Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

AHY, Ayo Segera "Move On" Cari "Pacar" Lagi

Kompas.com - 01/09/2023, 06:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Hampa itu seperti langkah tak berjejak, senja tapi tak jingga, cinta tapi tak dianggap."

KALIMAT galau yang saya kerap dengar dari kisah remaja saat putus cinta ternyata tidak melulu terjadi pada percintaan para remaja, tetapi juga tengah melanda partai-partai politik terutama kepada calon-calon pemimpin negeri.

Saat Jakarta dan beberapa kota di negeri ini sedang “tidak baik-baik saja” karena polusi yang mengepung di sana-sini, jagat politik sejak Kamis petang (31 Agustus 2023) langsung menghangat usai surat dari Partai Demokrat yang berisi pernyataan Sekjen Teuku Riefky Harsya menyebar di berbagai lini masa.

Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya yang juga anggota Tim 8 bentukan Demokrat, Nasdem dan PKS yang membantu bakal capres Anies Baswedan dalam merumuskan strategi pemenangan termasuk menggodok isu-isu strategis Koalisi Perubahan mengeluarkan pernyataan yang “menghentak”.

Demokrat merasa dikhinati karena keputusan sepihak Surya Paloh, Nasdem dan Anies Baswedan yang menjadikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres yang akan mendampingi Anies.

Demokrat menilai Nasdem memutuskan secara sepihak nama Cak Imin sebagai Cawapres Anies Baswedan tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan mitra koalisinya, PKS dan Demokrat.

Alih-alih Surya Paloh atau Anies yang memberitahu langsung Demokrat dan PKS, hanya seorang Sudirman Said, anggota Tim 8 yang memberi tahu keputusan terkiwari itu.

Menurut saya, Demokrat terutama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) layak kecewa, marah dan kesal dengan keputusan penting itu saat para elite partai berlogo bintang mercy itu “H2C” alias harap-harap cemas dengan tenggat waktu yang kerap dijanjikan Anies untuk mengumumkan nama bakal cawapresnya.

Bukannya AHY yang didapuk menjadi Calon RI-2, Anies sepertinya melupakan “janji-janji manisnya” akan memilih AHY, justru malah memilih Cak Imin sebagai “gebetan” terbarunya.

Tidak urung usai “hot news” ini merebak di permukaan dan ramai diberitakan berbagai media mainstream, kader-kader Demokrat di penjuru negeri mulai “take down” alias mencopot baliho gambar Anies yang berdampingan dengan AHY di mana-mana.

Dalam waktu beberapa jam lagi, Majelis Tinggi Partai Demokrat akan menggelar rapat untuk mengambil keputusan arah politik “terbaru” bagi AHY dan Demokrat.

Sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat Tahun 2020, kewenangan penentuan koalisi dan capres/cawapres ditentukan oleh Majelis Tinggi Partai.

Arah koalisi baru 

Menilik perolehan kursi parlemen hasil Pemilu 2019, terbentuknya “poros baru” PKB dengan Nasdem dengan mengandaikan Demokrat dan PKS “cabut” dari Koalisi Perubahan, maka kumulatif suara Nasdem dan PKB memenuhi ambang batas minimal.

Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."

Berdasarkan Undang-Undang Pemilu tersebut, partai politik yang memenuhi syarat untuk mengajukan capres/cawapres pada Pilpres 2024 harus memperoleh minumum 20 persen dari jumlah kursi DPR pada Pemilu 2019.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com