Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permohonan Kabur, MK Tak Terima Gugatan Batasi Masa Jabatan Ketum Parpol

Kompas.com - 30/08/2023, 15:18 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa perkara nomor 75/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan permohonan membatasi masa jabatan ketua umum partai politik (ketum parpol) maksimal 10 tahun tidak dapat diterima.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang pembacaan putusan yang dihadiri 9 hakim konstitusi, Rabu (30/8/2023).

"Amar putusan: mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Anwar Usman.

Baca juga: Daftar Ketua Umum Partai Politik di Indonesia

Dalam konklusinya, MK menyatakan bahwa Mahkamah sebetulnya berwenang mengadili gugatan tersebut.

Namun, permohonan tersebut tidak jelas/kabur sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

Dalam petitumnya, para penggugat meminta agar Pasal 2 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang menyatakan “Pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain” dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai:

"Pengurus partai politik memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.

Majelis Hakim berpendapat, petitum itu merupakan bagian dari Bab II mengenai Pembentukan Partai Politik.

Baca juga: MK Tak Terima Gugatan Pembatasan Masa Jabatan Ketum Parpol

Sementara itu, persoalan yang diminta oleh para pemohon merupakan bagian dari Bab IX mengenai Kepengurusan.

"Apabila Mahkamah mengikuti keinginan para Pemohon untuk memberikan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 2 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, pemaknaan baru tersebut bukan merupakan bagian dari norma yang mengatur tentang pembentukan partai politik," ungkap hakim konstitusi Daniel Foekh membacakan pertimbangan putusan.

"Seandainya pemaknaan baru yang dimohonkan tersebut dimuat dalam Bab II, disadari atau tidak, hal demikian akan mengubah struktur dan substansi yang diatur dalam Bab II. Pemaknaan baru tersebut semakin sulit untuk dibenarkan karena para Pemohon menghendaki agar pengurus partai politik memegang jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut- turut," ujar dia.

Menurut dia, hal demikian menunjukkan adanya pertentangan antara alasan-alasan mengajukan permohonan (posita) dengan hal-hal yang dimohonkan (petitum), sebagaimana hubungan antara posita dan petitum yang diatur dalam Pasal 74 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.

"Oleh karena itu, permohonan para pemohon menjadi tidak jelas atau kabur," ucap Daniel.

Tarik gugatan

Para penggugat dalam perkara ini yakni dua warga Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah, atas nama Ramos Petege dan Leonardus O.

Magai serta warga Kota Bekasi bernama Mohammad Helmi Fahrozi.

Gugatan ini sebelumnya sudah pernah didaftarkan dalam perkara nomor 53/PUU-XXI/2023, bahkan sudah diputus majelis hakim, 27 Juni 2023.

Baca juga: Setuju MK Batasi Masa Jabatan Ketum Parpol, Pakar: Di Indonesia, Partai Mirip Perusahaan Keluarga

Majelis Hakim memutuskan gugatan itu tidak dapat diterima, menilai pemohon tak serius mempersiapkan gugatan karena tak menyerahkan perbaikan permohonan sesuai tenggat dan malah meminta permohonan itu digugurkan.

Dalam permohonan kedua ini, isi gugatan mereka tak banyak berubah.

Pemohon menganggap, hak konstitusional mereka dirugikan karena ketiadaan batasan atau larangan ketua umum parpol menjabat selamanya.

Mereka juga menilai, ini bakal berdampak pada hilangnya hak mereka untuk menjadi pengurus parpol karena ketua umum diasumsikan akan mengutamakan orang-orang terdekat untuk mengisi struktur kepengurusan dan membentuk dinasti politik.

Mereka menjadikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang telah berkuasa 24 tahun di partai berlogo banteng itu sebagai contoh.

Tidak hanya dipimpin Megawati selama 24 tahun, tapi sejumlah posisi strategis di PDI-P itu juga diduduki oleh kerabatnya, salah satunya Puan Maharani yang menjabat sebagai Ketua DPP Bidang Politik.

Baca juga: PDI-P Kritik Penggugat UU Parpol soal Masa Jabatan Ketum

Mereka juga menyinggung dinasti politik di Partai Demokrat. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mewariskan tampuk kepemimpinan kepada putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Posisi Wakil Ketua Umum Demokrat diduduki oleh Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang merupakan putra kedua SBY.

Sementara itu, SBY menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat

Dinasti politik ini dinilai telah menimbulkan otoritarianisme ketum parpol.

Mereka mengungkit peristiwa ketika anggota Komisi III DPR RI, Bambang "Pacul" Wuryanto, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Menkopolhukam Mahfud MD terkait pengesahan RUU Perampasan Aset yang disebut harus mendapat persetujuan dari ketum parpol.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com