentase raihan suara kursi gabungan Nasdem-PKB-PKS menjadi 29,05 persen.
Dengan munculnya pasangan Anies Baswedan – Cak Imin, maka format koalisi partai-partai semakin goyah dan partai-partai berproses mencari format baru kembali.
Di Koalisi Indonesia Maju, dengan “cabutnya” PKB dari barisan pendukung Prabowo, maka semakin memudahkan langkah PAN mendorong Erick Thohir sebagai “pengantinnya” Prabowo Subianto.
Andai saja PDIP memasangkan Ganjar Pranowo dengan Sandiaga Uno, maka potensi PPP untuk “main mata” dengan Demokrat dan PKS akan tereliminasi.
Sebaliknya, jika Ganjar memilih sosok lain selain dengan Ketua Bappilu PPP itu, maka potensi munculnya empat pasang Capres-Cawapres di Pilpres 2024 terbuka lebar.
Dengan memperkirakan skenario munculnya 3 atau 4 pasang Capres-Cawapres yang akan berlaga di Pilpres 2024, yakni Prabowo – Erick Thohir, Ganjar – Sandiaga dan Anies – Cak Imin atau Prabowo – Erick Thohir, Anies – Cak Imin, Sandiaga – AHY serta Ganjar dengan “X”, maka suara pemilih akan terfragmentasi sedemikian rupa.
Selisih suara antarpasangan akan berlangsung ketat dan menjadikan Pilpres 2024 sebagai “pertarungan politik” yang terketat dalam sepanjang sejarah demokrasi kita.
Sejak awal, ketika Anies Baswedan menyebut “menjemput takdir” sebagai pasangan capres – cawapres ketika bertemu AHY di rumah di Jalan Lembang, Jakarta Pusat, Januari 2023 lalu, saya begitu skeptis dengan pernyataan tersebut.
Sepertinya AHY dan para elite Demokrat tidak belajar dengan sejarah jejak-jejak kepemimpinan Anies yang mengedepankan kelihaian dalam “memilin kalimat”.
Bahkan seorang politisi kawakan yang bernama Susilo Bambang Yudhoyono begitu “terbuai” dengan kesantunan Anies Baswedan dan silat lidah Nasdem dan Surya Paloh.
Sekali lagi, politik memang tidak mengenal “muka” kesantunan. Politik seperti yang dikatakan filsuf asal Yunani, Aristoteles adalah upaya atau cara untuk mendapatkan sesuatu yang dikehendaki.
Jadi apapun upaya atau cara yang dilakukan Surya Paloh melalui Anies - menurut murid dari Plato itu - adalah untuk mendapatkan “sesuatu”. Tampaknya SBY dan AHY lupa akan hal tersebut.
AHY dan elite-elite Demokrat tidak boleh berkecil hati. Demokrat tercatat dalam sejarah berhasil mengantarkan SBY menjadi presiden hingga dua kali, sama dengan prestasi PDIP mengantarkan Jokowi hingga dua periode.
Kedewasaan berpolitik AHY semakin teruji usai mengandaskan upaya perebutan biduk politik Demokrat dari tangan Moeldoko. Kini kematangan AHY semakin bertambah usai didepak Anies dan Surya Paloh dari “takdir” menjadi pendamping Anies.