Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Tidak Ada Negara yang Beri Karpet Merah, kalau Kita Tak Rebut Sendiri

Kompas.com - 30/08/2023, 16:26 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, tidak akan ada negara di dunia yang akan memberikan "karpet merah" untuk Indonesia.

Menurut Jokowi, hak istimewa tersebut harus direbut sendiri oleh Indonesia. Hal itu disampaikannya saat menjelaskan soal keuntungan hilirisasi yang saat ini sedang giat dilakukan oleh pemerintah.

"Tidak akan ada negara mana pun yang memberi kita karpet merah kalau kita tidak merebutnya sendiri. Enggak ada. Jangan berharap itu," ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada pembukaan Mahasabha Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) di Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, pada Rabu (30/8/2023) yang disiarkan langsung YouTube KMHDI Pusat.

Baca juga: Jokowi Ungkap Alasan Mengapa Indonesia Tetap Ajukan Banding meski Kalah Digugat di WTO

Jokowi lantas mengatakan, apabila hilirisasi konsisten dilakukan, maka dalam 10 tahun yang akan datang besaran produk domestik bruto (GDP) per kapita nasional sudah mencapai 10.900 dollar AS atau Rp 153 juta.

Kemudian, jika tetap terus konsisten, dalam 15 tahun mendatang besarnya GDP per kapita Indonesia bisa mencapai 15.800 dollar AS atau setara dengan Rp 217 juta.

"Dan pada saat Indonesia emas hitungan kita sudah mencapai 25 ribu dollar AS income per kapita kita atau Rp 331 juta. Artinya, kita sudah masuk jadi negara maju," kata Jokowi.

"Tapi (hal itu bisa terjadi) kalau konsisten, pemimpinnya tidak ragu-ragu, tidak penakut, maju terus meskipun digugat maju terus," ujarnya lagi.

Baca juga: Jokowi: 96 Negara Jadi Pasien IMF, Hampir Separuh Dunia

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menjelaskan alasan mengapa dirinya tetap meminta pemerintah melakukan banding setelah kalah usai digugat oleh Uni Eropa di peradilan WTO.

Awalnya, Jokowi menceritakan bahwa setelah ekspor nikel dihentikan pada 2020, pemerintah Indonesia digugat oleh Uni Eropa.

"Tahun lalu kita kalah, kalah, kalah. Tapi saya sampaikan pada menteri, menterinya bertanya kepada saya, 'Pak kita kalah?' 'Ya enggak apa-apa kalah. Tapi jangan mundur'. Saya perintahkan banding," kata Jokowi.

"Kalah, banding. Sudah. Yang ada di pikiran saya kan saat banding memerlukan waktu. Mungkin bisa tiga tahun, mungkin empat tahun, mungkin lima tahun industri kita sudah jadi. Sehingga fondasi kita kuat," ujarnya lagi.

Baca juga: Usul ke Jokowi agar Tiru China Turunkan Tingkat Polusi, Menkes: Itu Best in The World

Jokowi lantas melanjutkan, apabila pemerintah digugat lalu mundur, maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan bisa menjadi negara maju.

Terlebih, jika ke depannya pemerintah ingin melakukan hilirisasi crude palm oil (CPO), perikanan, rumput laut, dan hasil bumi lain.

Presiden Jokowi kemudian memberikan contoh, saat ini produksi rumput laut Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia.

Namun, Indonesia selalu melakukan ekspor rumput laut mentah. Padahal, jika rumput laut masuk industri dan hilirisasi ada potensi nilai ekspor yang semakin bertambah.

"Masa sejak (zaman) VOC 400 tahun yang lalu, kita ekspor bahan mentah sampai sekarang kita mau terus ekspor bahan mentah. Untuk saya tidak (tidak mau)," kata Jokowi.

"Kita sudah digugat oleh WTO, digugat oleh Uni Eropa, kita diberi peringatan oleh IMF. Endak. Menteri-menteri tanya ke saya, Pak ini ada tekanan, (saya perintah) terus," ujarnya lagi.

Baca juga: Soal Pj Gubernur Pengganti Ganjar, Jokowi: Paling Lambat Minggu Ini Kita Putuskan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Pembahasan RUU Kelautan, DPR RI Minta Pemerintah Satu Suara

Soal Pembahasan RUU Kelautan, DPR RI Minta Pemerintah Satu Suara

Nasional
Belajar dari MA dan MK, Utak-atik Hukum demi Penguasa Bakal Berlanjut

Belajar dari MA dan MK, Utak-atik Hukum demi Penguasa Bakal Berlanjut

Nasional
Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Temui Menkeu, Bahas Transisi Pemerintahan dan RAPBN 2025

Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Temui Menkeu, Bahas Transisi Pemerintahan dan RAPBN 2025

Nasional
Putusan MA Diprediksi Bisa Semakin Menguatkan Dinasti Politik Jokowi

Putusan MA Diprediksi Bisa Semakin Menguatkan Dinasti Politik Jokowi

Nasional
Kecurigaan Publik Putusan MA Muluskan Jalan Kaesang Dinilai Wajar

Kecurigaan Publik Putusan MA Muluskan Jalan Kaesang Dinilai Wajar

Nasional
Jokowi Resmikan Ruas Tol Seksi Bangkinang-XIII Koto Kampar dan 10 Jalan Daerah di Riau

Jokowi Resmikan Ruas Tol Seksi Bangkinang-XIII Koto Kampar dan 10 Jalan Daerah di Riau

Nasional
Soal Duet Budi Djiwandono-Kaesang, PSI: Warga Rindu Pemimpin Muda

Soal Duet Budi Djiwandono-Kaesang, PSI: Warga Rindu Pemimpin Muda

Nasional
Ramainya Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende Jelang Hari Lahir Pancasila

Ramainya Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende Jelang Hari Lahir Pancasila

Nasional
Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Nasional
Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Nasional
Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Nasional
Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Nasional
4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

Nasional
Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Nasional
Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com